Jakarta majalahgaharu.com Dideklarasikan 17 Agustus 2021 Sinode Gereja Kristen Rahmani injili (GeKRI) dengan ketua umum Pdt Drs Hendra Gunawan sudah mendapatkan SKTL, tingal menunggu pengesahan dari Kemenang sembari memenuhi persayatan jumlah jemaat. Mengenai hal tersebut Hendra mengaku biar jalan lima tahun terlebih dulu jadi tidak usah tergesa-gesa.
Pdt Drs Hendra Gunawan ketika ditemui disebuah resto di kebon Jeruk memaparkan maksud dan tujuan berdirinya GeKRI sendiri. Dengan misinya beritakan injil dengan berhiaskan kekudusan. GeKRI sangat menekankan kata kekudusan karena menurut Hendra ada fenomena para pendeta di kota kota besar tentang kekudusan ini sudah jauh bergeser. Sehingga yang namanya kekudusan itu terlihat samar-samar dan itu bisa dikatakan hanya terlihat saat pendeta di mimbar saja.
“Banyak hamba Tuhan seakan-akan di mimbar hidup kudus, namun setelah turun dari mimbar kembali lagi, makanya saya sering sampaikan kepada para jemaat jangan cepat menilai pendeta hanya dari kotbahnya saja”, tandas Hendra yang juga masuk menjadi pengurus Peresekutuan Gereja gereja di Indonesia (PGI) ini.
Artinya kalau jemaat itu hanya menilai berdasarkan kotbahnya saja itu bahaya, kenapa, di luaran sana banyak orang yang lebih pandai bicara misalnya para motivator bahkan penjual obat di pasar itu lebih pandai bicara malah mereka bisa berpantun dan melucu juga.
Tetapi persoalannya apakah antara kotbah dan hidupnya sungguh-sungguh dalam kekudusan, meskipun tidak boleh juga cepat cepat menilai.
Namun demikian kita bisa melihat dari perilaku keseharian, apa pantas memakai mobil mewah, jam tangan mewah sementara ada jemaat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Meskipun pendeta yang memakai barang mewah itu hadiah tetapi harusnya lebih bijak, semisal jangan dipakai di gereja, atau bisa juga pendeta itu meminta yang mentahnya saja, tujuan agar bisa dipakai untuk membantu jemaatnya yang kekurangan.
Sebagai pelayan Tuhan keteladanan Yesus itu menjadi kompas dalam kehidupan, Yesus yang Tuhan Dia bisa memilih lahir dimana tempat yang mewah dan sebagainya, bahkan bisa dalam sekejap mengenyahkan Herodes bahkan sekali bersabda bim salabin juga bisa. namun yang dilakukan lahir di kandang.
Karena jika Yesus tidak memilih menjadi sama dengan yang dilayani dan memilih hidup berselimutkan materialistis maka kasihan orang orang di bawah seperti kelompok-kelompok kaum marjinal seperti kaum gembala, apa berani dia datang andaikan lahir di istana. Kalaupun berani ke Istana baru didepan gerbang saja sudah diusir dari para penjaga istananya.
Kehidupan Yesus 33 1/2 tahun, lanjut pendiri GeKRI ini, bahwa Dia memilih dengan kesederhanaan padahal Dia mampu tidur dan penuh kemegahan namun lebih memilih tempat yang sama dengan orang yang dilayani, tujuannya jelas agar tidak ada jurang pemisah antara yang dilayani dan yang melayani.
Yesus tidak membuat gap atau jurang pemisah, disinilah harusnya para pendeta sadar.
Andai karena pendeta liburan ke luar negeri setahun sekali, tetapi tak usahlah dimasukan di youtube atau media sosial lainnya sekalipun dengan embel-embel kotbah dan sebagainya.
“Maka jangan salahkan jemaat kalau ada yang bilang mereka kan jalan-jalan pakai duit kita baik melalui perpuluhan dan persembahan”, ujar Hendra serius.
Kecuali kalau Pdt di luar negeri mungkin berbeda, karena kehidupan di luar negeri sudah mapan dan ada tunjangan-tunjangan dari pemerintah bagi masyarakat termasuk jemaat di suatu gereja.
Beda sekali dengan jemaat yang ada di Indonesia, strata kehidupan jemaatnya berbeda-beda dan belum ada tunjangan dari mana-mana.
Kembali Hidup Dalam Keserdehanaan
Semangat dari sinode GeKRI tandas Hendra, ingin para pendeta itu hidup sederhana, misalnya kalau pelayanan semaksimal mungkin dihindarkan memakai fasilitas class bisnis, harus yang class ekonomi saja.
“Bayangkan saja pak presiden Joko Widodo saja kalau penerbangan tidak tugas kenegaraan memakai class ekonomi masak yang namanya pelayan Tuhan memakai class bisnis. Malu dong sebagai hamba Tuhan atau doulos”, tukas Hendra sembari menjelaskan karena seorang hamba tidak boleh lebih besar dari tuannya.
Berkenaan dengan adanya jemaat suatu gereja yang menolak atau memandang sebelah mata jika mengundang pendeta luar yang sederhana, bagi Hendra itu ada kesalahan dari gembalanya karena doktrin tentang ajaran berkat serta penampilan pendeta yang tidak bagus dengan gaya hidupnya yang hedonis.
