Jakarta, majalahgaharu-Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia yang disingkat PPHKI adalah sebuah wadah para parktisi hukum yang tentu saja memahami bagaimana persoalan hukum seperti legalitas baik lembaga, organisasi dan juga aturan-aturan hukum lainnya.
Seiring berkenaan dengan situasi saat ini terutama di penghujung tahun 2020 dan masuk tahun 2021 pemerintah menindak tegas atas salah satu organisasi yakni Fron Pembela Islam (FPI), akibatnya pro kontra atas sikap tegas pemerintah ini memunculkan polemic di tengah masyarakat, untuk mengetahui pandangan sejauhmana faktor hukum atas pembubaran ini GAHARU meminta tanggapan Pihak PPHKI dalam hal ini Ketua umum PPHKI Fedrik Pinakunary, Sekjend Hasudungan Manurung dan juga bagian secretarys execuve Junus Boy Makahekung S.H., M.H berikut petikannya
Pemerintah sudah mengambil sikap tegas membubarkan FPI dan melarang penyebaran atribut dan semua pernik pernik FPI tanggapan PPHKI sendiri seperti apa?
Pemerintah tidak melakukan pembubaran atas FPI, mengingat secara hukum FPI sebagai ormas telah dianggap bubar, karena Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari FPI) Kepmendagri No.01-0000/010/D.III.4/VI/2014 tertanggal 20 Juni 2014 tidak memenuhi syarat untuk diperpanjang.
Oleh karena itu, keputusan pemerintah sebagaimana dimaksud SKB 6 Pejabat Tinggi Negara (Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Kapolri, Jaksa Agung dan KBNPT), tanggal 30 Desember 2020 untuk melakukan larangan kegiatan, penggunaan symbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI adalah sudah tepat dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ada beberapa pengamat politisi dan juga bebeberapa praktisi hukum yang beranggapan bahwa pembubaran FPI itu tidak demokratis?
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa bukan pemerintah yang membubarkan FPI, melainkan FPI dianggap telah bubar karena SKT-nya tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang.
Indonesia adalah negara hukum dan oleh karena itu setiap tindakan atau keputusan pemerintah senantiasa dapat diuji kebenarannya di pengadilan Tata Usaha Negara. Selain itu, pemerintah menghormati kebebasan setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul dalam suatu organisasi yang dijamin penuh oleh konstitusi. Namun demikian kebebasan berserikat itu juga harus tunduk pada Pancasila, Konstitusi (UUD 1945) dan pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 28 J UUD 1945).
Dalam Hukum Administrasi Negara (HAN) setiap tindakan dari pemerintah, termasuk untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan SKT untuk suatu ormas yang tidak berbadan hukum agar terdaftar pada administrasi pemerintahan merupakan objek gugatan di pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Selain itu, dalam konteks yang lebih luas, dalam UU Ormas terdapat asas “Contrarius Actus”, yang artinya Pemerintah sebagai badan/Pejabat TUN punya kewenangan menerbitkan dan sekaligus berwenang untuk menarik kembali keputusannya, dengan tidak mengurangi hak dari pihak yang merasa dirugikan untuk dapat mengajukan gugatan ke PTUN.

Apa syarat sebuah organisasi itu bisa dibubarkan?
Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat 3 huruf b UU Ormas, Suatu ormas dapat dibubarkan jika dilakukan pencabutan atas surat keterangan terdaftar oleh kementerian dalam negeri atau pencabutan status badan hukumnya oleh kementerian hukum dan HAM yang sekaligus dinyatakan bubar jika melanggar ketentuan yang diatur dalam UU ormas, misalnya Pasal 59 ayat 4 huruf c UU Ormas mengenai larangan menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Apakah ada peluang yg berkeberatan atas pembubaran FPI membawa ke ranah hukum seperti apa mekanismenya secara hukum?
Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintah senantiasa dapat diuji kebenaran dan objektifitasnya melalui pengadilan dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan cara mengajukan gugatan yang berisi dalil-dalil dan tuntutan agar pengadilan membatalkan atau setidak-tidaknya menunda suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
FPI sdh berubaha nama kira kira apakah ada peluang utk pemerintah mengeluarkan ijin atau..?
Sepanjang anggaran dasar dari suatu Ormas memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh UU dan tidak melakukan pelanggaran atas hal-hal yang diatur dalam UU Ormas, maka atas dasar perlindungan terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi, maka pemerintah akan memproses seluruh permohonan dari ormas manapun untuk mendapatkan SKT ataupun status badan hukum.
Penegakkan hukum seperti apa yang diharapkan dari pemerintah agar suasana tak gaduh kembali?
Penegakan melalui hukum pidana sebagai suatu upaya yang ultimum remedium adalah diperlukan, manakala personil -personil dari kelompok masyarakat tertentu juga masih tetap melakukan hal-hal yang dilarang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 KUHP, 107 b KUHP dan sanksi pidana yang diatur dalam UU ormas.
PPHKI pernah meminta pak Wiranto utk menindak tegas ormas radikal apakah bisa diartikan ini suatu jawaban PPHKI?
PPHKI tidak pernah secara spesifik meminta pemerintah untuk menindak suatu ormas tertentu atas dasar penilaian sepihak (subjektif), melainkan hal tersebut merupakan suatu permintaan secara umum, yaitu sebagai bentuk legitimasi moral, agar pemerintah tidak ragu untuk melakukan tindakan tegas terhadap ormas-ormas yang melakukan tindakan atau kegiatan intoleran yang bertentangan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, semata-mata untuk merawat persatuan dan kesatuan dari bangsa Indonesia yang begitu majemuk suku, agama, ras dan antar golongannya.