Saya menduga bahwa Isu teroris sedang di goreng untuk kepentingan Piplres oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin maju sebagai calon presiden mendatang, demikian pendapat dari tokoh muda Papua Hendrik Yance Udam. ” Siapapun dia yang ingin maju menjadi presiden ke depan silakan, negara ini adalah negara demokrasi. Namun majulah dengan cara-cara yang beradab dan intelektual, tidak mengorbankan rakyat kecil sebagai tumbal”
Untuk itu kami meminta dengan tegas kepada TNI dan Polri untuk segera menangkap aktor-aktor intelektual dalam rentetan peristiwa teror oleh teroris di kota Surabaya dan lain-lain. “Dan kepada masyarakat Indonesia untuk sama-sama bergandengan tangan, solid membasmi teroris di NKRI ini.” Saya sangat percaya kapolri jendral M Tito Karnavian adalah orang yang sangat cerdas dan beliau dan jajarannya akan berkerja sangat profesional dalam mengungkap actor-aktor intelektual di balik rentetan aksi-aksi teror yang mengakibatkan korban jiwa rakyat yang tak bersalah.
Hal senada disampaikan pula oleh Ketua SETARA Institute Hendardi yang menilai rentetan peristiwa teror yang terjadi mulai di Mako Brimob Kelapa Dua Depok dan serangan terhadap 3 gereja di Surabaya Jawa Timur menjadi ancaman serius terhadap stabilitas keamanan negara jelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Hendardi mengingatkan para elit politik tak bermain-main dengan isu-isu yang provokatif. “Diingatkan bagi para elite politik untuk tidak bermain-main dengan isu intoleransi, radikalisme, dan terorisme,” kata Hendardi dalam keterangan resminya, Minggu (13/5). Menurut Hendardi, permainan isu intoleransi, radikalisme dan terorisme justru bisa menciptakan ruang-ruang inkubasi yang kondusif bagi kelompok intoleran dan radikal dalam melakukan aksi kekerasan. Di sisi lain, elite politik penguasa juga harus menunjukkan niat kuat dalam mengatasi bibit perpecahan, gejala segregasi sosial dan keagamaan dan aksi intoleransi. “Sekecil apapun gejala itu, harus ditangkap sebagai titik permulaan dari aksi yang lebih serius di kemudian hari,” tutup Hendardi
Adalah Dave AF. Laksono, Anggota DPR-RI dari Partai Golkar menyatakan, merebaknya aksi teror dalam sepekan terakhir menguatkan asumsi bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memang sudah tak memadai lagi sebagai payung hukum. Karena itu, revisi UU Antiterorisme harus dikebut agar aparat penegak hukum punya payung hukum memadai untuk menindak pelaku teror. “Jika pemerintah sudah sepakat tentang definisi terorisme, RUU Terorisme bisa dituntaskan pada masa sidang mendatang,” kata Dave dalam keterangan tertulisnya kepada media di Jakarta, Senin (14/5). Menurutnya, UU Antiterorisme yang berlaku saat ini hanya fokus pada upaya penindakan setelah aksi teror terjadi. Sementara aksi teror merupakan buah dari rangkaian panjang kegiatan sebelumnya. [RA]