MajalahGaharu.com, Jakarta – Dalam Rangka Memperingati Satu Tahun Wafatnya Sabam Sirait, Pena’98 menyelenggarakan dengan tema: Mempertahankan Demokrasi Pancasila di NKRI pada Kamis, 13/10/ 2022 di Aula Gedung Juang, Jakarta.
Menurut Irjen Pol (P) Drs. Sidharto Danusubroto, SH Bung Karno memimpikan demokrasi Pancasila yang sesuai sila IV yakni “musyawarah dan mufakat.”
“Saat ini kita menggunakan demokrasi negara ala Barat yang jadikan demokrasi kebablasan. Kita belum siap menerima demokrasi Barat. Demokrasi NPWP (No Pira Wani Piro),” kritiknya tajam.
Menurut politisi era 7 presiden ini, era ini Indonesia belum siap menerapkan demokrasi liberal. Mengapa Obama terpilih di AS karena dia maju jadi capres dibayar publik. Kenyataannya kondisi kita saat ini, mana ada calon maju didanai publik, kita semua yang membiayai publik. Bagaimana kita bicara demokrasi?
“Saya kira Pilkada langsung sebaiknya ditunda dulu, sampai publik bisa mendanai pemilihan. Sekarang ini kan masih money politic,” beber Anggota Watimpres ini. I am dreaming, pemilu itu tertutup. Sebab kalau terbuka yang terjadi perang. Kalau terbuka dampaknya bisa pelawak terpilih atau yang cantik juga meski tidak berisi. Kalau negara sudah maju, seperti Eropa, tokoh di sana dibiayai publik mungkin tidak masalah pemilu terbuka.
“Sekali lagi, demokrasi yang diinginkan Soekarno adalah musyawarah dan mufakat, bukan one man one vote,” tegas Dharto sembari menambahkan jika Indonesia ingin maju ke depan, maka seluruh elemen harus mengawalnya.
Pada kesempatan yang sama, H. Bursah Sarnubi, SE mengungkapkan bahwa para pendiri bangsa merumuskan Indonesia sudah on the track. Diskusi kali ini ada dua tema yakni Mempertahankan Pancasila dan memperingati satu tahun tokoh dan sahabat kita Sabam Sirait, yang hari inj sekiranya masih hidup tepat 86 tahun.
“Saya akrivis yang beruntung di Indonesia, hidup di antar generasi. Boleh dibilang dekat aktivis 66, 70, 74, 79 terutama tokoh-tokohnya karena aktif diskusi tentangvdemokrasi di Indonesia,” ujarnya mengawali.
Salah satunya dekat dengan Sabam Sirait. Kenapa dekat Pak Sabam? “Karena beliau salah satu tokoh yang saya idolakan. Dia pejabat tapi punya pandangan sendiri tentang ke Indonesia. Pertama bikin diskusi Pak Sabam orang pertama saya undang, termasuk Ridwan Saidi,” bebernya sembari menambahkan bahwa yang mampu memahami Indonesia salah satunya Sabam Sirait.
“Apa yang dapat kita petik dari Bang Sabam, dia berkumpul dimana saja bahkan di masa sentralistik tanpa curiga. Karena itu ia disegani tokoh politik,” tegasnya politikus dan aktvis lintas generasi ini.
Menurutnya, politik sipil itu harus mengejawantahkan dalam politik negara kita. Kalau kita mempertahankan Pancasila itu harus tulus, iklas dan jujur, jadi tantangannya dari diri kita sendiri.
“Bang Sabam memiliki pemikiran-pemikiran maju dan modern. Orang kayak gini tidak banyak di Indonesia dan sangat langka. Ia selalu mengingatkan tugas anak muda itu belajar, banyak baca buku, dengan itu kita bisa kemana-mana. Kalau tidak Indonesia ini tidak kemana-mana atau tidak maju,” kutipnya.
Oleh karena itu, kita musti kembangkan sinergitas, kelompok-kelompok nasional, agar tidak terputus dengan sejarah. Kita ini sering misink link. Kita tidak bisa serahkan SDA kalau kita tidak punya insinyur.
“Saya kira doktrin politik dari Soekarno, menjaga warisan kekayaan Indonesia. Harus memikirkan dampak lingkungan karena menggunakan energi fosil yang mengganggu ekologi. Ekologi bicara keselamatan kita,” ucapnya.
Kalau kita mulai diskusi seperti dulu, maka tantangan kita ke depan besar. Kita rusak bukan dari Pancasila, tapiaterjadi karena kesenjangan antara yang kaya dengan miskin. Kehancuran negara terjadi karena tiga hal yakni perang, amoral dan pemerintah serakah.
Pancasila Selama 77 Mampu Menjaga Indonesia
Pancasila dengan segala kekurangannya, selama 77 tahun Indonesia mampu menjaga Indoneisa. Apa kita mau ujicoba versi yang lain, tentu tidak. “Saya enggan berbicara dengan yang lain, saya setuju bagaimana memaknai Pancasila itu sendiri,” tegas Adian Napitupulu dalam diskusi bertajuk: Mempertahankan Demokrasi Pancasila di NKRI, Kamis (13/10) di Aula Gedung Juang Jakarta. Diskusi ini diselenggarakan Pena’98 dalam Rangka Memperingati satu tahun Wafatnya Sabam Sirait.
Anggota DPR RI kemudian menyinggung persentuhannya dengan senior Sabam Sirait yang mengajarkan sudut pandang berbeda, yang justru meminta anak muda sering-sering turun ke bawah.
“Jadi berbeda yang dikatakan Bang Bursah. Dalam satu diskusi di Salemba setelah berdebat lama, Bang Sabam Bilang kamu kebanyakan baca buku, nanti kamu cepat tua sebelum waktunya. Anak muda harus dekat rakyat. Tugas kamu yang muda-muda ini harus turun ke bawah,” tutur aktivis 98 ini.
