“Bubarkan BPJS,Ganti Dengan Badan Koperasi Jasa Pelayanan Kesehatan”

Ayo Bagikan:

Jakarta, majalahgaharu.com UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Negara (SJSN) dan UU Nomer 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah diterapkan. Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) didirikan atas dasar UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU Nomer 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Kedua UU tersebut justru mengatur tentang asuransi sosial yang akan dikelola oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial. Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosisal itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial.
Dalam Pasal 17 ayat (1), (2), (3) juga disebutkan bahwa peserta harus membeli premi guna melindungi dirinya sendiri dari bencana sosial. Apalagi ayat (2) Pasal 17, mengharuskan pemberi kerja memungut sebagian upah pekerjanya untuk dibayarkan ke pihak ke tiga yang notabene milik Pemerintah.

Tentang prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS dimana pada Pasal 1 huruf g) dan Pasal 14 serta Pasal 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib. Bila ini asuransi, dan bersifat gotongroyong (huruf a Pasal 4), mengapa peserta diwajibkan. Juga disebutkan dalam huruf b) prinsip nirlaba. Tapi mengapa dibolehkan adanya investasi dan pencarian manfaat (istilah lain dari keuntungan), yang tentu saja terbuka kemungkinan terjadi kerugian.

BPJS secara keseluruhan nampak seperti membebani masyarakat. Belum lagi rencana kenaikan iuran dan keharusan seluruh masyarakat terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan mulai tahun 2019. BPJS adalah sebuah lembaga swasta yang ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Jika kita perhatikan lebih jauh, BPJS tidak ubahnya seperti praktik asuransi konvensional. Hanya saja BPJS merupakan lembaga swasta yang mendapat izin resmi  dari pemerintah untuk melakukan asuransi kesehatannya bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan asuransi konvensional harus bekerja keras untuk mendapatkan pelanggannya sendiri.

Orang-orang yang mendukung terhadap kehadiran BPJS mengatakan bahwa, BPJS telah menolong jutaan rakyat miskin di Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan secara gratis dari negara. Agaknya pendapat tersebut perlu ditarik kembali, fakta bahwa pemerintah tidak ikut andil sedikit pun dalam BPJS kecuali sebagai regulator saja serta adanya sejumlah premi yang harus dibayar setiap bulannya oleh beberapa golongan masyarakat menunjukkan bahwa negara sama sekali tidak menjamin kesehatan rakyat manapun.

Secara fundamental melalui kebijakan di atas telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah jaminan sosial menjadi asuransi sosial. Padahal makna ‘jaminan sosial’ jelas berbeda sama sekali dengan ‘asuransi sosial’. Padahal jaminan sosial adalah kewajiban Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat sebagai peserta harus membayar premi sendiri. Itu artinya rakyat harus melindungi dirinya sendiri. Pada jaminan sosial, pelayanan kesehatan diberikan sebagai hak dengan tidak membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan pada asuransi sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi maupun penyakit yang diderita.

UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Negara (SJSN) dan UU Nomer 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah memposisikan hak sosial rakyat berubah menjadi komoditas bisnis. Bahkan dengan sengaja telah membuat aturan untuk mengeksploitasi rakyatnya sendiri demi keuntungan pengelola asuransi. Artinya, apabila hak sosial rakyat didekati sebagai komoditi bisnis, maka posisi rakyat yang sentral substansial direduksi menjadi marjinal residual.

Sementara kepentingan bisnis justru ditempatkan menjadi yang sentral substansial.
Ini tentu sangat berbahaya karena berarti negara telah mempertaruhkan nasib jutaan rakyatnya kepada kuasa pasar, dimana dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini pasar mengemban semangat kerakusan yang predatorik yang dikendalikan oleh kekuatan kapitalis global yang bakal merongrong hak sosial rakyat melalui badan-badan usaha asuransi.

Namun kalau penanganan Pelayanan Kesehatan Masyarakat menerapkan sistem Koperasi, maka Pemerintah dapat terlibat di dalam sistem ini bukan saja Sebagai regulator saja melainkan berperan Strategis memberdayakan dan mengawasinya, di sistem Koperasi ini terdapat Sisa Hasil Usaha sebagai wujud tabungan anggota sekaligus dapat menjadi modal untuk memberikan tanggungan untuk memberdayakan anggota lain(subsidi silang) dan biaya Pengobatan anggota bisa ditanggung dari simpanan pokok, simpanan wajib, SHU dan kerjasama dengan pihak Swasta maupun Pemerintah.

Karena itu, perlu segera,Negara membubarkan BPJS, dan diganti dgn Badan Koperasi Jasa Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sebagai wujud penerapan sistem ekonomi Pancasila.
Penulis Ign Tricahyo.

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Pdt. Manuel Raintung Kehadirannya Ingin Memperkuat Peran PGI Dalam Gerakkan Kebersamaan Lintas Gereja

Sat Sep 21 , 2019
Jakarta, majalahgaharu.com Kiprahnya diranah pelayanan terutama digerakan oikumene serta gerakan lintas agama tak perlu diragukan lagi. Pdt Manuel Raintung, MT.h  gembala jemaat GPIB Horeb Kramatjati Jakarta Timur, mengawali pelayanan dengan ditahbiskan sebagai gembala jemaat di Yogyakarta tahun 1991. Tidak lama setelah ditahbiskan Manuel yang baru saja terpilih menjadi wakil sekretaris […]

You May Like