Jakarta, majalahgaharu.com – Setara Institute menempatkan DKI Jakarta di peringkat tiga kota paling intoleran. Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan Jakarta memiliki skor buruk di antara 94 kota lainnya di Indonesia yang disurvei. “Jakarta mendapat nilai paling rendah di variabel tindakan pemerintah dan regulasi sosial.”
Survei dilakukan sepanjang November 2017 hingga Oktober 2018. Ada empat variabel yang diukur yakni Regulasi Pemerintah Kota, Tindakan Pemerintah, Regulasi Sosial, dan Demografi Agama. Termasuk dalam variabel pertama adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan kebijakan yang diskriminatif. Sedang pernyataan dan tindakan nyata pejabat kunci saat peristiwa intoleransi terjadi masuk di variabel kedua. Variabel ketiga, Regulasi Sosial, memuat peristiwa-peristiwa toleransi serta dinamika masyarakat sipil terkait peristiwa intoleransi.
Terkait pemberitaan tersebut, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta, Kamis (27/12/2018) melakukan klarifikasi bersamaan dengan Konferensi Pers Refleksi Akhir Tahun Kerukunan Umat Beragama DKI Jakarta, di kantor FKUB DKI Jakarta di gedung Graha Mental Spiritual, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Nampak hadir perwakilan dari Agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Konghuchu dan Perwakilan Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta.
“Kami sebagai tokoh agama mencermati berbagai media, termasuk media sosial dan membandingkan dengan realitas yang ada,” jelas Syafi’i. Selama satu tahun ini pula, FKUB DKI Jakarta telah melakukan upaya bina damai bersama tokoh dan pemuka agama dari berbagai agama dan komunitas. Beberapa kegiatan yang dilakukan guna mewujudkan masyarakat Jakarta yang rukun dan damai antara lain adalah, dilaksanakannya dialog lintas agama, pembuatan program Sekolah Agama-Agama Bina Damai (SABDA), safari kamtibnas jelang pilkada DKI Jakarta, dan termasuk memanggil para Cagub-Cawagub yang akan bertarung di Pilkada waktu itu, dan beberapa program lainnya.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Ahmad Syafi’i Mufid membantah banyaknya informasi yang menyatakan bahwa kehidupan beragama di DKI Jakarta jauh dari kata rukun. “Ada informasi yang menyatakan bahwa kehidupan beragama di DKI Jakarta jauh dari kata rukun. Bahkan ada yang menyatakan bahwa tingkat toleransi di DKI Jakarta paling rendah daripada provinsi lainnya,” ujar Syafi’i.
Toleransi di Kota Jakarta terbilang baik, hal ini juga dibuktikan dengan dikeluarkannya rekomendasi pembangunan 12 rumah ibadah di DKI Jakarta. “Tahun ini kami menerima 13 permohonan rekomendasi pendirian rumah ibadah. Karena 1 pengajuan baru saja masuk di pertengahan Desember, maka kami sampai saat ini sudah mengeluarkan rekomendasi terhadap 12 rumah ibadah,” ujar Syafi’i. Dari 12 rekomendasi pendirian rumah ibadah tersebut, terdiri dari tujuh rekomendasi pendirian gereja, dan lima rekomendasi pendirian masjid. “Ini menjadi bukti, bahwa masyarakat Jakarta, sangat toleran. Karena, rekomendasi yang dikeluarkan oleh FKUB berdasarkan kesediaan warga,” ujarnya. “FKUB DKI Jakarta berharap kehidupan umat beragama DKI Jakarta di tahun 2018 lebih baik, lebih rukun, lebih damai. Kerjasama lintas agama pun dapat tumbuh lebih banyak lagi,” harap Syafi’i.
“Saya kira tingginya peringkat DKI Jakarta terkait kerukunan umat beragama (tolerans) semua berkat kerja keras FKUB, Pembina Keagamaan, tokoh-tokoh umat dan penggiat lainnya,” jelas Ahmad Syafi’i Mufid yang lebih percaya dan berpatokan hasil Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Kementerian Agama. FKUB sudah memiliki Kampung Kerukunan di Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Bahkan di Jakarta Utara ada Kota Kerukunan. “Menyambut pemilu 2019 maka ini bisa kritis jika tidak ada kerukunan umat beragama. Sangat disayangkan ketika ada konflik hanya ada tokoh-tokoh agama, kementerian agama, FKUB atau Kengbaspol yang memberikan pernyatan seharusnya tugas seluruh rakyat Indonesia,” imbuhnya. Sesuai dengan pesan Gubernur DKI Anis Baswedan hendaknya warga DKI Jakarta dalam menyambut Tahun Baru 2019 tetap dalam kesederhanaan. Jaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian bisa membawa warga DKI ke depan lebih bahagia.
Ketua PGI-W DKI Jakarta Pdt. Manuel E. Raintung yang mewakili Kristiani dalam penjelasannya menyimpulkan kehidupan sosial bermasyarakat berjalan dengan penuh harapan, “ Saya tidak mengatakan berjalan dengan baik.” Artinya, menurut Raintung, “Kita bisa mengalami kehidupan tidak apatis, tidak juga optimis tapi penuh harapan. Terkait sebagai kota terburuk, diposisi terbawah sepertinya diluar konteks kalau toleransi itu dimengerti juga sebagai sebuah keberadaan hidup bermasyarakat yang dapat saling menerima dan mengakui. Mungkin ukurannya adalah banyaknya unjuk rasa.” Di kota Jakarta ini, lanjut Raintung, “Hampir setiap hari ada unjuk rasa. Bukan berarti unjuk rasa itu menggambarkan kehidupan yang intoleran. Jadi kita juga harus menempatkan pengertian pemahaman toleransi itu. Sebagai lembaga forum kerukunan (FKUB) selama ini memang kami menggumuli bagaimana dapat menjaga memelihara merawat kerukunan dalam kehidupan bersama.”
Sementara Kanwil Kementerian Agama DKI Dr H Abdulrahman yang turut hadir, menyatakan akan terus menjalin kerjasama dengan FKUB dalam meningkatkan kerukunan umat beragama. Moderasi beragama senantiasa berjaga ingin mendorong seluruh umat beragama dilandasi kerukunan. Drs H Taufiq Rahman mewakili MUI yang juga sekretaris FKUB dalam refleksi akhir tahan ini menyatakan pihaknya bersama FKUB akan terus menjaga kerukunan umat beragama. Sesuai dengan kearifan yang dicontohkan Nabi di Madina. “Walau umat Islam mayoritas saya kira kementerian agama tetap menghormati semua hari libur agama di Indonesia. Karena itu, FKUB tetap mempertahankan 4 pilar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” tuturnya. Mewakili umat Katolik Jakarta, Romo Suyadi menyatakan jemaat Keuskupan Gereja Katolik adalah bagian dari umat di DKI Jakarta, selama ini sudah melakukan dialog-dialog di acara nasional, antara lain mengajak umat sekitar gereja bersama. Sekarang aktif mengajak mendirikan kampung kerukunan yang disebut juga kampung Bhinneka dan Taman Bhinneka. [RA]