Jakarta, majalahgaharu.com-Perjuangan untuk kemajuan bangsa terus dilakukan oleh HP Panggabean mantan Hakim Agung RI yang saat ini konsen bergerak di bidang hukum adat dan budaya. Sepak terjangnya yang terus melestarikan budaya diwujudkan dengan beberapa festival yang diselenggarakan tiap tahun.
HP Panggabean melihat baahwa kondisi bangsa Indonesia yang sudah berusia 75 tahun, namun belakangan masalah intoleransi radikalisme, terorisme dan peneggakan hukum rasanya masih belum terwujud. Sementara dengan dasar negara yaitu Pancasila seharusnya mampu sebagai pilar utama dalam membangun bangsa ini.
Justru belakangan ini Pancasila malah terancam karena adanya gerakan beberapa kelompok yang mau mengubahnya menjadi dasar agama tertentu. Sehingga apa yang dicita-citakan tentang kesejahteraan dan keadilan sosial rasanya masih jauh terwujud
HP Panggabean mantan Hakim Agung yang saat menjadi ketua Kemerhudata sebuah lembaga yang memperjuangkan adat dan budaya ini melihat bahwa era presiden Joko Widodo cukup baik dalam memimpin dua periode ini indikasi majunya adalah presiden telah bisa rasionalisasikan demokrasi ekonomi .
Maksudnya Freport yang dulu pihak Indonesia hanya mendapakan 10 % sekarang sudah bisa mendapatkan saham 52%. Bandingkan sebelum Joko Widodo menjadi presiden, kemana hasil frefort itu, sekalipun kita sama-sama tahu ketika itu banyak elit politik bermain dalam bisnis frepot .
Kasus papa minta saham salah satu kasus yang mencuat luas dan menjadi komsumsi publik. Dengan dikuasai saham Freeport menunjukan tanda kemajuan, lihat saja dalam 2-3 tahun ini kita akan kaget hasil keuntungan buat Indonesia dari Freeport.
Kemudian menanggapi salah satu pejabat negara yang mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa merebut freeport karena terikat perjanjian terdahulu yang mengikat dan itu baru bisa kalau dibawa kepengadilan arbitrase.
Konon dari hasil freport itu diperkirakan satu hari satu ton emas lalu bagaimana kalau setahun pasti banyak, sedangkan perkara pengadilan Arbitase juga harus tunduk pengadilan internasional.
Kembali kepada persoalan bangsa ini baik dari sisi masih maraknya intoleransi dan lemahnya penegakan hukum, menurut HP Panggabean dalam mengatasi tersebut harusnya peranan masyarakat hukum adat harus dilembagakan, bicara desa adat dari dahulu adalah desa mandiri dimana stuktur kepemerintahannya sudah ada dari kepala desa sampai bawahannya, demikian pula ketika ada sengketa atau masalah hukum juga ada pengadilan adat dan dari zaman Belanda sampai dan Jepangpun dipakai hukum adat.
Namun sejak tahun 1951 peradilan adat dihapuskan di Indonesia, dan baru sekarang kembali lagi dihidupkan hukum adat seperti di Bali, Kalteng, Papua Barat, Aceh dan Sumatra Barat.
Agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengembalikan nilai-nilai luhur setiap daerah dari adat budayanya, HP Panggabean bersama lembaganya rencana mengamademen UU tersebut dengan membawa 300 raja adat ke pengadilan, tujuannya agar di MPR ada utusan adat untuk ikut menyusun GBHN .
Indikasi Terhalang Indonesia maju 1945
Dalam situasi negara seperti ini Dr HP Panggabean SH MS yang merupakan Anggota Dewan Mangaraja Lembaga Adat Budaya Batak ( LABB ) mengatakan ada beberapa indikasi terhalang Indonesia Maju adalah Nawacita belum ditingkatkan sebagai program kerja nasional lanjutan jadi diperlukan amendemen UUD 45 untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara ( GBHN ),dan bila terlaksana isi Nawacita dapat dijadikan swalah satu landasan awal GBHN 2025-2045, Jadi kegagalan pembentukan GBHN bisa menjadi salah satu indikasi terhalangnya tujuan Indonesia maju pada tahun 2045.
Lalu penyaluran Anggaran Dasar Desa yang tidak mampu dipahami pemerintah daerah terhadap peranan Lembaga Adat Desa sebagai mitra kerja pemerintahan desa adat bisa membuat kegagalan dalam menjalankan program pemerintah sebab LAD dapat menyusun serta mengawasi Alokasi Dana Desa .
Kemudian Undang-undang No.6 Tahun 2014 tentang desa adalah kriteria pembentukan desa harus diikuti pemberdayaan kesatuan masyarakat hukum adat. Tetapi tahun 1951 sudah dihapuskan tentang hukum adat.
Disisi lain Dr H. Panggabean SH.MS mengatakan, kerusakan ecosystem karena masyarakat hukum adat tidak diberdayakan untuk mengawasi dan melestarikan lingkungan hidup dalam lingkungan hutan ulayat. Belum lagi retaknya hubungan kekerabatan anak rantau dengan warga desa asal membuat masyarakat hukum adat terganggu.
Orang muda desa yang merantau sebagai stake holder perekonomian desanya karena bekerja dikota membuat tenaga pertanian dan perkebunan sangat terbatas didesa. Oleh karena itu terjadinya fenomena sosial didesa karena penghapusan hukum adat , sebab peran pemerintah tidak akan mampu mengatasi berbagai konflik kultural didesa seperti kasus pertanahan.