Eulogi Ps. Lukas Tahir

Ayo Bagikan:

Jakarta, majalahgaharu.com Kami mengenalnya saat ikut bimbingan konseling pra-nikah awal 2009 di GBI Basilea Menteng, Jakarta. Setiap Selasa sore, sekali seminggu kami ngobrol tentang pernikahan dan dunianya. Pertanyaan yang diajukannya adalah, apa tujuan pernikahan bagi kami? Tentu saja jawabannya bagi kami tak sesingkat pertanyaan itu.

Dia mendengarkan kami saat ‘berceloteh’ soal ide dan gagasan pernikahan yang akan kami bangun. Saat ia bertanya, kami pastikan jawaban kami sampaikan cukup memberikan kesan dewasa secara mental dan spritual bahwa kami layak segera menikah dan mendapatkan restu gereja yang dipimpinnya, institusi yang akan dipakai melegalkan perkawinan dalam konsep iman kristiani.

Kami mengutip satu-dua ayat dalam kitab Injil tentang tujuan dan landasan perkawinan kristiani. Ia pun setuju. Namun, yang menarik dalam uraiannya, tentang perkawinan adalah sebuah covenant, bukan sekadar janji antara pria dan perempuan. Di dalam kamus, arti covenant (kovenan) bisa dimaknai sebagai ikatan yang dibuat sepihak dan tidak bisa dibatalkan pihak lain. Jadi, dia ingin memastikan konsep perkawinan covenant, itu dipahami sebelum kami memasuki pernikahan, seperti pernikahan orang kristiani lainnya yang menyakini konsep perkawinan di gereja dilakukan dihadapan Tuhan sehingga hanya Dialah yang berhak memisahkan. Begitulah pada waktu itu, ia menekankan tentang konsep pernikahan yang akan kami jalani dengan segala duri dan kerikilnya hingga dipisahkan maut.

Pada 28 Maret 2009, ia memimpin seremonial pernikakan kami di gereja. Yang memimpin pujian plus emce (master ceremony) waktu itu adalah, Evi Montolalu, adik iparnya. Saya ingat setelah emce menyampaikan momen persembahan syukur oleh pengantin, saya menyisipkan amplop ke kantong bawah jasnya, namun ia menggoyang jarinya dan menolak menerima.

**

Awal September 2010, saya ikut dalam perjalanan darat jalur Lintas Timur menuju Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Perjalanan ini dalam misinya dan tim mengunjungi dan melihat bagaimana komunitas jemaat yang tinggal di kawasan terpencil di perbatasan Tiga Binanga, Kabupaten Karo-Kutacane, Aceh Tenggara.

Perjalanan diawali naik angkutan umum dari Kabanjahe menuju Tiga Binanga. Jangan dibayangkan angkot yang kami tumpangi sebaik angkot di Tangerang. Angkot penuh muatan penumpang hingga karung dan keranjang diletakkan di atap mobil. Saat itu, mendekati libur Lebaran, jadi beberapa ruas jalan sedang diperbaiki. Perbaikan jalan memang beberapa kali kami temui sejak dari Pekan Baru hingga menuju Asahan, Sumatera Utara.

Di jalur Kabanjahe-Kutacane, beberapa ruas jalan juga dalam perbaikan. Sebelah jalur jalan sedang dilapis ter, sebelah lainnya bertabur debu kerikil. Debu mengepul saat kendaraan saling berpapasan. Rautnya tampak gembira meski debu tampak masuk angkot. Bisa jadi saat itu salah satu perjalanan misi luar kota yang tidak nyaman tampaknya.

Dari Tiga Binanga perjalanan dilanjutkan menumpang Toyota Hardtop yang dimodifikasi mengangkat muatan berat menuju Desa Bukit Makmur, letaknya di atas puncak bukit. Rumor dari warga desa, daerah sekitar itu tempat para bandit bersembunyi. Berkamuflase menjadi petani. Sebagian lereng bukit tampak ditanampi sawit tanpa diketahui kejelasan pemilik sebenarnya.

Satu-satunya transportasi yang dipakai dan sanggup menjangkau desa itu hanya Hardtop. Kebanyakan penduduk di sana belanja kebutuhan pokok seminggu sekali, itu pun lebih sering dilakukan pemilik kedai kopi dan warung kelontong. Selebihnya, kebutuhan makanan diperoleh dari ladang sendiri.

