Jakarta, majalahgaharu.com – Tua-tua kelapa, makin tua makin berminyak begitulah ungkapan yang pas untuk menggambarkan karya dari Pdt. Dr. PWT Simanjuntak diusianya menginjak 83 tahun. Bedah buku “Dari Parau Sorat Ke Mancanegara” berlangsung di Lantai 4 gedung Bakmi GM, Jakarta Pusat, Senin (24/08/2018). Sebelum diskusi, terlebih dulu ibadah yang dilayani Pdt. Rebecca S Hutasoit dengan membawakan firman sari Mazmur membawa tema: “Masa Tua yang Berdampak.” Tampil sebagai pembedah adalah Prof. Dr. MR. Matondang, Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, Prof. Dr. Mutiara Sibarani dan Pdt. B. Silaen.
Ir. Daniel Simanjuntak yang juga putera Pdt. Dr. PWT. Simanjuntak dalam kata sambutannya mengucapkan terima kasih atas dukungan berbagai pihak hingga buku ini bisa terbit dan siap dipublikasi. Pdt. Dr. PWT. Simanjuntak pada pengantarnya menyatakan bahwa dulu ada dua orang perempuan yang pertama menjadi pendeta. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman bahwa suatu saat nanti bisa menjadi Eporus dan saat ini sudah ada praeses bahkan menjadi Kepala Departemen di Kantor Pusat HKBP.
“Buku ini berisi sejarah pertumbuhan huria Batak bahwa di huta Parau Sorat, Sipirok pertama kali dua otang Batak yang ditahbiskan. Dari sanalah cikal bakal HKBP menyebar ke nusantara hingga mancanegara,”Mengutip ucapan gubernur Raja Inal Siregar pernah menyatakan bahwa Dr. IL. Nommensen pantas dianugerahi Pahlawan Nasional pendidikan. “Saya menghargai jika Nommensen menjadi pahlawan pendidikan sama seperti Dewes Decker,” ujarnya mengutip Raja Inal Siregar.
Pada suatu konferensi, kata PWT Simanjuntak bahwa terjadi konflik antar Jerman dan Denmark memperebutkan kewarganegaraan. Namun Dr. Justin Sihombing pada konferensi ini mengklaim bahwa Nommensen adalah orang Batak membuat peserta konferensi. Sementara itu, dikisahkan terkait kebatakan Nommensen, sambung PWT Simanjuntak ada satu pertanyaan kenapa tidak dikasih marga meski sudah lama mengabdi dan melayani di Tanah Batak? Jawaban karena nanti menjadi rebutan memberi marganya. “Dibagasan pertumbuhan HKBP seperti mengutip ucapan Dr. Justin hanya tiga hal menonjol darii Batak yaitu adat, gereja dan parbada-bada (konflik),” pungkasnya. [RA]
. [JP]