JAKARTA, Revolusi Mental yang diusung presiden Joko Widodo masih sebagai pekerjaan rumah bagi birokrasi hampir di seluruh Indonesia demikian pula di Jakarta. Seperti yang terjadi di Jakarta ternyata ada oknum-oknum birokrat gagal merubah mentalitas dari pejabat yang ada di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, pasalnya masih ada saja pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi, Kolusi dan Nepotisme, ada yang sudah di tahan oleh pihak kejaksaan seperti yang di alami oleh Fatahilah mantan Walikota Jakarta Barat, dan ada pula yang masih bermain-main dengan hukum.
Hal itu ada dugaan mereka berlindung di balik kekuasaan, entah kekuasaan eksekutif ataupun yudikatif, demikian pendapat yang di lontarkan oleh Sabam Pakpahan Direktur Eksekutif Gerakan Manivestasi Rakyat, ( Gamitra) saat di hubungi pers, Selasa 18/7/2017 “ Kami sudah seringkali melaporkan beberapa kasus dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotism yang di duga melibatkan pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, salah satu di antaranya adalah hari Senin,17/7/2017 kemaren, kami laporkan ke kejakgung. Laporan bernomor 055/Gemitra/VII/2017 yakni kasus dugaan kolusi dan korupsi pembangunan Blok D Kantor Walikota Adm Jakarta Pusat,”ungkapnya Dalam konteks tersebut, lanjutnya.
Sabam melalui lembaganya yakni Gamitra telah menelusuri adanya dugaan keterlibatan pejabat kuasa anggaran di lingkungan pemprov DKI Jakarta yang di indikasikan melakukan praktek kolusi dengan perusahaan kontraktor PT Ganiko Adi Perkasa dan PT Permata Dwi Lestari,adapun kedua perusahaan tersebut di duga di kendalikan oleh seseorang berinisial Ir.H K. Pada pelaksanaan Proyek pembangunan Blok D Kantor Walikota Jakarta Pusat.
Masih menurut Sabam, selain adanya dugaan kolusi tersebut , juga terdapat indikasi pengglembungan (mark-up) anggaran proyek, yang dapat disebutkan sebagai berikut : Di APBD Tahun Anggaran 2013, proyek tersebut di anggarkan senilai Rp 28, 9 Milyar untuk capaian pekerjaan 21 %, di APBD Tahun Anggaran 2014 proyek ini di anggarkan juga senilai Rp 40, 1 Milyar untuk capaian penyelesaian 91 %, namun demikian, imbuhnya, ada keanehan yang terjadi di APBD Tahun Anggaran 2015, proyek ini di anggarkan lagi senilai Rp 28, 1 Milyar, dari kasus ini nampak sekali, adanya indikasi perilaku koruptif yang sangat merugikan Negara.
“Demi tegaknya Supremasi hukum, maka kami mendesak agar Kejaksaan segera mengusut tuntas kasus tersebut, dan segera tetapkan tersangkanya “pungkas Sabam. (Team)