Jakarta majalahgaharu Mencermati perkembangan penegakkan hukum penodaan agama (blasphemy) dan ujaran kebencian (hate speech) berbasis SARA di Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”), maka dengan ini kami, Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (“PPHKI”) Fredrik J Pinakunary menyampaikan sikap dan pandangan kami sebagai berikut:
Pertama, Sebagai bangsa yang besar dan majemuk dengan jumlah penduduk 271 Juta orang, 6 agama dan aliran kepercayaan, 300 kelompok etnik, dan 1340 suku bangsa, kebhinnekaan NKRI telah dipersatukan oleh Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup (falsafah) dalam berbangsa dan bernegara.
Kedua, Kepekaan bersama anak bangsa atas isu penodaan agama dan penegakkan hukumnya telah menjadi suatu aspek penting yang berpengaruh pada kesatuan dan persatuan bangsa. Oleh karena itu, kami menentang segala bentuk tindakan penodaan agama dan ujaran kebencian (hate speech) berbasis SARA yang dapat memecah belah kesatuan bangsa.
Ketiga, Kami mengapresiasi proses hukum yang dilakukan POLRI terhadap Yahya Waloni, dan meminta POLRI juga menuntaskan penyelidikan dan penyidikan atas adanya beberapa laporan polisi yang diajukan oleh kelompok masyarakat, diantaranya:
Dugaan Penodaan Agama oleh Ustad Abdul Somad :
- A/n Pelapor GAMKI: Laporan No. LP/B/0725/VIII/2019, tanggal 19 Agustus 2019 terkait Ceramah Ustad Abdul Somad yang diunggah FSRMM TV di kanal Youtube tanggal 18 Agustus 2019 di Bareskrim Mabes POLRI
- A/n Pelapor Ormas Brigade Meo: Laporan No. LP/B/290/VIII/RES.1.24/2019/SPKT tanggal 17 Agustus 2019 di Polda NTT.
- A/n Pelapor Ormas HBB (Horas Bangso Batak): Laporan No. LP/5087/VIII/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 19 Agustus 2019 di Polda Metro Jaya.
- Dugaan Penodaan Agama oleh Muhammad Rizieq Sihab:
- A/n Pelapor Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI): Laporan No.LP/6344/XII/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus tanggal 26 Desember 2016 Di Polda Metro Jaya.
- Dugaan Penodaan Agama oleh Desak Made Darmawati
- a/n Pelapor 4 Ormas Hindu Bali: Laporan No.LP/B/0260/IV/2021/BARESKRIM tanggal 21 April 2021 di Mabes POLRI.
Keempat, Bahwa Laporan Polisi (LP) tersebut di atas bukan merupakan kehendak agar ketentuan Tindak Pidana Penodaan Agama (Pasal 156a KUHP) dan ujaran kebencian secara elektronik (Pasal 28 ayat 2 UU ITE) diterapkan secara berlebihan di NKRI. Namun untuk memastikan bahwa ketentuan penodaan agama dan ujaran kebencian diberlakukan secara adil dan tidak diskriminatif serta wujud penerapan nilai-nilai Pancasia dan UUD 1945. Hal ini juga merupakan sikap dari aras gereja antara lain Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga Injili (PGLII), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dll.
Kelima, Kami menyerukan agar penegakkan penodaan agama tidak mengesampingkan berlakunya UU PNPS No. 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Jo. Putusan MK No. 140/PUU-VII/2009 Jo. Putusan MK No. 84/PUU-X-2012, serta memastikan kriminalisasi Tindak Pidana Terhadap Agama dalam Rancangan KUHP kualitasnya tidak lebih rendah dari ketentuan saat ini, karena Rancangan KUHP ternyata belum seluruhnya mengadopsi UU PNPS No. 1 Tahun 1965 dan kedua Putusan MK di atas, serta menambahkan Pasal 306 RKUHP mengenai tindak pidana penghasutan peniadaan keyakinan seseorang terhadap agama yang bersifat karet dan multitafsir.