Majalahgaharu-Jakarta – Secara kompak Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) akan menggugat Sengketa Kewenangan Lembaga dalam UU Otsus No. 21 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini dilakukan dalam rangka mencari kebenaran dan keadilan setelah selama ini kedua lembaga tinggi di Papua ini tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi UU Otsus 21 Tahun 2021 tentang Papua dan Papua Barat.
Bertempat di sebuah hotel bilangan Wahid Hasyim Jakarta Pusat Rabu 16/6/21 Ketua MRP Timotius Murib dan Ketua MRPB Maxsi Nelson, SE bersama Anggota MRP/MRPB secara bersama menandatangani dan memberikan Surat Kuasa kepada DPN PERADI Rumah Bersama Advokat (RBA) diterima langsung Sekjen Imam Hidayat, SH, MH. DPN PERADI RBA diberi kewenangan penuh untuk menggugat Sengketa Kewenangan Lembaga dalam UU Otsus No 21 Tahun 2021 tentang Papua dan Papua Barat. Dalam gugatan, masyarakat Papua dan Papua Barat yang diwakili MRP dan MRPB sebagai pemohon dan pemerintah/presiden sebagai termohon.
.“Kami ingin kebenaran dan keadilan ditegakkan. Selama ini MRP dan MRPB seolah ditinggalkan dan tidak pernah dilibatkan pemerintah dalam perubahan atau revisi UU Otsus No 21 Tahun 2021 yang sedang digodok bersama pemerintah dan DPR. Pasal 77 terkait kewenangan MRP dan MRPB, karena itu kami sepakat berjuang secara legal dengan menggugat ke MK,” tutur Timotius Murib.
Menurutnya, UU No 21 Tahun 2021 tentang Otsus Papua dan Papua Barat memberi kewenangan sebanyak 24 tetapi selama ini hanya 4 yang diberikan pemerintah. Kami ini mewakili masyarakat Papua punya jaringan hingga grassroot tetapi selama ini MRP/MRPB ditinggalkan begitu saja. Ketua MRP ini juga menyesalkan karena pihaknya dihalangi untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan masyarakat Papua untuk memberikan aspirasi ke pemerintah.
Sedangkan Ketua MRPB Maxsi Nelson, SE menegaskan bahwa MRP/MRPB menuntut pada negara dan pemerintah yang sebenarnya sudah sangat salah.
“Kami intinya tidak melawan negara tapi menuntut kebenaran yang menyangkut Pasal 77. Ada kejanggalan perubahan UU No 21 Tahun 2021, ada dua lembaga (MRP dan MRPB) negara ini seolah dihilangkan negara. Negara memandang kami sebelah mata. Kami sangat rasakan itu. Sering pemerintah konsultasi langsung ke DPRD dan tokoh masyarakat tanpa melalui dan seharusnya terlebih dahalu dengan MRP dan MRPB, yang keberadaan dan kewenangannya diatur dalam UU No 21 Tahun 2021,” tegasnya.
Lanjutnya, perubahan UU Otsus Papua tidak lebih baik dari sebelumnya, hanya berpusat pada revisi Pasal 76 dan 77 yang terkait anggaran keuangan dan pemekaran wilayah. Kami (MRP dan MRPB) ingin semua pasal dibahas dengan melibatkan rakyat Papua. Karena itu, Negara harus membuka ruang untuk rakyat Papua dan Papua Barat untuk duduk bersama melakukan perubahan UU No 21 Tahun 2021 tentang Otsus Papua dan Papua Barat.
“Sekali lagi kami tegaskan di sini, bukan untuk melawan negara tapi hanya menuntut keadilan. Kami ini bagian dari NKRI juga. Karena itu, kami menuntut hak dan diperlakukan sama hak dengan saudara kami rakyat Indonesia lainnya, untuk mencari kebenaran dan keadilan untuk rakyat Papua,”ungkapnya.
Seperti diketahui, MRPB telah sukses menyelenggarakan RDP bersama rakyat Papua. Sayangnya hasil dari RDP tidak bisa disampaikan ke pemerintah, karena pemerintah enggan atau menutup pintu dengan MRPB. “Kami tidak tahu harus menyerahkan kepada siapa, karena instansi berwenang tidak menerima,” tukasnya sembari menyayangkan.
Sementara itu, Sekjen DPN PERADI RBA Imam Hidayat, SH, MH pada kesempatan itu menyatakan terimakasih karena MRP dan MRPB telah mempercayakan DPN PERADI RBA untuk pemegang kuasa menggugat sengketa kewenangan lembaga di Mahkamah Konstitusi.
“Terimakasih atas kepercayaan dari MRP dan MRPB untuk memberikan amanah penting ini. Ini sebagai kewajiban siapapun yang harus diperjuangkan dalam NKRI bukan dengan separatis. Apa yang sudah dilegalkan hukum dan konstitusi harus dilangsungkan dengan baik. Harus sesuai dengan asas hukum yakni kepastian, keadilan dan kemamfaatan. Bagaimanapun kebijakan akan Papua dan Papua Barat tanpa melibatkan MRP dan MRPB adalah tidak adil. Ini menggugah kita sebagai penesihat hukum dan advokat untuk melakukan gugatan di MK mengenai sengketa kewenangan lembaga tentu dengan mengedepankan hukum konstitusi,” ujarnya.
Gugatan ini yakin dimenangkan 100 bahkan 1000 persen menang, karena itu mari dukung semua. Ini untuk kebaikan Indonesia dan tidak ada sama sekali niat jahat. Mudah-mudahan MK menerima gugatan dan dikabulkan.
Dijelaskan Dr. Roy Rening, SH, MH selaku salah satu kuasa penggugat, pihaknya hari ini sudah berkoordinasi dengan bagian hukum MK, rencana besok Jumat (16/06/2021) kuasa hukum akan mendaftarkan gugatan terlebih dulu, kemudian bersama Ketua MRP dan MRPB dan seluruh anggota kedua lembaga tertinggi di Papua dan Papua Barat akan audensi dan selanjutnya mengadakan konferensi pers.
“Kita berharap semua yang hadir besok tetap harus menjaga prokes ketat, karena ada peningkatan corona di Jakarta. Karena itu setalah di daftarkan oleh kuasa hukum pukul 9.00 baru perwakilan dari MRP dan MRPB merapat ke MK yang akan dipimpin pengacara sinior Saor siagian, patuhi dan tertib demi kebaikan kita semua,” ajak pengacara terpidana mati Tibo cs ini.