Maka jangan salahkan jemaat kalau pengaruh datang dari pendetanya.
Menyikapi bagaimana sikap pendeta ketika mendapatkan hadiah dari jemaat yang mempersembahkan barang mewah, haruslah lebih bijak menyikapinya.
Ada pengalaman terang Hendra sewaktu muda dengan beberapa teman pelayanan di Petamburan pernah mengundang Om Ho, tujuannya ingin mempersembahkan mobil bagi Om Ho, karena memang mobilnya sudah usang dan tua. Karena semangatnya ingin memberikan yang terbaik untuk Om Ho suruh memilih mobil apa yang mau, ketika itu antara mercy dan BMW.
“Saya kagum sama beliau ketika mendengar jawabnya, saya ini hamba Tuhan tidak semesthinya pakai mobil mewah cukup belikan saja mobil kijang,” saksi Hendra sangat tersentuh dengan apa yang diteladankan Om Ho, belum lagi waktu ditawarkan makan juga lebih memilih makan yang sederhana, gado gado saja, tukasnya.
Selanjutnya selain mengenai kekudusan GeKri juga memiliki visi menjangkau jiwa, maka di gereja-gereja mengikuti program Alpha Course yakni program penjangkauan jiwa dengan metode tertentu yang bersumber dari salah satu gereja di Ingris.
Kebetulan ada alpha course di Indonesia yang disponsori gereja-gereja besar, inilah yang membantu GeKRI.
Tentang Alpha course itu diajar secara gratis, bahkan kalau ada pengajar yang datang dari tempat lain, itupun tidak mau diganti tiketnya dan tidak terima PK. Diharapkan dengan sistem itu jemaat bisa menjangkau banyak orang. Target yang diajar setahun harus ada hasil atau pertumbuhan atau tidak. Dan secara periodik harus membuat pelaporan tentang pertumbuhan tersebut.
Sedangkan keberadaan GeKRI sendiri saat ini sudah tersebar di 11 Propinsi antaranya Papua, NTT, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung, Jatim, Jateng, Jabar, Bali tentu di Jakarta. Artinya untuk persyaratan di Kemenag tentang wilayah sudah terpenuhi, tinggal menunggu jumlah jemaat.
Disisi lain GeKRi sangat ketat dalam menerima jemaat, jika ada dari gereja yang lain mau bergabung, harus dilengkapi dengan surat keterangan dari gereja asal. Jangan sampai di gereja asal bikin rusuh dan bermasalah artinya hanya memindahkan virus ke gereja kami.
Dalam hal ini target GeKRI sendiri tidak semata mata menambah jumlah gereja saja tetapi stressing pointnya adalah menambah jiwa. Karena jiwa lebih penting daripada menambah gereja.
Buat apa jumlah Gereja bertambah tetapi menyedot anggota jemaat Gereja lain, istilah yang terkenal sekarang, Gereja Vacuum Cleaner.
GeKRI dari sisi ajaran sangat terbuka dengan semua aliran termasuk baptis ada yang selam ada yang percik, demikian pula dengan lagu-lagu pujian mengadopsi semua lagu yang ada tinggal disesuaikan saja dengan kelompok umur yang beribadah.
GeKRI menganut presbiterial dan congregasional perpaduan artinya ada gereja yang pimpinannya pendeta ada juga majelis. Sistem keuangan gereja, pendeta tidak boleh pegang uang, keuangan ditangani dan dikelola bendahara yang diangkat dari jemaat.
Pendeta di GeKRI memang tidak di gaji, makanya boleh saja pendeta memiliki aktivitas pekerjaan atau usaha di luar, sekalipun memang bendahara ini juga akan mempertimbangkan siapa pendeta yang perlu dibantu tetapi sistemnya tidak digaji.
Bicara program ke depan akan membangun gereja besar di setiap ibukota propinsi dan yang paling dekat ini akan di didirikan di Jakarta, harapan jemaatnya bukan perpindahan dari gereja yang ada tetapi mereka hasil dari penjangkauan misi.
Tentang program lainnya saat ini GeKRI mendidik hamba Tuhan, kerjasama dengan STT IKAT Jakarta, ini anak-anak yang direkrut dari NTT, Mentawai dan juga Sumutera Utara dan Nias.
GeKRI menghindari gereja yang hanya memindahkan dari gereja lain. Jangan sampai jumlah umat Kristen tidak bertambah, lantaran kehadirah gereja baru sifatnya hanya memindahkan jemaat dari gereja lain.
Maka jangan salahkan gereja-gereja tua, tidak menerima kehadiran gereja baru karena motivasinya hanya memindahkan alias menyedot anggota dari gereja lain.
Sedangkan GeKRI programnya membuka kerjasama dengan gereja-gereja setempat apa yang bisa dikerjakan bersama-sama dan dibantu, tanpa harus membuat gereja baru di tempat tersebut.
“Jangan kelemahan orang kita manfaatkan demi keuntungan diri sendiri, pungkasnya mengakhiri bincang sore itu sembari mengutip firmanNya demikian Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Yohanes 13:16