Jakarta majalahgaharu.com Aidul Adha atau yang acap disebut juga sebagai lebaran haji itu di kampung kami dahulu dipahami dengan cara yang sangat sederhana, sebagai inti dari keikhlasan berkorban yang dituntun oleh agama. Karena itu, lebaran haji jadi terkesan lebih meriah dirayakan mulai dari acara penyembuhan hingga pelaksanaannya yang marak dengan makanan khas untuk disantap oleh segenap sanak keluarga dan tetangga.
Bahkan ada tradisi saling berkirim makanan yang paling enak dan istimewa dengan maksud sebagai upaya untuk saling berbagi kebahagiaan yang diekspresikan melalui beragam jenis pandangan yang serba istimewa itu.
Dulu di kampung kami ada yang namanya sudah– sejenis lemang yang sangat gurih karena dibuat dari beras ketan hitam maupun beras ketan yang putih — untuk disantap dengan gula yang beragam macam jenis masakanya dari daging kambing atau sapi yang melengkapi hewan kurban.
Jadi untuk penyembelihan hewan kurban sebagai simbolis dari apa yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap Nabi Ismail itu — dibarengi oleh penyembelihan hewan untuk dikonsumsi oleh keluarga sendiri, terpisah dari hewan kurban yang dipercayai oleh keluarga tidak baik untuk ikut dikonsumsi oleh keluarga sendiri.
Meski begitu, hewan kurban yang hendak dibagi-bagikan kepada warga sekitarnya tetap harus yang terbaik maupun terbesar bobotnya. Bahkan terkadang, jika kondisi ekonomi keluarga sedang baik dan bagus, jumlah hewan kurban itu bisa lebih dari satu.
Jika demikian biasanya, masing-masing hewan kurban itu dimaksudkan sebagai persembahan dari Sang Kakek, Nenek dan seterusnya, sesuai semampun keluarga.
Biasanya dalam merayakan lebaran haji ini, acap juga digunakan oleh keluarga sebagai ajang reuni keluarga yang berdatangan dari tempat yang jauh sekedar untuk melepas kangen. Karenanya, perayaan lebaran haji di kampung kami terkesan lebih meriah dan marak, sebab ada semacam konvensi tidak tertulis untuk menginap beberapa hari di tempat keluarga yang telah mengundang atau disepakati terlebih dahulu untuk dijadikan tempat berkumpul keluarga.
Bayangkan, bila satu keluarga terdiri dari dua orang anak, sedangkan yang berkumpul itu tak hanya menantu, tapi juga adik dan sepupu satu kakek, maka ramailah perhelatan lebaran haji ini, hingga memberi kesan tersendiri bagi semua anggota keluarga.
Sayangnya, penyebaran keluarga yang sudah terlalu jauh jarak pisahnya ini, selain itu acap disebutkan oleh pekerjaan yang sulit ditinggalkan, maka acara reuni keluarga yang terasa sangat sakral di saat perayaan lebaran haji, sudah sulit dilakukan. Kalau pun bisa dilaksanakan, lebih dominan tak lagi lengkap dan marak seperti masa kanak-kanak dahulu, sekitar 40 hingga 50 tahun silam. Jadi sekarang cuma tinggal kenangan, seperti tak lagi mungkin bisa diulang.