Bogor, majalahgaharu.com-Pada pukul 17.48 Wita, kurang lebih 50 orang megatasnamakan ormas Waraney dari desa Tumaluntung yang di pimpin oleh Ibu berinisial NM melaksanakan pengrusakan Musolah Al – Hidayah Perum Agape Desa Tumaluntung, Kecamatan. Kauditan, karena jamaah tabliq dari Makasar yang datang Ibadah di Mushola tidak sesuai dengan surat ijin yang disampaikan yang mana jumlah jamah tabliq yang disampaikan berjumlh 10 orang akan tetapi buktinya melebihi atau berjumlh sekitar 20 orang.
Perbuatan tersebut adalah perbuatan kriminal murni yang menghalangi warga negara untuk menjalankan hak konstitusinya dalam menjalankan kebebasan untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya, yang mendapat jaminan untuk dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara, sebagaimana termaktub di dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”, sehingga para perusak tersebut harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Sugeng Teguh Santoso ketua DPD PSI kota Bogor dengan ini menyatakan sikap: Pertama, Mengecam keras perbuatan pengrusakan Musolah Al – Hidayah Perum Agape Desa Tumaluntung, Kec. Kauditan, yang eikualifisiar sebagai perbuatan kriminal yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud di dalam pasal 170 KUHP;
Kedua, Mendesak Pemerintah untuk mengambil perannya dengan melakukan tindakan hukum atas perbuatan pengrusakan tersebut karena tindakan kriminal tersebut tidak boleh ditoleril karena model pendekatan mayoritas adalah model yang buruk sehingga secara konstitusional pemerintah harus mengambil tindakan untuk melindungi hak hak konstitusional minoritas
Ketiga, Mendesak Kepolisian untuk melakukan proses hukum atas tindakan pengrusakan tersebut, dan tidak boleh memihak ke ada mayoritas.
Keempat, Pola pendekatan mayoritas yang sewenang-wenang ke ada kelompok minoritas harus dihapuskan, karena bila dibiarkan perbuatan mayoritas yang melakukan prosekusi terhadap minoritas, maka akan tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga kepolisian, TNI, dan Pemerintah daerah harus memberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi minoritas untuk menjalankan keyakinan dan agamanya;
Kelima, Perbedaan pendapat terkait hak atas keyakinan dan beragama di tingkat masyarakat wajib diselesaikan dengan cara dialogis dalam kedudukan yang setara yang difasilitasi oleh pemerintah. Demikian siaran pess yang diterima majalahgaharu.com.