Ini menarik, karena Bang Sabam memotivasi kami anak muda, kalau mau dapat jawaban akan persoalan-persoalan sosial ya harus turun ke bawah. Demikian juga saat aktif ketika peristiwa 27 Juli selalu turun memotivasi.
“Jadi memang beda level Bang Sabam, Bang Panda, Bang Dharto jika dibandingkan generasi kini. Bagi mereka pakaian (penampilan) itu tidak penting, sebaliknya penting kualitas/bobot pemikiran yang disumbangkan untuk membantu rakyat,” imbuhnya.
Adian juga mengisahkan ketika suatu ketika dikepung di jalan karena turun berjuang, dan kemudian digebukin aparat. “Waktu itu saya tidur di sekretariat PMII Jakarta Timur. Satu-satu yang saya telepon Bang Sabam meski jam 2 pagi saat ditelepon dan beliau mengamgkat. Ini berkesan, terus saya ingat sampai selama ini,” saksi pentolan FORKOT ini.
Menurutnya, kalau mencoba teori sosial, pertanyaannya laboratorium di mana? Pasti di masyarakat, jika di sana akan mencoba terus menerus akankah baik? Kayaknya tidak. Jika teori-teori sosial diuji di masyarakat maka korbannya manusia.
Lalu, relevansinya dengan mempertahankan Pancasila, maka jangan bicara Pancasila jika masih masyarakat miskin, upah murah, kesenjangan sosial dan lain sebagainya. “Menurut saya mempercayai ideologi bangsa ini harus mampu menjadikan Pancasila menjadi jawaban. Menjawab semua persoalan-persoalan yang tadi disebutkan seperti mengentaskan kemiskinan, kesenjangan sosial dll,” tukasnya.
Maka terkait hal Ini, maka menjadi perjuangan kita bersama, termasuk kami anggota DPR, siapapun kita dan dibidang mana pun berperan maka Pancasila harus jadi jawaban menjadikan masyarakat Indonesia sejahtera.
Gerakan Pemuda Sekarang Massif Lewat Media Sosial
Ketua PMII Muhammad Abdullah Syukuri bicara dari sudut pandang santri. Meski tidak langsung dengan pendiri bangsa, saat berinteraksi dengan guru-guru, mengetahui bahwa Bung Karno pernah tanya Kyai Wahid Hasym tentang bagaimana hukumnya kewajiban membela negara dalam persfektif agama, yang dijawab wajib dan mutlak membela negara.
“Kalau dulu diselenggarakan voting, maka Indonesia saya yakin negara Islam. Kalau di voting untuk bahasa nasional saya yakin juga akan bahasa Jawa bahasa nasional karena waktu 40-50 persen orang Jawa,” bebernya menanggapi sistem demokrasi masa kini.
Mengambil contoh, kekakuan membentuk negara bangsa, yang dialami Yugoslavia. Negara itu pecah berdasarkan kesukuannya menjadi Serbia, Bosnia, Korasia dsb.
“Saya bayangkan jika hal ini terjadi di Indonesia, pasti banyak sekali terpecah. Dari Aceh hingga Merauke,” katanya.
Yang lain, seperti Argentina dan Brasil yang hingga kini memakai bahasa penjajahnya Spanyol dan Portugis. Beda dengan Indonesia walau dijajah 350 tahun tetap kita dengan bahasa sendiri.
“Sekarang ironis karena seolah kita memposisikan bangsa kita inferior hanya karena baru pulang belajar dari Timur Tengah dan Amerika, saya kira ini yang kita harus koreksi,” tegas pria yang sedang studi di Jerman ini.
Kenapa negara bangsa kita mau diseragamkan. Memaksakan keyakinan dan agama. Ini perlu direnungkan komunitas milenial.
“Dalam konteks membangun persaudaraan kami diajarkan sesepuh dalam tiga hal yakni membangun persaudaraan sesama Islam, membangun persaudaraan sesama anak bangsa dan membangun persaudaraan sesama manusia. Bersyukur menjadi NKRI, karena sebagai bangsa kita tidak bisa saling menyalahkan dengan yang lain,” tamdasnya.
Tantangannya, kata Abe, sejauh apa ideologi kita yakini, Pancasila dan agama kita yakini menjadikan rakyat menjadi sejahtera. Nilai-niali yang kita yakini menuju Indonesia sejahtera.
Senada dengan itu, Ketua Umum PMKRI Tri Natalia Urada menyampaikan bahwa adanya Indonesia sekarang sudah pasti ada yang berjuang untuk kemerdekaan.
“Membicarakan tokoh fenomenal Sabam Sirait, bagi saya beliau tokoh yang menginspirasi. Gerakan dia sangat mendukung UU dan Pancasila. Ia tokoh menjadi panutan, bisa mengajarkan memilih mana yang baik. Gerakan-gerakannya konsen dengan keberagaman. Ini yang harus kita lanjutkan. Keunggulan Indonesia adalah keberagaman,” ujar perempuan asal Kalimantan Barat yang baru terpilih menjadi Ketua Umum PMKRI.
Menurutnya, konteks gerakan anak muda hari ini, berbeda dengan gerakan senior dulu, hari ini aktif media sosial, sangat massif gerakan kampanye Pancasila di medsos.
“Anak muda turut terlibat mengawal demokrasi dan perhelatan demokrasi tahun 2024. Saya bangga, Pak Sabam meninggalkan legacy untuk Indonesia,” pungkasnya.
Diskusi ini berlangsung hingga sore dengan dihadiri sekitar 200 orang peserta.