Terang yang Tak Lahir dari Listrik: Refleksi Etika Kristen dari Kupang

Ayo Bagikan:

 

Oleh: Merling Messakh
Dosen Etika Kristen, Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang

Majalahgaharu Kupang Selama dua hari berturut-turut, Senin hingga Selasa, 3–4 November 2025, warga Kota Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dilanda kegelapan. Pemadaman listrik terjadi berulang kali, membuat masyarakat gelisah dan aktivitas harian terhenti. Pihak PLN menyampaikan permohonan maaf, menjelaskan bahwa gangguan terjadi akibat kerusakan pada unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok di Kupang (Tribun Kupang, 2025).

Pemadaman kali ini berdampak luas: sejumlah pelaku usaha terpaksa menghentikan kegiatan, fasilitas umum tidak berfungsi, bahkan pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik di lima daerah di NTT ikut terhambat (Kompas, 2025). Listrik yang padam bukan hanya membuat warga “gerah” secara fisik, tetapi juga mengguncang kesabaran sosial. Dalam konteks ini, refleksi etika Kristen mengajak kita untuk melihat peristiwa ini bukan semata dari sisi teknis, melainkan juga dari sisi moral dan spiritual tentang makna “terang” dalam kehidupan bersama.

Terang yang Lebih dari Sekadar Cahaya

Dalam tradisi iman Kristen, terang bukan sekadar fenomena fisik, melainkan simbol kehadiran dan kebenaran Allah. “Akulah terang dunia,” kata Yesus (Yohanes 8:12). Terang berarti kejelasan, pengharapan, dan arah moral yang menuntun manusia di tengah kegelapan hidup. Oleh karena itu, ketika terang secara literal padam, situasi tersebut menjadi cermin yang mengingatkan manusia akan keterbatasan, dan sekaligus panggilan untuk menyalakan terang batin dan moral.

Etikus Katolik Karl H. Peschke (1997) menjelaskan bahwa etika Kristen berakar pada partisipasi manusia dalam kebaikan ilahi. Artinya, setiap individu dan lembaga dipanggil untuk mengupayakan terang moral dalam situasi konkret, termasuk dalam pelayanan publik. Pemadaman listrik, sejatinya, bukan hanya soal energi, melainkan ujian bagi tanggung jawab etis: bagaimana lembaga publik bersikap transparan dan berkomunikasi jujur, serta bagaimana masyarakat tetap menjaga empati di tengah kekecewaan.

Kegelapan sebagai Cermin Solidaritas

Padamnya Listrik di Kota Kupang mengungkap betapa rapuhnya sistem yang menopang kehidupan modern. Namun, dalam pandangan etika Kristen, krisis tidak selalu berarti kegelapan total. Ia bisa menjadi ruang refleksi untuk menyalakan terang solidaritas.

Bonhoeffer (1995) menulis bahwa iman Kristen harus diwujudkan dalam tanggung jawab konkret terhadap sesama. Maka, ketika listrik padam dan aktivitas terhenti, kesempatan itu dapat menjadi ruang bagi masyarakat untuk saling menolong berbagi makanan, berbagi penerangan, atau sekadar saling menguatkan dan bertukar cerita. Terang sejati, dengan demikian, bukan hanya listrik yang menyala, melainkan kasih dan kepedulian yang tidak padam di hati manusia.

Hauerwas (1981) menyebutnya sebagai “komunitas karakter” sebuah masyarakat yang nilai-nilainya dibentuk oleh kasih dan kesetiaan, bukan oleh kenyamanan sesaat. Kupang yang gelap justru dapat menjadi Kupang yang terang, jika di tengah keterbatasan, masyarakat tetap memilih untuk saling menopang.

