majalahgaharu, Denpasar : Persatuan Wartawan Nasrani (Pewarna) bekerja sama dengan Yayasan Komunikasi Masyarakat-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Yakoma-PGI) dan Universitas Mahendradatta-Bali menyelenggarakan Diskusi Publik Jumat lalu (24/03) di Kampus Universitas Mahendradatta, Jl. Ken Arok 10-12 Denpasar, Bali. Tema yang dipilih adalah “Cerdas Ber-medsos di Tahun Politik” dengan Pembicara Jahmada Girsang, SH. MH. CLA (Advokat dan Kurator, Ketua LBH Pewarna), Irma Simanjuntak, dan Widya Prajanthi (Web Development Consultant, Event Organizer). Shri IGN. Wira Wedawitry, S.Sos, SH, MH, selaku Ketua Yayasan Universitas Mahendradatta merespon kegiatan ini sebagai bentuk kepedulian terhadap generasi muda menyikapi bahaya dunia medsos yang dipenuhi berita-berita palsu atau hoax. “Ini sangat edukatif agar generasi muda tidak terkontaminasi akibat buruk medsos, mahasiswa harus tetap kritis dan dapat emilah mana yang positif untuk dirinya dan untuk kepentingan bangsa. Kampus harus bebas dari kepentingan politik dan basis memupuk toleransi”
Rektor Universitas Mahendradatta Dr Putri Anggreni, SH, MPd dalam sambutan pembukaannya menjelaskan bahwa Universitas Mahendradatta yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno dan Shri Wedastera Suyasa pada tahun 1963 sepenuhnya secara mandiri dan sejajar dengan kampus lain dalam tujuan mencerdaskan bangsa. Apalagi kampus ini dalam perjalanannya dikenal sebagai kampus reformasi dan perjuangan. “Kami senang dikunjungi wartawan-wartawan Kristen yang tergabung di Pewarna ke kampus ini, selain memperkaya mahasiwa dan dosen, makna kebhinnekaan ini kental dalam kehidupan sehari-hari. Spirit kampus ini mendidik anak-anak bangsa dalam melanjutkan generasi bangsa.” Mahasiswa dan dosen Universitas Mahendradatta tidak hanya terdiri dari yang beragama Hindu, kemarin banyak mahasiswa yang beragama Islam dan Kristen turut hadir berbaur dengan rekan-rekan yang beragama Hindu.
Irma Simanjuntak menguraikan fakta dan data seputar dunia maya, mengupas statistik pengguna media sosial. “Tujuan awal internet adalah untuk jejaring, untuk menghubungkan semua dengan mudah, namun kemudian pada perkembangannya juga berdampak negatif yakni bahaya hoaks,” paparnya. Menurutnya, hoaks atau kabar palsu kenapa sekarang makin mudah dipercaya, pertama karena ada kalangan akademik membuat hoaks. Alasan kedua adalah tidak ada saringan dalam mendapatkan hoaks. Ancaman nyata adalah tinggi produksi hoaks. “Karena itu kiat menghindari kabar palsu ya saring dulu baru sharing,” ujarnya berbagi kiat terhindar dari korban hoaks.
Widya Prajanthi menyatakan bahwa penggunaan media sosial harus dilihat dari perspektif kegunaannya. Menurut profesional web development bahwa internet lebih baik digunakan untuk tujuan yang baik. “Saya sebagai EO sendiri menggunakan internet untuk menjaring orang dan mengkampanyekan kegiatan-kegiatan lomba lari,” tutur Widya mengajak bermedsos untuk kebaikan.
Praktisi Hukum Jahmada Girsang, SH. MH. CLA. menyampaikan bahwa hoaks sebenarnya sudah ada sejak dulu cuman belum sesemarak sekarang ini, yang kemudian sering pengguna medsos harus berurusan dan dibawa ke peradilan. Di Indonesia sebenarnya tentang hoaks secara dasar hukum sudah diakomodasi di KUHP, UUD 1945, UU Pers dan UU ITE. “Hukum di Indonesia sekarang kuat, karena itu jangan bermain-main dengan kabar palsu. Faktanya sudah banyak dihukum hanya tidak bisa diberitakan,” paparnya. Hukum bisa diterapkan ke semua orang yang sebenarnya di media sosial semua sudah menjadi jurnalis. Karena itu, hati-hati dalam bermedsos.
Sementara sebelumnya, Ketua Umum Pewarna Indonesia, Yusuf Mujiono menyampaikan terimakasih atas sambutan dari pimpinan dan semua sivitas akademika Universitas Mahendradatta yang telah menerima dengan tangan terbuka. “Memasuki kampus ini membuat rasa nasionalis kita semakin kuat, kami senang atas sambutan saudara sebangsa dan boleh berdiskusi bersama untuk memperkuat rasa kebangsaan,” paparnya. [RA]