Gunung Emas, majalahgaharu.com Perjalanan misi mengunjungi gereja-gereja yang terpencil di pedalaman Kalimantan Tengah Jumat 11/5/19, menyisakan cerita yang menarik sekaligus mengharukan. Bagaimana perjuangan sebuah perintisan membangun gereja di pedalaman, sementara kehidupan para pendeta itu sendiri belum pasti. Seperti yang dikisahkan Pdt Markus Awang, saat ketemu dalam pelayanan misi hari kedua tepatnya di desa Tumbang Rahuyan masih kawasan Kabupaten Gunung Emas, setelah menempuh jarak 3 jaman dari pusat Kabupaten Gunung Emas,Kalteng.
Desa Rahuyan merupakan sebuah desa yang terletak di pinggiran sungai Rungun di mana masyarakatnya masih mengandalkan ternak babi yang dipelihara di kandang-kandang dekat rumahnya. Nampak sebagai desa yang khas dari suku Dayak. Pdt Markus Awang adalah gembala gereja GBI Tumbang Rahuyan, sebuah gereja yang sudah dirintis sepuluh tahunan yang lalu, dan kini justru jemaatnya berangsur-angsur makin berkurang. Kenapa, karena mereka merasa kecewa sudah sepuluh tahun membangun gereja, namun hingga kini masih berujud pondasi saja, malah ada beberapa tiang pancang sudah roboh.
Menurut Markus awalnya membangun gereja ini dimulai tahun 2010, saat itu semangat jemaat begitu menggelora, hal ini dibuktikan dengan semangat mereka membangun gereja dengan kemampuan sendiri. Bagaimana tidak, jemaat yang kebanyakan kaum perempuan rela menyelam ke dasar sungai yang airnya cukup deras untuk mencari batu.
Setelah menyelam mencari batu mereka mengangkutnya sendiri ke atas untuk membuat pondasi. “Kalau ingat waktu itu bagaimana semangatnya jemaat untuk memiliki gereja sendiri sangat mengharukan”, saksinya mengenang. Benar saja dengan swadaya sendiri akhirnya pondasi dan beberapa tiang pun berdiri, Saat itu bulan Desember diadakan perayaan natal dengan memasang tenda dan menyewa kursi di tempat di mana gereja di bangun.
Sungguh membanggakan sekalipun gereja belum jadi tapi perayaan natal sudah dapat dilakukan ditempat tersebut. Saat itu perayaan natal sudah selesai seluruh jemaat dan tamu undangan di ajak makan di rumah mertua Pdt Markus yang jaraknya sekitar sepuluh meter. Tiba-tiba turunlah hujan lebat disertai angin, akibat derasnya hujan tiang yang dipasang di gereja itu dua roboh karena tak kuat menahan tenda yang terkena hujan. Sehingga suasana tempat perayaan natalpun porak poranda.
Setelah reda Pdt Markus Awang pria asli NTT ini bersama beberapa jemaat hendak merapikan tenda dan semua perlengkapan yang ada seperti kursi sound system dan lain-lainnya. Dalam benak pendeta Markus akan kena denda kalau kursi patah ataupun alat yang disewa lainnya rusak karena kejatuhan tiang yang roboh.
Sungguh mengherankan setelah dirapikan semua kursi-kursi masih utuh satupun tak ada yang rusak demikian dengan alat-alat lainya. Tentu kejadian itu membuatnya sangat terharu, ternyata dibalik situasi yang awalnya sudah cemas karena harus bertanggung jawab kalau ada kerusakan ternyata tak terjadi apa-apa. “Mujizat Tuhan memang nyata, padahal tiang yang roboh itu tak mengenai tumpukan kursi yang secara logika pasti akan tertimpa”, saksinya berkaca.
Namun sayang, setelah sekian lama gerejapun tak kunjung selesai, karena memang tak ada biaya lagi jemaat yang tadinya semangat menjadi apatis, akibatnya mereka pindah dan meninggalkan gereja. Saat ini masih ada beberapa jemaat, agar tetap semangat kini dibangunlah tempat darurat sebagai ibadah disisi bawah gereja yang akan di bangun.
Di tengah kegalauan dan hampir putus harapan bagaimana melanjutkan pembangunan gereja, ternyata Tuhan utus hambaNya untuk datang ke Tumbang Rahuyan, tentu saja kehadiran misi dari Jakarta di bawah koordinator Polotua Simbolon memberikan secercah harapan kembali. Agar apa yang sudah diberikan itu, menjadi sarana untuk melanjutkan pembangunan gereja tersebut. Dengan pembangunan itu selesai jemaat yang selama ini putus harapan akan bangkit lagi untuk beribadah. Ki Ucup