Majalahgaharu Jakarta Pendeta Ronny Mandang Ketua umum Persekutuan Gereja Gereja Injili Indonesia (PGLII) mengatakan dalam pres rilisnya yang dikirimkan ke redaksi ini bahwa PGLII menerima informasi dari GKII Klasis Mapenduma Jemaat Sinai Dopopem, Nduga Anggota PGLII, bahwa TNI/POLRI telah menggunakan GEREJA, Puskesmas, Rumah Warga dan lainnya menjadi POS Militer TNI/POLRI, sementara jemaat dan warga yang memiliki rumah dan tanah harus mengungsi terserak ke mana-mana.
Seharusnya dalam melaksanakan tugas keamanan, TNI/POLRI tahu membedakan mana rakyat dan mana kelompok bersenjata. Mengarahkan moncong senapan ke gedung GEREJA jelas-jelas merupakan suatu penistaan terhadap GEREJA yang dihormati sebagai RUMAH DOA dan IBADAH oleh umat Kristen denominasi apapun.
Apa pun bentuk bangunan GEREJA ia merupakan tempat yang dikuduskan Kristus Yesus sebagai Kepala Gereja. Status Papua adalah Tertib Sipil bukan dalam situasi Darurat Militer, karenanya keberadaan TNI/POLRI haruslah memberi rasa aman dan perlindungan kepada seluruh rakyat yang sesungguhnya membutuhkan perlindungan, sesuai UUD 1945, Pasal 28G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Cara-cara yang menyamaratakan rakyat atau warga gereja seakan mereka bagian dari kelompok bersenjata sangatlah keliru. Papua harus diatasi dengan “Pendekatan Kemanusiaan” bukan “Pendekatan Keamananan” apalagi pamer senjata.
PGLII dengan tegas menolak keras sikap arogansi Oknum TNI seperti yang nampak di foto yang beredar, dan mendesak agar seluruh wilayah Nduga mendapat perlindungan dan rasa aman sesuai konstitusi yang berlaku. Jangan mengubah GEREJA dan Rumah Warga digunakan sebagai POS Militer TNI/POLRI, karena hal-hal seperti itu hanya menciptakan korban yang tidak bersalah dan kekerasan baru serta kematian dari semua pihak yang berakhir dengan sia-sia.