Jakarta, majalahgaharu.com Mahasiswa perlu juga dibekali bagaimana memiliki leadership yang mebawa perubahan atau transformative, untuk menuju perubahan itu menyangkut tiga hal, pengetahuan/ilmu, jiwa dan karakter dan yang paling utama adalah karakter, ungkap Pdt Gunadi Gunawan salah satu narasumber dalam seminar transformational leadership yang digelar oleh Sekolah Ttinggi Teologia (STT) Tri Bakti Indonesia bertempat di Gereja GPIB kawasan kampus STT Tri Bakti Indonesia, Sabtu 21/9/19, jalan Madya Kebantenan, Semper Jakarta Utara.
Pdt. Dr. Bandar Panggabean, SH., M.Th ketua STT Tri Bakti Indonesia menyampaikan paparan terkait perjalanan STT Tri Bakti Indonesia yang saat ini membuka perkuliahan untuk S1 Program Studi Sarjana Teologi (S.Th) dan Prodi Sarjana Pendidikan Agama Kristen (S.Pd) serta untuk S2 dengan program Magister Teologi (M.Th) dan Magister Pendidikan Agama Kristen (M.Pd).
“STT Tri Bakti yang telah berusia empat tahun punya kerinduan supaya anak-anak Tuhan di desa-desa yang ingin belajar Alkitab dapat belajar disini. Mahasiswa yang mengikuti pendidikan di STT Tri Bakti ada dari berbagai daerah,” ungkapnya.
“Dalam kesederhanaan mahasiswa belajar untuk ditempa menjadi panji-panji Kristus yang siap memperkenalkan Kristus di desa-desa,” ungkapnya lagi.
Pdt Gunadi Gunawan yang juga seorang pengusaha dalam wawancara singkatnya mengatakan “Pendidikan karakter diharuskan karena transformasional leadership bertujuan merubah karakter terburuk menjadi terbaik, memimpin diri sendiri dulu baru bisa memimpin dan mempengaruhi orang lain, para calon pendeta harus dibekali bukan saja ilmu teologi tapi juga materi kewirausahaan dan penguasaan teknologi kekinian” Terangnya.
Dr. Bandar Panggabean, S.H., M.Th. Ketua STT Tri Bakti Indonesia yang juga berprofesi pengacara mengatakan “Seminar ini diadakan bagaimana supaya para mahasiswa dan mahasiswi bermental wiraswasta dan memiliki motivasi yang kuat, kami ada matakuliah entrepreneur walau sebatas teori saja dan seminar ini untuk lebih menguatkan. Saat ini kami sudah memiliki 60 siswa untuk program strata satu dan sudah berjalan selama 4(empat) tahun” terangnya.
Tantangan menjadi tenaga seorang hamba Tuhan yang melayani tetapi juga dituntut untuk mandiri agar kehadirannya berdampak bagi jemaat serta masyarakat, maka perlu dipersiapkan tenaga terdidik dibidang Kerohanian yang sekaligus memiliki nilai tambah keterampilan manajemen dan kewirausahaan.
Dalam rangka membekali mahasiswa STT Tri Bakti Indonesia memenuhi kualifikasi itu, maka siang itu STT Tri Bakti Indonesia menggelar seminar bertajuk, “Transformational Leadership”, dengan menghadirkan narasumber berlatarbelakang entrepreneurship atau pengusaha, dihadiri sekitar 60 mahasiswa S1, S2 serta tamu undangan.
Materi dan nara sumber yang menyampaikan materi antara lain, Pengusaha dan Hamba Tuhan Berkolaborasi disampaikan Dr. Bandar Panggabean, S.H., M.Th.(Ketua STT Tri Bakti Indonesia). Transformasi Leadership disampaikan Dr. Gunadi Gunawan, M.Th. Life Management Through Character disampaikan Fernando Conan., CB, CPC.Materi Hamba Tuhan Berjiwa Entrepreneur disampaikan Teddy Agustyansyah Chairman MSI Group dan sesi terakhir Creative Thinking Skill disampaikan Tanu Widjaja, SE, MA, CBC.
Pdt. Gunadi Gunawan yang juga seorang pengusaha dalam wawancara singkatnya mengatakan “Pendidikan karakter diharuskan karena transformasional leadership bertujuan merubah karakter terburuk menjadi terbaik, memimpin diri sendiri dulu baru bisa memimpin dan mempengaruhi orang lain, para calon pendeta harus dibekali bukan saja ilmu teologi tapi juga materi kewirausahaan dan penguasaan teknologi kekinian” Terangnya.
Dr. Bandar Panggabean, S.H., M.Th. Ketua STT Tri Bakti Indonesia yang juga berprofesi pengacara mengatakan “Seminar ini diadakan bagaimana supaya para mahasiswa dan mahasiswi bermental wiraswasta dan memiliki motivasi yang kuat, kami ada matakuliah entrepreneur walau sebatas teori saja dan seminar ini untuk lebih menguatkan. Saat ini kami sudah memiliki 60 siswa untuk program strata satu dan sudah berjalan selama 4(empat) tahun” terangnya.
Bandar juga menambahkan bahwa pendeta juga harus memiliki kemampuan berwirausaha agar mampu menopang pelayanannya, memang ini berbeda di era 60-70 an bahwa menjadi pendeta atau hamba Tuhan memiliki garis tegas. Menjadi pendeta pure untuk melayani dan tidak boleh bekerja apalagi berusaha atau bisnis.