JAKARTA majalahgaharu.com– Politik di Indonesia pasca Pilpres 2014 dinilai kental dengan nuansa pragmatisme berbau SARA. Kondisi ini semakin kental terlihat pada Pilpres 2019 di mana salah satu kubu yang berkompetisi terlihat kental dengan isu di luar empat pilar kebangsaan.
Pada Pilpres 2024, sentimen SARA dikhawatirkan akan semakin menguat bila tidak ada ketegasan berupa regulasi untuk menolak penggunaan isu SARA bagi setiap kandidat. Dalam regulasi itu, peserta Pemilu diwajibkan mencantumkan isu kampanyenya dalam lingkup 4 pilar kebangsaan yakni, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal dan NKRI.
Pembuatan regulasi untuk isu kampanye wajib 4 pilar kebangsaan itu disampaikan Saut Sirait, mantan Komisioner KPU 2007-2012. Hal semacam ini dinilai dapat menjadi rambu yang tegas untuk menjaga keberlanjutan keutuhan kebhinekaan Indonesia.
Sejumlah pelaksanaan demokrasi di luar negeri, menurut dia, sudah diterapkan aturan yang tegas bagi setiap kandidat calon walikota yang berkampanye agar menyampaikan materi kampanye tidak keluar dari kebijakan nasional di negara tersebut. Dicontohkan, pemilihan kandidat walikota Moskow, Rusia.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indobarometer M Qdari menilai hiruk pikuk Pilpres bernuansa SARA ini akibat sebagian elit politik nasionalis lebih sibuk dengan kepentingan sendiri-sendiri dan melupakan kepentingan nasional yakni menjaga 4 pilar kebangsaan. “Ada kelompok politik yang seharusnya membela NKRI terseret dalam isu kampanye di luar 4 pilar kebangsaan,” katanya.