Jakarta majalahgaharu.com DPP Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) menyikapi adanya polemik dan masalah importasi garam Industri Selasa 11 Oktober 2022 mengeluarkan rilisnya.
Ditengah kesibukan Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan sudah meningkatkan menjadi penyidikan pada 27 Juni 2022, tentang kasus yang ditenggarai sebagai penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota pemberian impor garam periode 2016-2022, khususnya pemberian Persetujuan Impor (PI) impor garam industri tahun 2018, telah terjadi dan beredar informasi dan berita-berita yang simpang siur di tengah masyarakat.
Upaya Kejaksaan Agung yang intensif mencari alat bukti dengan pengeledahan dan pemeriksaan yang sudah mencapai 57 saksi-saksi dan pernyataan saksi Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menuduh Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian tahun 2018 mengabaikan rekomendasi kuota impor garam industri sebesar 1.800.000 ton dari pihaknya, kemudian Kementerian Perindustrian justru menetapkan kuota impor garam untuk industri sebesar 3.700.000 ton.
Tuduhan membengkaknya kuota impor tersebut berdampak terhadap : kelebihan supply, merembesnya garam impor kepasar garam konsumsi dan harga garam lokal anjlok. Dan diduga dalam penetapan kuota impor yang berlebihan ini, terdapat unsur kesengajaan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Polemik dan dugaan mengenai adanya unsur memperkaya diri dalam kasus ini, telah menyebarkan isu-isu yang tidak jelas kebenarannya ditengah masyarakat dan bahkan ditahun politik ini beberapa oknum menggunakan isu ini sebagai isu seksi untuk kepentingan politik.
Komoditas strategis
Garam industri adalah komoditas strategis yang merupakan bahan baku dan bahan penolong industri-industri : chlor alkali (CAP), farmasi & kosmetik, aneka pangan, tekstil, pakan ternak, tekstil dan sebagainya yang telah memberikan sumbangan nyata dalam pertumbuhan ekonomi, perolehan devisa dari ekspor dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Dengan demikian Pemerintah telah menetapkan peraturan dan kebijaksanaan yang tepat, efektif dan efisien untuk melindungi dan mengamankan kebutuhan garam nasional. Melalui PP No 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman, Permerin 34/2018 tentang Tata cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman, kemudian dilanjutkan dengan peraturan-peraturan lain yang mengatur Tata Kelola Impor Garam Industri.
Berdasarkan data yang didapat Kementerian Perindustrian pada tahun 2022, posisi industri pengguna garam sudah adalah sebagai berikut:
- Neraca Komoditas Garam
Keterangan |
Tahun (ribu ton) | ||||||
2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | ||
Kebutuhan | 3.532 | 3.729 | 4.011 | 4.162 | 4.128 | 4.399 | |
Produksi | 168 | 1.111 | 2.720 | 2.852 | 1.365 | 863 | |
Realisasi Impor | 2.143 | 2.552 | 2.836 | 2.699 | 2.702 | 915 | |
Catatan : Produksi Garam Nasional belum memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai bahan baku industri pengguna garam
- Profil Industri Pengguna Garam, meliputi industry-industri: chlor alkali (CAP), farmasi & kosmetik, aneka pangan, tekstil, pakan ternak, tekstil dan sebagainya, dengan kebutuhan Garam = 3.770.000 ton, Penyerapan Tenaga Kerja = 3.440.000 Orang, Nilai Tambah = Rp. 1.197 T dan ekspor = 71,7 Milyar (2021)
Berdasarkan data dan informasi tersebut dapat dilihat bahwa Industri Pengguna Garam sangat strategis dan memiliki posisi yang cukup dominan untuk mendukung pengembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
Kebijakan yang tidak logis
Data Produksi Garam Nasional sangat fluktuatif, dan tercatat terlihat produksi yang fantastis pada produksi garam tahun 2018 dan 2019 yang mencapai produksi sebesar 2,7 juta ton dan 2,8 juta ton. Dengan data dari Kementerian Kelautan dan perikanan yang menyatakan tersedia luas lahan sebesar 22.000 Ha, dengan produktivitas max 100 ton/Ha per tahun. Sedangkan Estimasi produksi garam nasional maksimal yang dapat dicapai hanya 2.2 juta ton garam.
Dari hasil pengujian di laboratorium dapat diketahui bahwa kualitas produksi garam rakyat belum memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai bahan baku industri pengguna garam, dengan demikian quota impor garam industri sebesar 1.800.000 ton tersebut tidak masuk akal, dan tidak mencukupi untuk kebutuhan industri pengguna garam secara nasional.
Kesimpulan dan rekomendasi
Kebutuhan garam industri tahun 2018 yang diperkirakan sebesar 3.700.000 ton yang lebih besar dari rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 1.800.000 ton sudah sesuai dengan kebutuhan garam untuk industri pengguna garam.
Pelaksanaan Tata Kelola dan Kebijakan Impor Garam Industri sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur melalui PP No 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai bahan baku dan Bahan Penolong Industri, Permerin 34/2018 tentang Tata cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong, kemudian dilanjutkan dengan Permendag 63/2019 tentang Ketentuan Impor Garam, Permendag 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dari hasil kajian dan pengamatan JPIP, tidak ditemukan adanya unsur korupsi dan usaha memperkaya diri sendiri atau kelompok dari pihak istitusi pemberi quota impor garam industri tersebut.