Jakarta, MajalahGaharu.Com – Konflik Agraria selalu memunculkan bahwa kenyataan tentang Hak Tradisionil Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang diakui dan dilindungi dalam UUD 1945, namun terpinggirkan dengan investasi korporasi besar yang diberi HGU. MHA berdasarkan Hak Tradisionil hukum adat selalu kalah dengan pemegang sertifikat. Demikian ditegaskan Maruarar Siahaan dalam Seminar Nasional “Peran Negara Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kawasan Danau Toba” diselenggarakan Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) bertempat di Club executive Persada, Halim, Jakarta Timur, Sabtu, 10/12/2022. Bersamaan dengan kegiatan diselenggarakan Pelantikan Pengurus YPDT masa bakti 2021-2026
Mantan Rektor UKI menambahkan bahwa perkembangan sectoral pengaturan atas tanah, membuat UU PA melemah. “Oleh karena itu, keikutsertaan anggota MHA/Rakyat setempat dalam kegiatan usaha, akan dapat mewujudkan Keadilan Sosial dalam ekonomi Pancasila berdasar UUD 1945,” tutur mantan hakim MK ini.
Seperti diketahui dari data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sejak tah7un 2002, di Kawasan Danau Toba terdapat 16 kasus kriminalisasi atas laporan PT TPL pada pihak kepolisian yang terdapat di 12 Komunitas Adat yang mengakibatkan 93 warga adat dikriminalisasi dimana 40 melalui proses persidangan, dengan rincian 39 orang diputus bersalah dan 1 orang diputus bebas. Hingga saat ini masih ada 47 orang berstatus tersangka dan 6 orang orang status terlapor.
Dengan hadirnya program Food Estate di Tanah Batak, seperti di Komuntias Adat Huta Siria-ria, Aek Nauli, Sampean, Huta Gurgur dan Pargamanan, secara langsung terdapat ancaman perampasan wilayah adat, hak atas pangan dan kriminalisasi.
Sementara menurut Johny Nelson Simanjuntak menyinggung ada relasi manusia dan Danau Toba, penghormatan HAM hubungannya mendapat lingkungan yang baik. Perusakan Danau Toba, langsung menyentuh struktur saraf semua orang Batak. Kategori, relasi Danau Toba apakah memperkuat HAM atau pemodal.
“Saya kira komersialisasi Danau Toba yang berlebihan justru menimbulkan kesenjangan ekonomi. Orang Batak yang dikampung akan kehilangan tanahnya. Yang punya tanah, orang Batak di Jakarta ini. Ini sebuah dampak negatif dan ironis, karena orang di bonapasogit tersingkir dari tanahnya,” tegasnya.
Menurutnya, persoalan HAM berkaitan dengan Danau Toba setidak ada dua hal yakni, persoalan HAM masyarakat Kawasan Danau Toba yang melekat pada diri manusia KDT yang ada karena hubungan manusia Kawasan Danau Toba atau HAM yang telah terpenuhi secara alami oleh Danau Toba.
Berikutnya, kedua persoalan HAM yang melekat pada diri manusia secara universala termasuk manusia sekitar DT yang telah diformulasi dalam bentuk norma. Persoalan HAM kedua ini muncul sebagai akibat pengelolaan Kawasan Danau Toba untuk siapa? Komersialisasi Danau Toba Berkat atau laknat, dan konservasi KDT versus ulah korporasi atau versus penekan hukum.
“Penting pemastian masyarakat sekitar DT tidak berubah menjadi penonton dalam perjalanan DT sebagai Kawasan ekonomi, adalah kebijkan payung pengaman yang harus disediakan sebelum hadirnya masalah rumit sebagai turunan kebijakan yang abai terhadap HAM,” ujar mantan KOMNAS HAM ini mengingatkan.
Pelantikan Pengurus YPDT 2021-2026
Usai Seminar Nasional YPDT dan dinner, kemudian diselenggarakan Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Yayasan Pecinta Danau Toba masa bakti 2021-2026 yang kembali dipimpin Drs. Maruap Siahaan, MBA Sekum Andaru Satnyoto, SIP, MSI dan Bendum Drs. Berlin Situngkir, MBA. Sementara Dewan Pembina di ketuai Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak dan Ketua Dewan Pengawas Drs. Jerry R. Sirait.
Pada pidatonya usai dikukuhkan, Ketua Umum YPDT Maruap Siahaan menyerukan agar menghentikan segera pelanggaran HAM dan pembodohan di Kawasan Danau Toba.
”YPDT berkegiatan istimewa tepat di hari HAM sedunia sekarang tentu bukan kebetulan melainkan hasil perencanaan matang. Momen ini sengaja dipilih untuk mengingatkan khalayak luas di saat yang tepat bahwa di kawasan Danau Toba pun pelanggaran HAM masih saja marak hingga detik ini. Korbannya? Terutama warga setempat yang menolak dan menentang kesewenang-wenangan kekuasaan besar yang terus-menerus menggagahi alam. Mereka ini ada yang terusir kemudian dari tanah leluhurnya. Ada pula yang dianiaya dan bahkan dipenjarakan,” tegasnya.
Maruap juga menguraikan haluan dan dan strategi perjuangan YPDT yang sudah dirumuskan seperti berikut ini garis besarnya. Visi: Kawasan Danau Toba menjadi kota berkat di atas bukit”. Dalam Bahasa Inggris: The Lake Toba Area will become the paradise city on the hill. Sedangkan Misi : Berperan aktif sebagai partner strategis pemerintah dan stakeholders lainnya untuk memastikan terlaksananya implementasi Rancangan Pengembangan Kawasan Danau Toba sebagai kawasan adat dan budaya Batak, sehingga berkontribusi lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara.
“Ada dua tujuan yakni wadah partisipasi masyarakat luas (lokal, nasional, dan internasional) dalam pelestarian Danau Toba dan ekosistemnya. Kedua, menghimpun pemikiran, sumber daya, dan dana bagi usaha-usaha pelestarian Danau Toba dengan seluruh kekayaan dan warisannya.”
Lebih jauh ia menyampaikan, setidaknya ada lima hal sasaran pokok YPDT yakni melestarikan kuantitas air Danau Toba dengan menjaga tinggi permukaan danau pada kisaran 904 – 905 meter di atas permukaan laut (dpl). Kedua, melestarikan kualitas air Danau Toba sehingga tetap dapat dipergunakan bagi kehidupan masyarakat, sebagai sumber air minum, sumber energi, dan sebagainya. Ketiga, melestarikan keanekaragaman hayati di kawasan Danau Toba. Keempat mengelola kawasan Danau Toba dengan seluruh potensinya untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Terakhir, mengembangkan kebudayaan masyarakat termasuk seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang menunjang pelestarian kawasan Danau Toba dan ekosistemnya.