Jakarta Majalahgaharu.com Permohonan Presiden Joko Widodo untuk rakyat agar lebih banyak berdo’a karena kondisi dunia — khususnya Indonesia sekarang– sangat mengerikan, perlu disambut dengan hati yang ikhlas dan tulus, agar keselamatan bangsa dan negara dapat tetap terjaga dan langgeng menuju masa depan yang sungguh berat.
Harapan Presiden itu (Metroonlinett, 2 Agustus 2022) diungkap secara terbuka saat pembukaan acara Zikir dan Do’a Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka do halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senen, 1 Agustus 2022 malam.
Kelaparan yang mengancam dunia ini, tidak terlepas dari perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina, sehingga jutaan ton bahan pangan seperti gandum terlambat dipasok untuk kebutuhan berbagai negara. Demikian juga bahan pangan lain seperti beras untuk Indknesia mulai dirinci dan dan dihitung secara cermat kebutuhan maupun sumber pengadaannya. Sebab stok dari petani Indonesia sendiri tidak cukup menjamin kebutuhan di dalam negeri kita dibilang aman.
Pendek kata, kecemasan para pengelola negara sangat cemas, seperti yang diekspresikan oleh Presiden hingga meminta rakyat untuk lebih banyak berdo’a dan melakukan zikir secara nasional agar bangsa dan negara dapat menghadapi ancaman dari kelaparan global itu dengan selamat.
Artinya, ketika suatu upaya telah disandarkan pada zikir dan do’a, itu bisa dipahami sebagai isyarat bahwa ikhtiar terakhir sudah sulit diatasi, sehingga harus meminta campur tangan Tuhan.
Hikmahnya tentu saja, laku spiritual yang sudah dilakukan Eko Sriyanto Galgendu dengan gerbong pergerakannya yang diwadahi oleh GNRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) makin urgen dan relevan untuk digerakkan dalam skala nasional. Meski Eko Sriyanto Galgendu sendiri berikut GNRI telah merencanakan program lintas negara yang akan segera dimulai pada Agustus hingga September 2022.
Adapun muara dari gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual kelak akan sampai pada lubuk idealnya kesejahteraan tak hanya sebatas batiniah semata, rapi juga kesejahteraan lahirlah yang tengah menjadi ancaman global manusia di bumi.
Jadi, pemahaman terhadap laku spiritual yang digerakkan oleh GMRI dan seluruh elemen gerakan pendukung dari berbagai daerah dan wilayah– termasuk para sahabat dan kerabat GMRI dari berbagai negara lainnya–patut dipahami sebagai jalan alternatif untuk menghadapi masalah krisis global, bukan hanya sebatas lokal dan regional semata. Sebab acuan pokoknya GMRI pun juga bersandar pada perintah langit yang kita pahami maknanya yang sakral disebutkan rachmatan lil alamin.
Gerakan kesadaran dan pemahaman spiritual seperti yang dilaksanakan pihak Istana Negara Indonesia itu, sungguh menggembirakan ditengah keprihatinan yang memberi hikmah, bahwa titik balik dari kesadaran segenap warga bangsa Indonesia pun sedang berlangsung, sehingga pada puncaknya kelak, kita tak hanya akan menemukan sikap yang ugahari, religius dan agamis dalam laku spiritual yang semakin massif, tapi juga akan segera memperoleh pemimpin yang amanah bagi rakyat.
Kekacauan suasana batin warga bangsa Indonesia, sesungguhnya bukan cuma sekedar menonton perilaku korup, munafik, tidak konsisten, pembohong atau bahkan hipokrit dan culas. Sehingga jutaan ton bahan pangan rusak, karena tidak disalurkan dengan ikhlas memberi bantuan kepada rakyat.
Lelucon ayam mati di lambung padi, sanepo bagi warga bangsa Indonesia yang menyadari bila kita sebenarnya hidup di negeri yang genah ripah loh jiwaku, tapi kelaparan dan haus, karena bumi dan air serta segenap isi perut bumi kita yang maha dakhsyat itu telah dijadikan oleh segelintir orang yang disebut oleh para para akademisi semacam hantu oligarki.
Fenomena dari aksi dan unjuk rasa yang dilakukan rakyat di berbagai instansi itu adalah cermin nyata dari wajah bangsa yang sudah kehilangan jatidiri, dimana fungsi eksekutif, legislatif maupun yudikatif telah menjadi rentan atau calo yang memanipulasi segenap hak-hak rakyat.
Karena itu, suara rakyat tidak lagi dipercaya sebagai suara Tuhan. Karena itu aksi dan unjuk rasa yang dilakukan oleh rakyat boleh saja dilakukan sepuas hati, tapi dibalik gedung mewah yang dibangun dari duit rakyat itu, mereka bisa terus melakukan transaksi dengan aman dan nyaman.
Sesekali memang — mereka yang dianggap siap itu — dioergoki aparat yang berwenang melakukan penindasan — tetapi sejatinya itu semua disebabkan oleh pembagian yang tidak merata. Meski dalilnya acap mereka sebut keadilan sosial seperti yang disebut dalam satu sila Pancasila.
Karenanya, untuk melengkapi acara do’a dan zikir yang sudah dimulai pihak Istana itu, ada baiknya pada acara puncak perenungan detik-detik kemerdekaan 77 Tahun Relublik ini, dilafaskan juga wirit dan tahmid essensi dari pembukaan UUD 1945. Setidaknya dengan begitu, sumber dari segala sumber hukum kita bisa kembali terasa sakral kandungan nilainya. Sehingga sevait kalimat Atas berkat dan rachmat Allah Yang Maha Kuasa itu, tidak perlu membuat kita kualat dan terus diterpa azab dan derita yang terus berkelanjutan. Jacob Ereste :
Banten, 4 Agustus 2022