Jakarta majalahgaharu.com Pada dasarnya suku bangsa Nusantara hampir seluruhnya merupakan turunan para Raja atau penguasa di daerahnya mulai dari Aceh
Darussalam hingga ujung Timur Nusantara yang kemudian bersepakat menjadi satu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak diproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Meski sebelumnya sudah ditandai oleh Soempah Pemoeda pada tahun 1928. Bahkan jauh sebelum itu pun (1916), HOS. Tjokroaminoto telah memberi isyarat lewat pidatonya yang lantang menyatakan zelfbestuur (pemerintahan sendiri) tidak lagi boleh tunduk pada perintah bangsa asing.
Diantara sejumlah kerajaan di Nusantara ini ada Kerajaan Salakanegara yang diperkirakan sudah ada pada kisaran abab ke-2 di Jawa Barat.
Kepulauan Nusantara menjadi wilayah perdagangan yang menghasilkan beragam rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, sehingga menarik bagi bangsa-bangsa di dunia untuk mengunjungi dan mengadu peruntungan sampai sekarang setelah nyaris seabab Indonesia merdeka.
Pada kisaran abad ke-7 saja, Kerajaan yang bercorak Hindu, dan Budha, mulai dari Sriwijaya sudah berjaya hingga mampu menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan bangsa China, India dan Arab. Semua itu sudah berlang — setidaknya — terjalin sejak abad ke-4 hingga abad ke-13. Konon cerita, banyak saudagar serta ulama dari jazirah Arab membawa agama dan budaya Islam hingga abad ke-8 sampai abad ke-16.
Baru menyusul kemudian bangsa-bangsa Eropa ikut berdatangan pada akhir abad ke-15 ke Nusantara untuk mengatasi masalah ekonomi dan kebutuhan hidup mereka dengan modus awal berdagang hingga kemudian memonopoli dan menjajah suku bangsa Nusantara yang belum bersatu menjadi satu, (NKRI) Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jauh sebelum itu, toh sudah ada pula Kerajaan Kutai Martadipura pada abad ke-4 hingga kemudian digabungkan dengan Kerajaan Kutai Kertanegara yang pada awalnya juga bercorak Hindu. Dan Kerajaan Kutai Kertanegara didirikan pada tahun 1300 Masehi di Tepian Batu, atau Kutai Lama oleh Aji Betara Agung Dewa Sakti yang mulai berkuasa pada tahun 1300 sampai tahun 1325.
Begitulah kisah histori akhirnya, Kerajaan Kutai Kertanega bisa menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura pada tahun 1635 yang berada dibawah kekuasaan Maharaja Dharma Setia.
Sejak itu, kisah Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura mulai menjadi sebutan. Tapi sebelumnya, pada tahun 1575 sudah lebih dahulu diubah menjadi Kerajaan khas bercorak Islam.
Kerajaan Ternate yang semula bernama Gapi didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 belum bercorak Islam yang kemudian lebih kental dan kukuh sangat menjalankan syarat Islam hingga menjadi salah satu dari 4 kerajaan yang memeluk Islam dengan taat di Kepulauan Maluku.
Peranan Kerajaan Ternate di Kawasan Timur Nusantara cukup kuat pengaruhnya pada kisaran abad ke-13 hingga Indonesia Merdeka yang ditandai dengan duduknya Sultan Mudhafar Syah dan Ratu Boki di Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia untuk beherapa periode terakhir tahun 2000-an.
Kisah kekuasaan Kesultanan Ternate meliputi seluruh Wilayah Maluku, Sulawesi Utara dan Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, hingga bagian Selatan Filiphina serta sejauh Kepulauan Marshal di Fasifik.
Itu semua cukup mendedahkan betapa dakhsyat dan ampuhnya suku bangsa Nusantara yang kini menjadi Indonesia.
Oleh karena itu, sangat menggembirakan ketika IKN ( Ibu Kota Negara) yang hendak dipindahkan ke Kutai Kalimantan Timut itu ditahbiskan bernama Nusantara. Hingga ada harapan Indonesia akan berjaya seperti negeri Nusantara pada masa lampau dengan segenap keunggulan dan potensi bangsa serta kekayaan alam dan budayanya yang sungguh aduhai tiada permanai. Hanya saja sayangnya, perencanaan dan proses pelaksanaannya deperti oplet yang sedang mengejar setoran. Semua terkesan dipaksakan, mulai dari upacara peletakan batu pertama hingga alokasi dana yang menggerogoti APBN (Anggaran Belanjavdan Pendapatan Negara) lebih dari 300/truliun rupiah. Karena diperkirakan — diperlukan dana untuk sementara ini sekitar 600 triliun rupiah lebih.
Peranaan dan jasa kerajaan di Jawa untuk Indonesia sadah tidak perlu disangsikan. Mulai dari Kerajaan Jawa kuno hingga masa Kerajaan Mataram Islam sudah banyak ditulis serta diakui oleh banyak pihak. Termasuk para peneliti serta ahli sejarah maupun soal kepurbakalaan.
Sementara yang tidak kalah penting adanya keraton di Aceh Darussalam yang langsung berstatus Sultan karena bercorak Islam adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada 1 Jumadil Awal 913 Hijriyah atau yang bertepatan dengan 8 September 1507 Masehi.
Dari catatan sejarah jauh sebelumnya 2596 – 1903 memiliki pols pendidikan militer yang tangguh serta memiliki komitmen yang kuat melawan semua penjajah asing. Kecuali itu, sistem pemerintahan yang teratur baik dan sistematik untuk mewujudkan pusat kajian ilmu dan pengetahuan serta membangun hibungan yang bermartabat dengan bangsa-bangsa di dunia.
Pada bagian Selatan tengah hingga ujung Sunatra, ada Kesultanan Siak di Riau, Sriwijaya di Palembang dan Keratuan Sekala Berak di Lampung. Hingga ke Timur bagian tengah Nusantara, ada Kerajaan Bima di Nusa Tenggara Barat (NTB), Kerajaan Adonara di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pertanyaan yang menarik untuk eksistensi keraton serta segenap Raja, Sultan dan Ratu serta masyarakat adat itu dimana posisinya dalam tata pemerintahan republik yang dibangun dari beragam negeri dab suku bangsa Nusantara itu sekarang, setelah menjadi Indonesia yang merdeka. Setidaknya, masyarakat adat dan keraton se Nusantara ini idealnya diposisikan sebagai wali negara yang patut memberi arahan, petunjuk, pengawas serta peringatan keras terhadap penyimpangan kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara seperti pakem yang telah ada, yaitu UUD 1945 yang asli dan Pancasila yang boleh ditawar-tawar.
Karena UUDB1945 harus menjadi patokan, dan Pancasila patut dijadikan dan diamalkan sebagai falsafah hidup banyak serta ideologi negara. Minimal, untuk semua mereka yang tersebut di atas, lebih berhak menjadi pengelola dan Badan Pembina Ideologi Pancasila, alias BPIP. Sebab hanya dengan begitu marwah suku bangsa Nusantara yang telah di-Indonesiakan sejak Praloklamasi 17 Agustus 1945 — mampu menebarkan karomah, hidayah dari para leluhur suku bangsa Nusantara.
Banten, 11 Oktober 2022