Majalahgaharu.com Jakarta Dewan Pimpinan Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) menggelar diskusi lewat zoom meeting, Kamis 8 Agustus 2024 mengangkat tema Kemenangan Pilkada Batam 2024 ditentukan siapa sosok bakal calon wakil wakil walikota Batam.
Diskusi publik yang menghadirkan tiga narasumber Dr. Emrus Sihombing Komunikolog Indonesia, Dr. Hasim As’ari wakil ketua forum umat kerukunan beragama (FKUB) Propinsi Kepri dan ketua DPW MUKI Kepri Poltak Torihoran dan dimoderatori Ashari Hamid.
Djasarmen Purba Ketua umum MUKI mengawali diskusi publik dengan mengatakan bahwa acara ini ingin mendalami apa yang terjadi fenomena Pilkada di Kepulauan Riau. Menarik lanjut Djasarmen mantan anggota DPD RI Kepri ini bahwa ada salah satu calon yang awalnya tidak ada dukungan atau perahu, namun justru belakangan hampir semua partai politik yang terwakili anggota dewannya di Kepri sebanyak 11 partai bakal mendukung.
Jika fenomena dukungan partai hampir semua mengarah ke Amsakar Achmad dengan Li Claudia Chandra maka hanya menyisakan satu partai PDI P saja yang terjadi melawan kotak kosong.
Lantas kalau dalam pilkada itu calon tunggal hampir kemenangan semua di calon tersebut, sudah ada beberapa daerah yang melawan kotak kosong hanya satu daerah yakni Makasar yang dimenangkan kotak kosong tersebut, ungkap Djasarmen Purba saat membuka diskusi sore itu.
Sedangkan Emrus Sihombing berpendapat kalau ada fenomena Pilkada Batam melawan kotak kosong itu belum demikian, sebelum pihak Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Batam mengetok palu. Kenapa demikian Emrus yang juga dosen ini menegaskan bahwa partai politik (parpol) di Indonesia landasannya bukan ideologis tetapi politik praktis berdasarkan kepentingan artinya kamu dapat apa saya dapat apa.
Berangkat dari kondisi itulah fenomena kotak kosong itu belum bisa dipastikan karena masih harus menunggu beberapa hari lagi. Perlu diketahui bahwa politik indonesia bukan apa yang didepan panggung tetapi penentu itu ada di belakang panggunya antaranya ketua-ketua partai.
Lalu terkait keberadaan wakil walikota yang akan diusung sebaiknya mereka yang mengedepankan pluralisme. Karena bicara Batam itu adalah miniaturnya Indonesia semua suku, etnis, agama dan bangsa ada disana. Selain pluralis rakyat Batam membutuhkan pemimpin yang dekat dengan rakyat artinya bukan saja kebijakan yang pro rakyat tetapi mereka juga harus menyapa dan hadir secara fisik di tengah-tengah masyarakat.
Batam sendiri mengapa menjadi bahan diskusi, bukankah harusnya pilkada propinsi Kepri. Dengan gamblang Emerson Toriharan ketua DPW MUKI Kepri memaparkan bahwasanya dari keseluruhan wilayah Kepri Batamlah yang paling besar penduduknya hampir 61%, sementara wilayah wilayah lain persebaran penduduknya kecil-kecil, selain pertimbangan luas wilayah serta jumlah penduduk kota madya Batam juga wilayah ekonomi karena ada bandara, pelabuhan serta perusahaan-perusahaan negara.
Dengan kondisi seperti itulah situasi politik di Kepri khususnya wilayah Batam akan mempengaruhi kondisi politik nasional, imbuh Emerson yang juga serang jurnalis ini.
“Batam tempat investasi cepat tetapi juga keluar cepat karena berdekatan dengan empat negara, di Batam juga pusat perdagangan tetapi negatifnya juga peredaran narkoba serta human tracfiking atau perdagangan orang semua ada di Batam”, ujar Emerson serius sembari menambahkan kenapa Pilkada Batam menjadi pokok diskusi yang diangkat MUKI.
Pembicara terakhir Hasim As’ari mengatakan terkait Pilkada yang akan dilaksanakan sekitar 500 daerah ini, ada fenomena menarik yakni melawan kotak kosong, menurutnya fenomena ini pasti ada latar belakangnya. Bisa jadi hal itu dikarenakan era transisi demokrasi sehingga orang mulai berpikir bagaimana mana proses Pilkada ini menghasilkan pilihan yang benar dan mampu menyejahterakan rakyat.
Sebagai wakil FKUB sendiri, Hasim tetap mendorong demokrasi maju dan berkembang, dengan catatan tokoh agama mendorong masyarakat tanpa mempengaruhi umat dalam satu pilihan dengan demikian akan menciptakan kondisi yang kondusif.
Hamsari mencoba menceritakan Pilkada ketika, di mana Kepri masuk dalam zona merah yang patut diwaspadai.
“Alhamdulilah hal itu tidak terjadi seperti stempel sebagai zona merah yang berbahaya tetapi ternyata berlangsung kondusif karena kerjasama dan kebersamaan semua pihak”, pungkasnya mengenang.
Diskusi publik semakin seru saat terjadi tanya jawab terkait fenomena kotak kosong di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Batam sendiri.
Penulis Yusuf