Jakarta, majalahgaharu.com – Sandritje Panauhe sebagai istri dari Labora Sitorus mempertanyakan,ke mana lagi harus meminta perlindungan Hukum kalau bukan kepada Bapak Presidensebagai otoritas tertinggi pemengang kekuasaan di negeri ini. “Bapak Presiden,suami saya selaku anggota Polisi Aktif, apabila ada kesalahan atau disiplinsuami saya dalam menjalankan tugas maka pihak pihak Propam Polri terlebihdahulu menangani. Namun demikian sampai saat ini suami saya belum pernahmenjalani pemeriksaan di institusi suami saya bernaung,” jelasnya lagi.
Sandritje Panauhe, merasakan perihnya perlakuan kriminalisasi dan proses peradilan sesat yang dirasakan suaminya Labora Sitorus. Oleh karena itu, dia memberanikan dirimengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Sura tertanggal 15 Oktober 2018, memohon perlidungan HAM, perlidungan hukum dan keadilan serta pengaduan dugaan pelanggaran proses penahanan (perampasan kebebasan dengan cara melawan hukum. Walau sampai saat ini belum ada jawaban.
Menurutnya, adatujuh kejanggalan atas perkara suaminya Labora Sitorus. Dalam surat yangdikirimkan kepada Presiden Joko Widodo, Sandritje Panauhe turut jugamelampirkan foto copy laporan Eksaminasi Proses Hukum dan Putusan Hukum Labora Sitorus, oleh Komnas HAM RI. Foto copy Surat Kepala Lembaga PemasyarakatanKelas I Cipinang Jakarta, Tentang administrasi registrasi terkait SuratPerintah Penahanan atau Penahanan, Standar Registrasi dan KlasifikasiNarapidana dan Tahanan, Kemenkumham Penal Nomor: PAS-170.PK.01.01.02 Tahun2015, halaman 10-11. Dalam isi surat Sandritje Panauhe, menyampaikan kepadaPresiden memohon dengan sangat perhatian Presiden atas Peradilan Sesat yang menimpa suaminya.
“Musibah yang memvonis hukuman 15 tahun penjara sampai hari ini tidak tahu pelanggaran hukum apa yang suami saya lakukan, sejak semula suami saya ditahan tanpa SuratPerintah Penahanan dari penyidik Polda Papua, tanpa ada Laporan Polisi (LP),tanpa ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kesempatan suami saya melakukan Praperadilan saat itupun dihalangi dengan cara mengantarkan suami saya ke RS Polri Jayapura dan masih banyak lagi kesalahan fatal dan serius dalam menetapkan suami saya sebagai tersangka yang dilakukan oknum aparatur hukum.”
Lucunya,walau demikian perkara ini bisa ada Putusan Pengadilan Negeri. Bahkan, bisa adaPutusan Pengadilan Tinggi dan bisa ada Putusan Mahkamah Agung dengan alasansudah inkracht. Padahal, sejak awal, Labora ditahan mulai dari Polda Papua sampai sekarang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta, pihak keluargatak pernah menerima Surat Penetapan Penahanan. “Bahkan registrasi suami sayaselaku warga tahanan pun sampai hari ini di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Kelas I Jakarta terkait Surat Penetapan Penahanan tidak ada,” jelasnya lagidalam suratnya.
Merujuk pada prinsip standar Minimum Rules for the Treatment Prinsons (SMR) Resolusi PBBNomor 663 C (XXIV) tanggal 31 Juli 1957 dan Nomor 2076 (LXII) tanggal 31 Mei1977, di mana setiap orang yang ditahan harus jelas dicatat mengenai identitas, alasan pertanggung-jawaban otoritas, bahkan tanggal masuk dan tanggal bebas,serta tak seorangpun boleh diterima dalam Lapas/ Rutan kecuali dengan suratyang syah dan telah dicatat di dalam buku register.
Hal tersebut di atas dipertegas dalam Pasal 555 KUHP, PerMenkeh RI No.M.04-UM.01.06 Tahun 1983 bahwaSurat Perintah Penahanan atau Penetapan Penahanan (SP2) yang paling mendasar sejak di Tingkat Penyidikan oleh Polri harus ada (SP2 Labora Sitorus tidakpernah ada) dikutip dari buku Standar Registrasi dan Klasifikasi Narapidana danTahanan, Kemenkumham RI, Nomor: PAS-170.PK.01.01.02 Tahun 2015, halaman 10 – 11yang harus dipatuhi.
“Terkaitdengan semua kejadian yang menimpa suami saya, saya sangat yakin di luarsepengetahuan Bapak Presiden, di mana sedang gencar-gencarnya melakukan Reformasi dan Supremasi Hukum. Oleh karena itu, saya dan suami saya LaboraSitorus selaku Warga Negara sangat menghormati,” jelasnya lagi dalam surattersebut.
Lucunya, walau demikian langsung diadili di peradilan, sehingga terkait statusnyasuaminya sebagai anggota Polisi sampai saat ini tak ada kejelasan. Karenanya,dari hati yang paling dalam, melihat kondisi suaminya di Lembaga PemasyarakatanCipinang Kelas I Jakarta, sebagai istri, Sandritje Panauhe memohon keadilanuntuk pribadi suaminya, Labora Sitorus. “Demi masa depan saya selaku istri dan anak-anak kami. Dan sebagai bahan informasi terkait dengan kasus hukum yangsuami saya alami ini pada tahun 2015 telah dilakukan telaah berupa EksaminasiProses Hukum dan Putusan Hukum Labora Sitorus oleh Komisi Nasional Hak AsasiManusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI), di mana hasil Eksaminasi Komnas HAMRI ditemukan banyak sekali kejanggalan dalam proses hukum terhadap suami sayaLabora Sitorus”
Sebagaiistri, dia sangat berharap, Surat Permohonan kepada Presiden sebagai permohonanperlidungan HAM, perlindungan hukum dan keadilan serta pengaduan adanya dugaanpelanggaran proses penahanan, perampasan kebebasan dengan cara melawan hukum, berharap mendapat perhatiandari Bapak Presiden untuk terwujudnya Reformasi dan Supremasi hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Surat tersebut ditembuskan 23 lembaga negaradiantaranya. Termasuk tembusan disampaikan kepada Wakil Presiden RepublikIndonesia, Drs Jusuf Kalla. Temusan ke Jenderal TNI (Purn.) Wiranto sebagaiMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia.Kepada Prof. Dr. M. Hatta Ali., SH., MH sebagai Ketua Mahkamah Agung RepublikIndonesia. Dan, kepada Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TentaraNasional Indonesia. Kepada Prasetyo Jaksa Agung Republik Indonesia, dan kepada Jenderal Polisi Tito Karnavian selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan kepada Dr. Yasonna Hamonangan Laoly. S.H., M.Sc. Menteri Hukumdan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.[RA]