Jakarta-majalahgaharu.com “Tidak semua masalah hukum pidana yang ada di dalam masyarakat dapat diselesaikan dengan KUHP sebagai hukum pidana substansial. Sering terjadi permasalahan dalam dinamika kehidupan masyarakat tidak dapat dituntaskan oleh substansi hukum berupa KUHP,” ujar Guru Besar UKI bidang Ilmu Hukum, Prof. Dr. Mompang Lycurgus Panggabean, S.H., M.Hum, dalam orasi ilmiah berjudul ‘Qua Vadis Hukum Pelaksanaan Pidana Indonesia?’, dalam upacara pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Program Pascasarjana UKI, di Auditorium Grha William Soeryadjaya, UKI Cawang (06/07).
“KUHP peninggalan Belanda sebagai induk peraturan perundang-undangan pidana yang dipandang sudah ketinggalan jaman. Hukum pelaksanaan pidana di Indonesia yang masih tersebar di sana sini tak jarang menimbulkan persoalan dalam pelaksanaan pidana dan tindakan tata tertib sebagai double track system terhadap kasus yang diputus pengadilan,” jelas Prof. Mompang.
“Pembaruan hukum pidana meliputi perubahan hukum pidana material, dibarengi oleh pembaruan hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana berikut aparatur penegak hukum pendukung bekerjanya sistem hukum, sehingga perubahan dalam peraturan pidana harus dilihat dalam bekerjanya keseluruhan sistem hukum pidana itu,” tambah Prof. Mompang Panggabean.
Mompang Panggabean menegaskan bahwa ketiga bidang hukum pidana tersebut harus bersama-sama dibarui, sebab kalau hanya salah satu bidang yang dibarui dan yang lain tidak, maka terdapat kesulitan dalam pelaksanaannya dan tujuan pembaruan takkan sepenuhnya tercapai. Saat ini pembaruan KUHP dan KUHAP terus dilakukan, meskipun dinamika sosial memperlihatkan masih ada penentangan terhadap pengesahan RUU KUHP dengan berbagai alasan. Namun bagaimana nasib kodifikasi hukum pelaksanaan pidana di samping kedua saudara kandungnya: hukum pidana materiel dan hukum pidana formil yang sudah dikodifikasikan?
Harus dilakukan unifikasi baik substansi hukumnya, struktur hukumnya, dan budaya hukum pelaksanaan pidana yang diarahkan pada tujuan nasional yang diwujudkan dalam pembangunan hukum nasional berlandaskan pembangunan konsep nilai yang dibangun dengan paradigma budaya dilandasi dasar negara Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Substansi hukum yang baik diupayakan dan didukung struktur hukum yang handal. Penegak hukum dibantu untuk meningkatkan kompetensi dengan pelatihan-pelatihan. Kita harus melihat budaya hukum dibangun, mulai dari pendidikan hukum di tingkat Sekolah Dasar, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi,” ujarnya.
Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., MBA, menjelaskan bahwa fungsi Perguruan Tinggi untuk menghasilkan Guru Besar yang berkiprah untuk kesejahteraan masyarakat di bidang Tri Dharma PerguruanTinggi. Guru Besar bukan hanya untuk UKI tapi juga untuk Indonesia. Pada tanggal 28 Juni 2022, kami mendapat berita sukacita dengan berhasilnya UKI meraih akreditasi Unggul. Dengan predikat ini, kami ingin berbuat yang lebih baik lagi sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.”
“Kami berharap Guru Besar dapat menjadi teladan bagi seluruh civitas academica UKI dan menorehkan prestasi bagi kita semua. Saya ucapkan sukses dan selamat kepada Prof. Dr. Mompang Lycurgus Panggabean, S.H., M.Hum,” ujar Rektor UKI, Dr. Dhaniswara.