FLORES , NTT-MAJALAH GAHARU Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menyerukan kepada para pemuda di Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk membuat konten-konten tentang kearifan lokal, dalam rangka mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini dia ungkapkan dalam Wolosambi Youth Day IV yang dilaksanakan oleh (Orang Muda Katolik) OMK Paroki St. Joanne Baptista Wolosambi, dengan tema OMK Dalam Bingkai Agama dan Budaya: Sebuah Panggilan untuk Terlibat Dalam Pastoral Tata Dunia, yang dilaksanakan di Wolosambi, Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, NTT, hari Minggu (19/06/2022). Acara ini dihadiri juga oleh anggota-anggota DPRD Kabupaten Nagekeo, unsur kepolisian setempat, dan juga tokoh-tokoh agama dan masyarakat Wolosambi, dan masyarakat sebagai peserta, yang berjumlah sekitar 1000 orang.
Benny, sapaan akrabnya, menyatakan dalam paparannya, bahwa Pancasila adalah buah perenungan dari masyarakat Indonesia.
“(Pancasila) adalah kecanggihan berpikir pendiri bangsa yang merupakan representasi identitas kebangsaan Indonesia. Itulah keunggulan Pancasila: lahir dari bangsa Indonesia, dan Flores adalah rahim Pancasila,” ujarnya.
Stafsus Ketua DP BPIP tersebut menunjuk pada keadaan terkini, yaitu terjadinya krisis karakter, terutama dalam kaum muda.
“Tantangan kita saat ini tidak mudah. Hoax, kebohongan, dan kehilangan kesadaran pritis dan literasi media, sehingga (anak muda) mudah dipengaruhi manipulasi kebenaran, dan muncul situasi tidak menyenangkan,” jelasnya.
Benny menunjuk pada Pancasila yang hanya dijadikan hafalan oleh banyak orang.
“Pancasila tidak hanya menjadi hafalan, tetapi harus menjadi living dan working ideology. Living artinya hidup dalam kehidupan, dan working artinya benar-benar terwujud dalam setiap aspek kehidupan.”
“Untuk anak muda, saya meminta agar dapat menguasai tiga hal: ilmu pengetahuan, komunikasi, dan politik. Dengan tiga hal itulah, anak muda bisa menjaga pancasila,” katanya.
“Anak muda harus kreatif, misalnya membuat konten tentang budaya, tarian, makanan tradisional, kerajinan. Kemas itu semua dengan teknologi, serukan kearifan lokal dengan kemajuan teknologi. Anak muda bertindak lokal dan berpikir global,” serunya.
Benny menyebutkan tantangan yang dihadapi anak muda untuk menyebarkan konten-konten kearifan lokal.
“Tantangan era digital tidak mudah. Siapapun yang menguasai ilmu pengetahuan, dialah yang menguasai semua. Kita jangan hanya jadi penonton. Olah sumber daya alam yang dimiliki daerah, bukan hanya barang mentah. Mental kita jangan hanya menjadi mental inlander, penjajah, mudah tergantung dan dipengaruhi konsumerisme, dan tidak menghargai kearifan lokal kita.”
Benny pun menutup dengan sebuah seruan.
“Pancasila bukan dihapalkan, tetapi aplikasikan dalam karya nyata. Saatnya kita menilai diri kita, “apa yang sudah dipersembahkan kepada Tuhan, bangsa, dan gereja? Pegang teguh Pancasila untuk menjaga keutuhan hidup,” tutupnya.