Jakarta, MajalahGaharu.com – PN Niaga Jakarta Pusat pada 14 September 2022 mengadili Perkara No. 10/ Pdt.Sus-Merek/2022/ PN. Niaga. Jkt. Pst dan memutuskan Sinode Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Mangga Besar memenangkan perkara silang sengketa kepemilikan nama dan logo GKRI, yang digugat kelompok GKRI Latumentan. Hal itu disampaikan Ketua Umum Sinode GKRI Mangga Besar Pdt. Martin Harefa pada konferensi pers di GKRI Diaspora Thamrin City, Kamis, 26/01/2022.
“Konferensi pers ini menjelaskan status gugatan dan legalitas sinode GKRI Mangga Besar. Ketika digugat sekelompok GKRI Latumentan, di PN Niaga Jakarta Pusat terkait nama dan logo GKRI Mangga Besar dan Dirjen HAKI. Setelah berjalan sidang 19 kali pada September 2022 ternyata penggugat dinyatakan kalah dan tergugat Sinode GKRI Mangga Besar menang dan keputusan ini sudah inkrah,” tegasnya.
Ditambahkan Pdt. Ridwan Hutabarat selaku Wakil Ketua MP Sinode GKRI Mangga Besar mengatakan mereka penggugat (kelompok Latumentan) menggugat tanpa ada legalitas standing.
“Kita mempunyai kekuatan mendasar dari pemerintah, memiliki sertifikat dirjen HAKI, tidak bisa sembarangan. Dasar mendapatkan nama dan logo itu punya legalitas standing kuat, sejarah berdiri GKRI, Sejarah nama GKRI dan Logo, kita semua ada. Ditambah ada SK 128 dikeluarkan 1988,” ujarnya.
Artinya, hanya GKRI yang berkedudukan di Mangga Besar memiliki sertifikat dan logo yang berlandaskan hukum. Nama dan logo itu secara hukum diatur pemerintah dan legal standing berpusat di Mangga Besar.
Sementara Kuasa hukum Sinode GKRI Mangga Besar Dr. Boy Canu, SH, MH menjelaskan kutipan putusan No. 10 Pdt.Sus Merek 2022, Jakarta Pusat. Dalam putusan halaman 52, ditegaskan menimbang bahwa gugatan pengugat GKRI Latumentan bisa tidak diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard. Karena itu penggugat di pihak kalah diputus membayar biaya perkara.
“GKRI Latumenten tidak memiliki legal standing, tidak punya syarat. Gugatan penggugat tidak bisa diterima, majelis hakim memutuskan biaya perkara sebesar 2 juta ditanggung penggugat,” paparnya.
Dengan putusan tersebut hak kkepemilika nama, merek atau logo, sah secara hukum, maka tidak boleh pihak lain menggunakan merek dan logo GKRI Mangga Besar. Artinya hanya GKRI Mangga Besar yang berhak dan memiliki legal standing jelas.
Pdt. Jimmy Kawilarang menambahkan Boksu Sujiono pernah mendorong upaya berdamai dan rekonsialisasi tapi mereka menghindar. Juga mediasi difasilitasi Direktur Urusan Agama Kemennag urasan agama ternyata gagal.
Menarik jauh ke belakang, katanya, pangkal konflik bermula pada Sidang Sinode IX di Bali, yang selesai persidangan ditemukan ada kecurangan penggelembungan suara. Akhirnya terjadi konflik berkepanjangan. “Saat itu kami meminta di mediasi oleh PGI, sayang tidak bisa dilakukan karena Sidang Sinode sudah disahkan jadi PGI tidak bisa menengahi,” jelas Sekum Sinode GKRI Mangga Besar.