Etika Tanggung Jawab: Terang bagi Lembaga dan Warga

Dalam konteks pelayanan publik, etika Kristen juga menuntut tanggung jawab struktural. PLN, sebagai lembaga publik, telah menyampaikan permohonan maaf dan berupaya memperbaiki kerusakan (Kompas.id, 2025). Tindakan tersebut adalah langkah awal yang baik dan patut diapresiasi. Etika Kristen mengajarkan bahwa pengakuan kesalahan adalah bagian dari pertobatan sosial, proses menuju pemulihan kepercayaan publik.

Namun, tanggung jawab tidak berhenti di situ. Diperlukan komunikasi yang transparan, sistem cadangan yang siap, dan kebijakan energi yang berorientasi pada kesejahteraan bersama. Gula (1999) menyebut bahwa iman yang matang selalu menginformasikan akal budi dan tindakan moral. Artinya, etika tidak hanya berbicara tentang niat baik, tetapi juga tentang kebijakan dan tindakan nyata yang membawa terang bagi kehidupan bersama.

Di sisi lain, masyarakat juga dipanggil untuk menanggapi dengan sabar dan konstruktif. Kekecewaan yang muncul wajar, tetapi marah tanpa arah hanya memperpanjang kegelapan. Dalam terang iman, setiap individu dapat berperan menjadi sumber pengharapan dengan tetap berpikir jernih, berdoa, dan berpartisipasi aktif dalam perbaikan sosial.

Menjaga Terang di Tengah Kegelapan

Kegelapan yang meliputi Kota Kupang bukan semata persoalan listrik yang padam, melainkan juga sebuah panggilan untuk merenungkan makna terang baik secara lahiriah maupun batiniah. Terang listrik bisa padam karena faktor teknis, tetapi terang iman, pengharapan, dan kasih tidak boleh redup oleh kemarahan, kekecewaan, atau sikap acuh tak acuh.

Etika Kristen mengingatkan bahwa terang sejati lahir dari hati yang jujur, tangguh, dan penuh kasih kepada sesama. Dalam gelapnya kota dan gelisahnya masyarakat, setiap tindakan kecil yang dilandasi kasih menjadi nyala yang menuntun jalan bersama menuju pemulihan. Seperti lilin yang redup namun setia di tengah malam pekat, terang itu cukup untuk menunjukkan bahwa harapan belum padam. Sebab Tuhan sendiri adalah sumber terang yang tak lahir dari listrik, dan tak pernah padam dalam kehidupan umat-Nya.

 

Daftar Pustaka

Bonhoeffer, D. (1995). Ethics. Touchstone.

Detak Pasifik. (2025, November 3). PLN “Sakit” di Ibu Kota NTT: Usaha Lumpuh Akibat Pemadaman Berkepanjangan. https://detakpasifik.com/pln-sakit-di-ibu-kota-ntt-usaha-lumpuh-akibat-pemadaman-berkepanjangan/

Gula, R. M. (1999). Reason Informed by Faith: Foundations of Catholic Morality. Paulist Press.

Hauerwas, S. (1981). A Community of Character: Toward a Constructive Christian Social Ethic. University of Notre Dame Press.

Kompas. (2025, November 4). Gara-gara Listrik Padam, Tes Kompetensi Akademik di 5 Daerah di NTT Terhambat. https://regional.kompas.com/read/2025/11/04/165034778

Kompas.id. (2025, November 3). Darurat Listrik di Pulau Timor: PLN Akui Kerusakan pada Pembangkit. https://www.kompas.id/artikel/darurat-listrik-di-pulau-timor-pln-akui-kerusakan-pada-pembangkit

Peschke, K. H. (1997). Christian Ethics: Moral Theology in the Light of Vatican II. C. Goodliffe Neale.

Tribun Kupang. (2025, November 3). Pemadaman Listrik Berulang di Kota Kupang, PLN Minta Maaf Sebut Ada Gangguan PLTU. https://kupang.tribunnews.com/kupang-news/938920/pemadaman-listrik-berulang-di-kota-kupang-pln-minta-maaf-sebut-ada-gangguan-pltu

 

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Like