Gak Bahaya Ta

Pelanggaran etika
Ayo Bagikan:

Majalahgaharu.com Jakarta Landasan hukum yang kuat yang tidak memberi ruang untuk mencari celah kelemahan terhadap seorang pemimpin, akan membuat seorang pemimpin memiliki kepercayaan diri yang kuat, lantaran legitimasinya dapat dipercaya. Namun, dengan pencawapresan Gibran Rakabuming Raka walikota Surakarta yang naik menjadi cawapres karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan uji materi oleh salah satu mahasiswa dari Sala ini, menimbulkan polemik. Setidaknya berdasarkan keputusan MK MK yang menyatakan adanya pelanggaran etik terkait dengan persoalan keputusan Mahkamah tersebut.

Keputusan MK memang diakui memiliki karakteristik bersifat final dan mengikat (final and binding), maka tidak ada upaya lain yang dapat ditempuh. Artinya majunya Gibran mendampangi Prabowo Subianto tidak bisa dimasalahkan jika berangkat berdasar keputusan MK tersebut.

Tetapi, sekalipun undang-undang dengan diputuskan tentang persyaratan menjadi capres dan cawapres diterima MK,, namun dengan keputusan MK MK terkait polemic keputusan tersebut lalu adanya pelanggaran etik, ini akan menjadi beban ke depan.

Dalam filsafat hukum, kita mengenal tingkatan hukum yang berawal dari nilai, asas, norma, dan undang-undang. Dalam konsepsi tersebut, etika berada pada tataran norma dan asas, dengan demikian posisi etika adalah jauh di atas hukum. Implikasinya, pelanggaran etika secara sosiologis mendapatkan celaan sama atau bahkan lebih dari pelanggaran hukum.

Berangkat dari penjelasan diatas, majunya Gibran ini akan menjadi beban andaikan terpilih menjadi wakil presiden. Bagaimana mungkin seorang pemimpin tinggi negara perjalanan sampai pada level tersebut ada nohtah hitam karena melanggar etika.

Lalu, bagaimana jadinya ketika ada rakyat yang melanggar etika dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena, tak bisa dipungkiri rakyat akan mencatatnya, apa yang pernah dilakukan pemimpinnya. Apalagi moment kampanye serta terbukanya informasi di media sosial, jejak digital seseorang itu tetap akan tersimpan dan sewaktu waktu akan bisa di lihat kembali.

Teladan Pemimpin

Meminjam istilahnya Cak Imin salah satu kandidat cawapres 2024 ini dengan candaannya ‘ngga bahaya ta” hal ini patut menjadi bahan pertimbangan pemilih, pemimpin seperti apa yang pantas didukung, tentu selain track record ataupun kemampuan bagaimana memimpin bangsa yang plural dan besar ini, tetapi catatan proses atau cara seseorang menjadi pemimpin .

Sederhananya, bagaimana ada pemimpin yang akan memandu jalannya negara yang di dalamnya ada 280 juta manusia ini yang perlu ditata lalu pemimpinnya sendiri pernah  tercatat pelanggar etika.

Pepatah Jawa yang dipakai di dalam dunia pendidikan yang disampaikan Ki Hajar Dewantara, berbunyi  Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Hanyani. Seorang pemimpin itu menjadi teladan, seorang pemimpin memberikan arah dan jalan dans eorang pemimpin memberikan dukungan atau motivasi. Lalu,  bisa dibayangkan saja seperti arahannya tentang etika dalam memimpin apa kira kira berani. Kemudian kalaupun berani memberi bekal tentang etika bernegara,  apakah tidak menjadi serangan balik ke diri sendiri.

Inilah yang tentu menjadi keprihatinan, karena bukan tidak mungkin masyarakat akan memiliki alasan yang sama, ketika melakukan pelanggaran etika lalu mendapatkan tegoran bahkan hukuman, dengan dalih bukankah sang pemimpin juga pernah melakukan yang sama, kenapa dia bisa lalu rakyat tidak. Di mana rasa keadilan dan kesamaan di depan hukum. Benar-benar ini bahaya dalam proses menjalankan pemerintahan.

Apa yang dituliskan ini, bukan karena kebencian, bukan juga takut kalah ataupun karena tidak kebagian sesuatu, tetapi lebih pada bagaimana melihat tantangan ke depan dalam memimpin terutama dalam etika bernegara dan berbangsa.

Memang, Prabowo Subianto sewaktu menjawab pertanyaan dari Anies Baswedan tentang adanya pelanggaran etika tersebut dalam debat capres mengatakan, kalau tidak senang ya jangan dipilih. Padahal bukan itu esensinya tetapi justru kalau terpilih, bagaimana seorang Gibran yang merupakan wakil presiden ini memikul beban atas penemuan MK MK yang menyatakan majunya Gibran menjadi cawapres karena melanggar etik. Makanya, apa ini ngga bahaya ta?

Penulis : Yusuf Mujiono

Pemimpin umum majalah gaharu

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

BKSG LK Rayakan Natal Ajak Bersatu Untuk Berkarya

Wed Dec 20 , 2023
Majalahgaharu.com Jakarta Suasana natal yang sahdu dengan melantunkan lagu-lagu natal yang dipandu Pdm Ully Goeslaw , mengajak kita kembali mengingat kelahiran sang bayi natal. Di mana kehadirannya semata karena kasihNya kepada manusia. Perayaan Natal Badan Kerjasama Gereja dan Lembaga Kristen (BKSG LK) yang notabene sebuah lembaga yang memperjuangkan kebebasan beribadah […]

You May Like