MajalahGaharu.com – Sidang Perdana gugatan wanprestasi PT Bara Asia Contractor (BAC) terhadap tiga pimpinan PT Ratu Mega Indonesia (RMI) berlangsung di Ruang Ali Said Pengadilan Negeri, Jakarta Barat, Selasa (1/7). Ketua Majelis Iwan Anggoro Warsita, SH, M.Hum memanggil para pihak, hadir PT BAC diwakili kuasa hukum Hasudungan Manurung, SH, MH sementara tergugat maupun kuasa hukum sampai panggilan ketiga dari pimpinan majelis tidak ada yang hadir. Ketua Majelis menyatakan karena pihak tergugat tidak hadir, sidang dilanjutkan Selasa depan.
Usai sidang Kuasa hukum PT. BAC, Hasudungan Manurung, SH, MH pada jumpa pers yang berlangsung di depan PN Jakbar mengatakan gugatan wanprestasi dilayangkan menyusul ketidakpatuhan para pihak tergugat (tergugat satu Vie Santi Binti Harun, tergugat dua Abdul Haris, tergugat tiga PT Ratu Mega Indonesia) dalam memenuhi kewajiban pengembalian dana sebesar 500.000 dollar AS atau setara Rp 8,125 miliar. Seperti diketahui tergugat pertama Vie Santi Binti Harun sebagai Komisaris dan tergugat kedua Abdul Haris sebagai Direktur Utama perusahaan dan PT RMI sebagai tergugat ketiga yang beralamat di Capitol 9 Square Jl. Mega Kuningan Timur C6 Lt. 1 Kav 9 Jakarta Selatan.
“Sebelum dilayangkan gugatan PN Jakbar, sebagai kuasa hukum PT BAC, kami sudah melakukan klarifikasi langsung dengan Pak Abdul Haris dan klarifikasi lewat Video Call dengan Vie Santi (tinggal di Malaysia) dan mereka berjanji akan menyelesaikan dengan melunasi sesuai kesepakatan, namun ternyata tidak ada tidak lanjut. Kami juga sudah mengajukan somasi, karena tidak ada respon maka daftar gugatan wanprestasi ke PN Jakbar,” beber pengacara alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Gugatan yang diajukan melalui kuasa hukum Hasudungan Manurung SH MH, Pahala Manurung, SH, MH, Ricad Jopray Oppusunggu & Partners itu terdaftar secara resmi pada 12 Juni 2025 dengan nomor 485/Pdt.G/2025/PN.JKT.BRT tanggal sidang 1Juli 2025. Dalam gugatan yang disampaikan Hasudungan, PT Bara Asia Contractor (BAC) menyatakan bahwa pihaknya mengalami kerugian materiel akibat tidak dipenuhinya isi perjanjian yang telah disepakati bersama oleh para pihak pada 8 Oktober 2024.
“Para tergugat telah menyepakati pengembalian dana sebesar 500.000 dollar AS dalam jangka waktu 180 hari sejak perjanjian ditandatangani. Namun, hingga jatuh tempo pada 9 April 2025, dana tersebut belum dikembalikan. Sudah dilakukan klarifikasi langsung dengan tergugat dan terakhir sudah mengajukan somasi. Namun karena tidak diindahkan, perkara ini sudah mrmenuhi subjek dan objek maka dilayangkan di PN Jakbar,” jelas Hasudungan yang mewakili kuasa hukum penggugat.
Seperti diketahui perjanjian antara penggugat dan tergugat dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesediaan Membayar Ganti Rugi Nomor 001/SPKMGR/RMI/BAC/X/2024. Dalam dokumen tersebut, penggugat, melalui Direktur Utama Dra Rodliyah Muzdalifah, menyatakan telah mentransfer dana investasi sebesar USD 500.0000 kepada pihak tergugat sebagai bagian dari kerja sama dalam bisnis pasir kuarsa. Perusahaan tersebut berada di Kalimantan Tengah. Dalam perjanjian bahwa tergugat (PT Ratu Mega Indonesia) menyanggupi mampu melakukwn penjualan 300.000 ton pasir kuasa selama 180 hari.
“Realisasi operasional sebagaimana dijanjikan, yaitu penjualan minimal 300.000 ton pasir kuarsa dalam waktu 180 hari, tidak pernah terealisasi. PT Ratu Mega Indonesia ternyata janji-janji kosong meskipun telah beberapa kali diberikan teguran maupun somasi,” tegas Hasudungan.
“Gagal realisasi operasional ini jelas memenuhi unsur wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1239 dan 1243 KUH Perdata, karena telah terjadi pelanggaran terhadap perikatan dan tergugat tetap lalai meskipun telah diberikan peringatan,” ujar Hasudungan Manurung SH MH.
Lebih jauh, Hasudungan Manurung, SH MH menyampaikan sebagai bagian dari upaya perlindungan hukum, pihaknya mengajukan permohonan sita jaminan atas harta bergerak maupun tidak bergerak milik tergugat, termasuk kendaraan dan properti di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Selain itu, penggugat juga meminta agar tergugat dijatuhi uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1 juta per hari apabila tidak segera melaksanakan isi putusan apabila sudah berkekuatan hukum tetap.
“Dalam petitum kami memohon 10 poin antara lain, agar Majelis Hakim menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan menyatakan Surat Pernyataan Kesedian membayar ganti rugi NO. 001/SPKMGR/RMI/BAC/X/2024 sah dan mempunyai kekuatan mengikat Pengugat dan Para Tergugat,” paparnya.
Dalam permohonannya, penggugat juga meminta Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad), yang memungkinkan eksekusi dapat dilakukan meskipun terdapat upaya hukum dari pihak tergugat.
Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan tidak hanya aspek bisnis lintas negara, tetapi juga tokoh publik yang dikenal luas di media sosial dan industri hiburan Malaysia. Salah satu tergugat (Komisaris PT RMI) dalam perkara ini adalah Vie Santi Binti Harun, figur publik asal Malaysia yang dikenal dengan nama Vie Shantie Haroon Khan. Ia pernah menikah dengan aktor Malaysia Eizlan Yusof dan kini diketahui menjadi istri politisi UMNO, Datuk Seri Abdul Rahman Dahlan. Selain dikenal sebagai sosialita, Vie juga memiliki latar belakang profesional sebagai quantity surveyor dan terlibat di sejumlah perusahaan, termasuk di bidang logistik dan konstruksi.
Menanggapi kehadiran publik figur Malaysia di sidang PN Jakbar, Hasudungan mengatakan bahwa surat panggilan dari PN Jakbar sudah sampai dan diterima yang bersangkutan. Diharapkan dalam sidang lanjutan nanti para Tergugat akan hadir.
“Tidak tertutup jika yang bersangkutan (Vie Santi) tidak memenuhi panggilan sidang, nanti kita terbuka bekerja sama dengan kedubes Indonesia di Malaysia,” pungkas Hasudungan Manurung, SH, MH yang didampingi David.