Jakarta, majalahgaharu.com-Tinggal menghitung hari helatan akbar bagi kaum Injili Indonesia akan segera di gelar, tepatnya di kota Medan, Sumatera Utara. Menarik setiap organisasi besar menggelar Musyawarah nasional issue pergantian pengurus inti, terutama ketua umum menjadi pusat perhatian tersendiri.
Demikian pula Persekutuan Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia (PGLII) yang akan menggelar munasnya dari tanggal 16-20 Maret di kota Medan. Dari beberapa penelusuran oleh wartawan yang tergabung dalam PEWARNA, menguat adanya beberapa tokoh terutama generasi ke dua mulai bermunculan sosok yang layak membawa PGLII ke depan, agar PGLII makin diperhitungkan dalam kiprahnya di pentas nasional melengkapi pergerakan saudara tuanya PGI maupun PGPI .
Sosok seperti Anton Tarigan yang sukses menggelar even international dalam General Assembly World Evangelical Alliance (WEA) , Deddy Madong konsistensinya membesarkan PGLII sudah terbukti, putra dari pendeta Sigarlaki, Hasudungan Manurung termasuk wartawan sinior Robby Repi. Lalu seperti apa gambaran mereka tentang PGLII yang diklaim merupakan sebuah lembaga aras terbesar di Indonesia ini.
Pendeta Anton Tarigan sosok muda yang baru saja menorehkan sukses besar dalam helatan internasionalnya bagi kaum Injili di dunia, ketika dimintai pandangannya tentang PGLLI tegas bahwa PGLII sebuah lembaga yang establish terbukti sudah memiliki aturan main yang jelas, semua itu tak terlepas dari para pendirinya yang tergolong hebat, seperti Pdt. Chris Marantika, Pdt. Petrus Octavianus dan beberapa tokoh lainya yang rata-rata sudah berkiprah di level internasional.
“Saya melihat PGLII ini sebuah lembaga yang sangat komit terhadap panggilannya, bersekutu dan memberitakan Injil”, terang jebolan salah satu perguruan tinggi Australia ini.
Memang PGLII focus pergerakannya dalam penginjilan dan tetap konsisten hingga kini, terlepas orang suka atau tidak kalau PGLII memang yaitu berjalan dalam visinya dalam ranahnya. Pengurus PGLII sendiri juga sangat terbuka dengan perkembangan jaman itu, nampak dalam perekrutan pengurus masa periode Pdt Dr. Ronny Mandang yang memasukan kepengurusan anak muda sekitar 30 persen lebih. Bahkan dalam HUT nya yang diadakan di GEKARI tahun lalu, Pdt Ronny tegas bahwa saatnya PGLII mendorong anak muda untuk maju ke depan berkiprah dengan lebih baik.
Tentang kiprah PGLII di mata Anton, para senior PGLII perannya sangat bisa diterima di semua pihak, seperti ketika ada hajatan yang dilakukan PGI Unity Of Celebration disitu Pdt Nus Reimas yang merupakan majelis pertimbangan PGLII yang juga mantan ketua Umum PGLII dua periode menjadi ketua panitia. Belum lagi dalam FUKRI, PGLII sangat aktif dan bisa dikatakan menjadi perekat bagi tujuh lembaga aras dan KWI.
Berangkat dari kiprah nyata ini, Anton menegaskan bahwa PGLII di rekan sepelayanan di kancah nasional bersama dengan aras-aras lain bisa menempatkan diri. Artinya secara gerakan oikumene PGLII bisa dikatakan mumpuni, namun demikian ketika bicara perannya di tingkat pemerintahan memang masih sangat kurang.
“Ke depan ini tentu menjadi tugas kita bersama untuk membangun hubungan dengan pemerintah, karena bicara organisasi level nasional pengakuan dari sang pemegang otoritas itu sangat penting, sekalipun secara ekssitensi PGLII tak perlu diragukan perannya”, ungkap konsultan salah satu kedutaan ini.
Mengenai kepemimpinan ke depan jelas bahwa setiap zaman ada pemimpinnya, Soekarno hebat pada masanya, tetapi pertanyaanya apakah tepat di era saat ini, itulah yang menjadi pertanyaan besarnya. Artinya masing-masing pemimpin itu ada eranya, demikian pula di PGLII masing-masing dari mereka sudah melakukan kepemimpinan yang hebat pada masanya dan di jalaninya dengan baik sejak Pak Octavianus hingga Pdt Ronny Mandang.
Mereka semua sudah menorehkan prestasinya tentu dengan catatan-catatan lainnya. Nah, kalau bicara ke depan siapa pemimpinnya, PGLII itu sudah punya mekanismenya yang sangat jelas dan baik, AD/ART sudah jelas bahwa tidak menginjinkan pemimpin terlalu tua demikian sebaliknya. Sistemnya sudah ada dan jelas ini juga ciri organisasi yang sudah establish.
Pemilihan Ketua umum tergantung apa maunya peserta ada rule of the game inilah yang harus ditaati peserta.
Anton sendiri ketika ditanyakan bagaimana dengan kesiapan kalau seandainya dikehendaki anggota PGLII memimpin ke depan. “Saya sendiri sepanjang ini tak menyetel hidup saya mau jadi apa termasuk apakah mau jadi ketua umum, termasuk ketika dipilih menjadi ketua panitia WEA yang lalu mau mengelakpun tidak bisa, namun selama tugas itu dipercayakan saya akan kerjakan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi”, ucapnya mantab.
Mengenai tugasnya sendiri sebagai ketua komisi luar negeri, Anton merasa bersyukur karena bisa melaksanakan tugas yang diembannya dengan baik, termasuk membangun kembali jaringan luar negeri yang dulu sempat terputus, hal ini dibuktikan atas kepercayaan mereka menjadikan PGLII tuan rumah gelaran GA WEA yang lalu, dan kehadiran mereka saat WEA berlangsung itu juga konkrit, tutupnya.