Saint Petersburg, majalahgaharu.com : Di Moskow, kami kerap berpapasan dengan kelompok suporter dari negara lain. Amat gampang menebak mereka berasal dari negara mana, lihat saja jersey yang dikenakan. Tentu dengan memastikan lagi secara seksama tekstur wajahnya. Karena banyak juga turis dari Korea atau Tiongkok yang datang memakai jersey Argentina atau Brasil, hehehe… Nah, kala benar-benar yakin bahwa sang pemilik jersey itu berasal dari negara yang selaras dengan kostum timnas di badannya, kami pun menyapa mereka. Bagaimana cara menyapanya? Simply, dengan meneriakkan yel-yel khas mereka dan –lebih gampang lagi- menyebut nama pemain jagoan negeri itu.
“Allez les Bleus!” teriak kami pada kerumunan suporter Prancis yang kerap berlalu-lalang di sekitar Lapangan Merah, Kremlin, siang hari jelang Thomas Lemar dan kawan-kawan berlaga di partai pamungkas Grup C melawan Denmark. Allez les Blues artinya ‘Go Blues, majulah tim biru’ sesuai kostum kebesaran tim berlogo ayam jantan alias ‘le coq’ itu. Para suporter Prancis senang disapa dengan yel-yel khas itu. Mereka membalas dengan mengepalkan tangan sambil balik berseru, “Allez les Blues!”
Begitupula ketika berpapasan dengan suporter Denmark di dekat hotel St. Regis, masih di kawasan ring satu Moskow area Kremlin, saya ‘beralih’ jadi pendukung Denmark dengan berteriak, “Danish Dynamite!” mengingatkan tim berkostum merah ini pada era kejayaan 1980-an era Laudrup bersaudara hingga masa kiper Peter Schmeichel dan kawan-kawan jadi juara Piala Eropa 1992. Para suporter Denmark –yang kini gawang timnasnya dijaga Kasper bin Peter Schmeichel- senang bukan kepalang disapa dengan sebutan ‘Tim Dinamit’.
Kali lain, sangat sering berjumpa suporter Kolombia –di jalan maupun di Metro alias kereta bawah tanah Moskow- kami meneriakkan nama-nama pemain andalan mereka. “Hames… Hames Rodriguez!” “Valderama!” “Higuita!,” sampai “Escobar!” merujuk pada pemain jaman sekarang dan masa lalu dari tim petani kopi alias ‘Los Cafeteros’ itu. Begitupula saat berpapasan dengan pendukung berjersey hijau berlambang Mexico. “Chicarito!” “Hirving Lozano!” “Ochoa!” sampai “Hugo Sanchez!” pun kami sebut. Juga bila bertemu pejalan kaki berkostum kotak-kotak merah putih jersey Kroasia. “Hai, Davor Suker!” “Boban!” “Prosinecki!’
Gokil. Gak familiar dengan pemain Kroasia era sekarang tapi menyapa dengan legenda tim keemasan Kroasia 1990-an. Merekalah generasi cemerlang Kroasia pasca pecah dari Yugoslavia yang secara sensasional jadi juara ketiga Piala Dunia 1998 di Prancis. Selain sukses sebagai pemain, masa-masa purna mereka pun cukup gemilang. Tak hanya mendirikan Davor Suker Academy bagi pembinaan usia dini, Suker menjabat Presiden Croatian Football Federation sejak 2012.
Tak kalah dengan Suker yang jadi Ketua Umum PSSI-nya Kroasia, Zvonimir Boban, yang juga masuk dalam tim keemasan AC Milan di tahun-tahun terakhir Trio Belanda, kini jadi Deputi Sekjen FIFA. Adapun Robert Prosinecki –satu dari sedikit pemain yang pernah bermain baik untuk Real Madrid dan Barcelona- kini jadi manajer timnas Bosnia dan Herzegovina. Jadi, kalau kira-kira orang tahu Anda berasal dari Indonesia dan berpapasan dengan ‘warga negara internasional’ dalam event penuh kerumunan seperti saat ini, seperti apa Anda ingin disapa? Itulah yang terjadi kemarin malam, mendekati jam 1 dini hari. Di lorong Stasiun Park Kultury, Moskow seorang bapak tua –kemudian saya tahu ia bernama Nikolay- berjualan terong, bawang, mentimun dan sayuran lain. Ia tampak ‘menemani’ seoarang perempuan tua yang ngamen memainkan lagu-lagu klasik bermain keyboard. Begitu tahu kami dari Indonesia, Nikolay amat gembira. Ia memeluk kami satu per satu lalu berteriak, “Soekarno! Soekarno!” [RA]