Jakarta, majalahgaharu.com – Musik merupakan hasil karya yang paling realistis dengan dampak emosional yang tinggi dan kadar kredibilitas yang nyaris sempurna. Atas dasar pemikiran inilah, Sekolah Musik Miladomus menyajikan pentas musik produksinya yang ke – 7 sekaligus merayakan HUT ke – 10 Miladomus yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai sejarah budaya peranakan di bumi nusantara. Profesionalisme dan kreativitas Sekolah Musik Miladomus dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi masyarakat nusantara. Miladomus selalu bermimpi mencapai kesempurnaan di tengah kekurangan. Miladomus selalu berusaha menata nada bunyi yang bernilai keindahan, menghantarkan bunyian cinta kasih bagi umat manusia, mempersembahkan keharmonisan bagi dunia sehingga dapat menciptakan getaran Frisson dari penikmatnya.
Pagelaran musik Miladomus mengusung “Tilas Budaya Peranakan Nusantara”. Jejak ini sudah ada sejak abad ke-16 di nusantara termasuk Malaya Britania yang sekarang terpisah menjadi negara Malaysia bagian Barat dan Singapura. Dari sinilah muncul beraneka ragam seni dan nilai-nilai budaya peranakan yang mereka wariskan hingga turun menurun.Pentas musik yang diusung sekolah musik Miladomus salah satunya sebuah kisah kerajaan Balingkang dari pulau dewata Bali. Sri Raja Jayapangus dan permaisurinya Kang Cing Wei asal Tiongkok menjadi inspirasi Anes Guo pimpinan Sekolah Musik Miladomus sekaligus pencipta dan komposer musik Balingkang.
Dentingan Er-hu yang begitu lembut hanyut membuka ‘Balingkang’ yang disambut Di-zi. Kemudian Gu- Zheng dan perkusi bersama mengawali denting Gu-Zheng dalam tempo yang rendah. Alunan Er-hu yang terus mendayu membawa kita berpetualang naik turun gunung di desa Pinggan Kintamani hampir di semua nada. Dan kembali genit ceria dengan perpaduan alunan cupak Gerantang dan Gangsa khas Balinya. Pertama kali mendengarkan ‘Balingkang’, sukar sekali menebak kemana akhirnya nanti nada-nada itu. Dalam ‘Balingkang’ alunan musik mendesah untuk memberikan kedalaman makna pada tiap nada. Terkadang begitu dalam sampai kita tenggelam untuk kemudian perlahan diangkat dan dihempaskan lagi dengan gesekan Er-hu.
Ciri dari Miladomus ini adalah mereka gemar menciptakan tembok suara di tiap-tiap lagu. Instrumen dan vokal latar dibunyikan di berbagai sudut sehingga menimbulkan kesan kita sedang dikelilingi jeruji nada. Dan dengan Er-hu, Gu-Zheng, Di-zi, perkusi, Zhong Ruan, Gerantang dan Gangsa Miladomus membentuk tembok yang sangat rapat. Sulit betul pendengaran kita melarikan diri. Bagi penggemar musik oriental, mendengarkan Miladomus ini mungkin jadi pengalaman tersendiri yang dilatarbelakangi oleh sejarah dan budaya Bali. Tiap-tiap musik naik turun dengan puncak dan lembahnya sendiri-sendiri. [RA]