Di sana tidak semua rumah terpasang lampu PLN, perangkat panel solar tenaga surya program PLN tak cukup dibagi kepada semua warga desa. Selain minim listrik, fasilitas kamar mandi (mandi cuci kakus) di desa itu juga minim. Kamar mandi adalah fasilitas mandi untuk semua warga di sana. Ia dan orang Jakarta yang ke desa itu harus mandi bergantian. Suhu udara dingin, apalagi airnya,-bayangkan lebih dingin dari Lembang, Bandung-yang membuat gigi bergemeretak dan menggigil menahan dingin.

Perjalanan itu menorehkan kesan tersendiri baginya, meski ia berangkat dari keluarga mapan yang tinggal di Menteng, Jakarta, namun komitmen dan jangkauan pelayanannya ke daerah terpencil tidak diragukan.

*Lukas Tahir, sulung dari tiga bersaudara dari (Alm) Pdt Jonathan Tahir dan (Almh) Johana Suriani Tahir. Dalam BPH Gereja Bethel Indonesia (GBI) 2014-2018, ia didapuk sebagai Ketua Biro Pembinaan Warga Gereja/Pemuridan, Departemen Teologia. Sebelum mengabdi dan terpanggil melayani Tuhan sepenuh waktu dan menjadi saksi Kristus, ia berkecimpung di Grup Lippo. Hingga akhir hayatnya, ia merupakan Pastor Senior GBI Basilea, Jalan Cimahi Menteng, Jakarta Pusat.

Ia dicintai para jemaat yang mengenalnya. Bukan saja karena pengalaman iman yang dibagikannya pada ibadah minggu, tapi dari interaksi dan sikapnya yang hangat dan ceria kepada jemaat yang mengenalnya. Pemilik akun @chasingdonkeys ini dikenal sebagai figur rendah hati.

Pada ibadah kebaktian pertama, Minggu 14, April 2019, usai menyampaikan kotbah, Lukas diceritakan duduk bersandar di sofa. Ia mengalami sakit di dadanya, semacam nyeri yang tidak bisa didiskripsikan secara lengkap dan menyerang sekonyong-konyong. Dia menghadap Sang Pencipta. Komitmen dan keteguhannya imannya dalam memenuhi panggilan melayani Tuhan Yesus diakhiri di GBI Christ Chatedral, Serpong, sesaat setelah memberitakan Injil kepada sekira 2.000 jemaat di tempat itu.

Dalam cuplikan kotbahnya pagi itu, Lukas Tahir menyebutkan tidak ada selebrasi tanpa kemenangan. Ini adalah narasi tentang penyambutan Tuhan Yesus Kristus oleh orang-orang di Yerusalem pada minggu palma sebelum Dia disalibkan. Lambaian daun palem dimaknai sebagai kemenangan atas kematian. Pada ibadah pagi itu, daun palem juga dilambai-lambaikan para jemaat pada saat menyanyikan lagu pujian.

Sesaat setelah serangan nyeri dada itu, orang-orang di situ membawa Ps Lukas Tahir secepatnya untuk mendapatkan pertolongan medis ke rumah sakit terdekat. Pria kelahiran Jakarta 10-10-1959 itu mengakhiri pertandingan hidup dalam suasana kemenangan dalam iman kepada Yesus Kristus pada 14-4-2019. Kematian adalah kemenangannya menyongsong kedatangan Yesus Kristus dalam kebangkitan pertama bagi orang-orang percaya. Eulogi Lukas Tahir. Deep Condolence.

Luther Kembaren dan Megamanta Oktarina

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

"Potensi Konflik Pilpres 2019 Bukan Karena Konstestasi Ideologis,Tetaplah Waspada"

Tue Apr 16 , 2019
Jakarta, majalahgaharu.com.Penyelenggaraan Pemilihan Presiden-Wapres 2019 merupkan momentum demokratis, dengan menampilkan konstestasi pasangan capres-cawapres untuk merebut suara dukungan dari masyarakat, konstestasi ini tentunya tidak terlepas dari munculnya kerawanan konflik, baik pra maupun pasca pemungutan suara di Pilpres tersebut, namun demikian ada suatu suasana yang di wacanakan bahwa dapat memicu terjadinya polarisasi […]

You May Like