Jakarta, majalahgaharu.com-Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dinilai terlalu masuk ke ruang privat dan diskriminatif terhadap perempuan, ungkap Harti Hartijah ketika dijumpai saat acara HUT GKRI Karmel, Permata Hijau Jakarta Selatan, Kamis 5/03/20. Lebih lanjut Harti yang juga aktivis perempuan mendesak agar draf itu segera dicabut dalam daftar program legislasi nasional atau Prolegnas prioritas 2020.
“Banyak pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga yang melanggar hak asasi manusia terutama kaum Perempuan” tandasnya prihatin.
Para perempuan, menurut dia, harus bersatu dan bergandengan tangan untuk bersuara soal RUU tersebut. Di pihak lain, anggota DPR perlu melakukan kajian lebih dalam terhadap pasal-pasal kontroversial dan sangat kontradiktif dengan peran wanita saat ini.
Sementara istri diatur dengan kewajiban hanya di ranah domestik. Seperti isi draf yang mengatakan antara lain mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, menjaga keutuhan keluarga, serta memperlakukan suami dan anak dengan baik.
Lantas, bagaimana peran perempuan yang juga bisa berperan sebagai kepala keluarga, memiliki fungsi dalam keluarga dan publik.
Lalu menurut Harti, RUU Ketahanan Keluarga juga mengharuskan setiap keluarga memiliki tempat tinggal dengan kamar yang terpisah antara laki-laki dan perempuan untuk mencegah kejahatan seksual. Semua aturan itu jelas sulit dipenuhi bagi keluarga tidak mampu.
Harti menilai, perumus RUU ini tidak mampu menguraikan konsep hubungan negara dan warganya dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta budaya.
“Kalau menurut saya jangan sampai masuk ruang pribadi atau privasi. Banyak hal yang semestinya pemerintah perjuangkan seperti hak perempuan dan perlindungan perempuan dan banyak hal lainnya”, ungkap pengurus PGLII DKI.
Menurutnya, masalah tersebut.sebenarnya bukan kewenangan negara karena berada di ruang privasi seseorang. Negara pun tidak bisa melihat dan menguraikan konsekuensi atas pelanggaran kewajiban-kewajiban itu.
Jadi menurutnya undang-undang yang sudah ada sudah baik hanya perlu ditingkatkan untuk hak perempuan. Karena banyak hal dalam emansipasi terhadap perempuan kurang nyata bila terjadi di lapangan, Sehingga hal tersebut harus diperbaikan Jangan lah selalu perempuan selalu diperlakukan driskiminatif, apa lagi dalam rumah tangga.
Sebenarnya cukup disosialisakan tentang rumah tangga yang baik agar suami istri dalam menjalakan rumah tangga dengan benar.
Kalau di agama Kristen sudah diatur dengan jelas sebelum menikah hingga menikah terutama perceraian.makanya banyak yang ingin bercerai berfikir ulang untuk melakukanya karena ajaran di Kristen tidak ada kata penceraian.
“Undang-undang pernikahan sudah cukup dan tidak perlu lagi undang-undang ketahanan rumah tangga.dan pemerintah sebaiknya memperhatikan hal-hal dalam memperbaiki hal terhadap perempuan”, pungkasnya mantab.