Jakarta, majalahgaharu.com – Kerinduan masa kecil dulu sewaktu tinggal di Jakarta Selatan, di mana tak ada sekat diantara agama, suku dan etnis membuat sosok muda yang juga bendahara DPW Partai Nasdem ini memutuskan masuk politik, “Waktu kecil ketika lebaran bisa makan ketupat bersama dan saling berbagi, sebaliknya juga kalau hari raya Natal. Namun sekarang ini, ada kecenderungan masyarakat terbelah”, ungkap Niko mengawali bincang siang itu.
Lin Niko Yehezkiel mengaku bahwa dirinya terjun di partai politik adalah atas kehendak Tuhan. Ada passion yang kuat, jelasnya. Bergama Kristen yang notabene disebut sebagai minoritas, politik itu dianggap tabu. Stigma itulah mengapa kalau umat Kristen sedikit yang masuk politik.
Namun kemudian, Niko sadar bahwa dunia politik terutama ketika masuk menjadi anggota parlemen/dewan itu sangat dibutuhkan. Pengalaman masa lalu yang seringkali mendapat perlakuan diskriminatif mendorong dirinya untuk turut membenahi kondisi bangsa, di mana rasa toleransi dan kesamaan hak sebagai warga negara itu mulai hilang. Makanya kesetaraan itu menjadi penting, “Kesetaraan disini bukan saja antara pria dan wanita saja tetapi juga kesetaraan antar sesama pemeluk agama.”
Ketika kesetaraan itu terwujud, Niko meyakini toleransi otomatis akan terwujud. Sebagai warga keturunan hampir disegala rezim selalu ditekan. Seperti waktu Orba, orang Tionghoa diwajibkan ganti nama. Selain itu, masalah akses dalam bekerjapun mengalami pembatasan-pembatasan. Tidak bisa masuk menjadi pegawai negeri maupun tentara dan polisi. “Terutama karir di bidang pemerintahan sebagai kelompok yang dianggap kecil selalu tidak diperhitungkan, belum lagi membuat kartu penduduk juga sulit. Penindasan dan penganiayaan acapkali dialami khususnya etnis Tionghoa,” sambung Niko.
Kondisi inilah yang semakin meyakinkannya untuk masuk dalam legislatif, mengingat di parlemenlah perjuangan mengatur bangsa melalui undang-undang itu dibuat. Tatkala konstitusi dibuat dengan baik. Dan untuk menghasilkan konstitusi yang baik Niko, kelompok yang dianggap kecil ini secara kualitas tidak kalah baiknya, malah bisa dikatakan kelompok yang dianggap kecil ini tersimpan sumber daya yang besar dan mumpuni. Untuk menghasilkan itu maka perlu orang-orang percaya masuk dalam dunia politik.
Sebagai warga keturunan, Niko tegas mengungkapkan bahwa perkara lahir di negara mana dan dari orang tua mana toh tak bisa memilih. Namun satu yang diyakini bahwa sebagai manusia dia terlahir dan besar di tanah tercinta Indonesia. “Saya Indonesia dan Indonesia adalah saya”, tegasnya. Makanya lahir dari siapa dan dari etnis mana itu bukan pilihan tetapi apa yang bisa dilakukan untuk bangsa ini. Karena kita makan, minum, hidup bahkan matipun di bangsa ini, untuk itu marilah berikan yang terbaik bagi negeri ini.
Pengalamannya aktif dilingkungan RT, RW membuatnya peka dalam hidup bermasyarakat. Untuk itu Niko mengajak masyarakat di lingkungannya agar saling mengenal dengan tetangga.” Karena ketika ada persoalan dengan diri kita bukan saudara jauh dulu yang menolong tetapi tetatangga sekitar.” Jika nanti terpilih inilah yang harus dibenahi bagaimana KJP-KJP itu dipastikan turun ke masyarakat bukan hanya sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta. Bagaimana mungkin ijazah ditahan padahal untuk modal kerja. Jakarta saat ini banyak sekali masalah yang terjadi. Jaman pak Jokowi Ahok sekalipun ada kenaikan gaji dan UMR tetapi sekalipun signifikan namun pemerintah pintar dengan cara membantu pendidikan, tempat tinggal dan kesehatan grastis. Ruang terbuka saat ini kurang bahkan yang ada tidak terurus padahal ruang terbuka itu tempat bagaimana anak muda bisa beraktivitas dalam ruang terbuka. Dengan ketersediaan ruang terbuka berarti mengurangi kejahatan dan terutama tawuran antara siswa karena enerji mereka sudah dihabiskan dalam kegiatan-kegiatan di ruang terbuka tersebut.
Janganlah dipadamkan program yang baik, sudah seharusnya program yang baik itu dilanjutkan. Melihat kondisi DKI ini Niko melihat bahwa seorang pemimpin yang tak visoner dan tak memiliki leadership dalam menlanakan roda pemerintah tak terarah, apapun tujuannya just proyek, just kepentingan dan supaya aman dibagi-bagi ke kroni-kroninya, maka tak heran DKI mengalami kemunduran.
Lalu ada pertanyaan banyak anggota dewan yang tak berani melawan kebijakan partai menyikapi hal ini Niko jebolan S-2 STT Bethel Jakarta ini berharap bahwa partai Nasdem komit, dan dirinya percaya selama ketuanya Pak Surya Paloh pasti akan tetap direlnya dengan restorasinya Indonesia maju. Namun jika pihak partai sudah tak sejalan dia berani mengambil sikap untuk melihat sejauhmana kebijakan-kebijakannya. Apabila kebijakankan menyimpang dia akan lawan dan tidak takut. Untuk mencapai tujuan agar orang baik mnejadi anggota dewan, Niko berharap gereja sadar dan membantu bagaimana mendorong dan mendukung umatnya kader-kader terbaik, agar bisa berjuang untuk kepentingan umat bangsa dan negera terutama menjaga toleransi dan membuat Jakarta Baru. [RA]