Bedah Buku Kiai Sadrach Gerakan Mardiko dan Kontekstualisasi di Zaman Sekarang

Ayo Bagikan:

Majalahgaharu.com Jakarta Pada awal pewartaan sebagai penginjil di Jawa, Kiai Sandrach pembantu pelayanan Kiai Tunggul Wulung di Semarang. Dengan pengajaran dari Kiai Tunggul Wulung, Kiai Sadrach melakukan ‘adu ilmu’ (debat) dengan orang-orang yang memiliki kepercayaan lain. Dan yang kalah harus menjadi murid dari guru ngilmu yang menang. Di zaman ini sekarang, praktek ‘ngilmu’ ini juga masih diterapkan dengan menggunakan media sosial. Debat apologat menghiasi berbagai platform media sosial. Bedanya, yang tak ada yang mengaku kalah.

Pernyataan ini disampaikan Sekretaris Umum PGI Pdt. Darwin Darmawan sebagai salah satu narasumber dalam bedah buku Kiai Sadrach – Sebuah Perjalanan Kristen Jawa. Dalam paparanya, Pdt Darwin mengungkapkan bahwa upaya pewartaan yang dilakukan Kiai Sadrach sangatlah relevan untuk diterapkan pada zamannya. “Pewartaan yang dilakukan Kiai Sadrach menghasilkan pengikut Kristus dan juga penginjil lain sebagai penusrusnya. Banyak orang Jawa saat ini yang beragama Kristen.”

Dilain sisi, Pdt. Darwin juga mengkritisi buku ini bahwa pewartaan injil pada masa tersebut memiliki karakteristik yang jauh berbeda denagnsaat ini. “Situasi sosial dan politik (kolonialisme) tidak harus kembali ke zaman tersebut. Terlebih lagi, Kiai Sadrach yang ingin mengkristenkan orang, tidak bisa melakukan sakramen sesuai dengan tata cara yang berlaku. Situasi yang membuat Kiai Sadrach dianggap oleh gereja melakukan berbagai pelanggaran,” ujarnya di Kantor Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) di Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta (21/3).

Dalam paparan penulis buku Tri Budi Wibowo mengungkapkan bahwa buku ini merupakan hasil dari tesisnya di Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) Jakarta. “Buku ini selain karya akademik juga sebagai upaya saya mengilhami secara teologi pelayanan gerejawi yang jalani Kiai Sadrach di Gereja Kristen Mennonite.”

Sebagai pewarta injil, Kiai Sadrach mengusung gerakan Mardiko (merdeka). Mardiko yang ia maksudkan ialah kemerdekaan secara rohani dan jasmani pada jemaatnya, serta tidak menganggap bahwa Kristen sebagai agama penjajah. “Kiai Sadrach melakukan pewartaan injil sesuai dengan kontek sosial masyarakat Jawa pada saat itu. Ia tak ingin bahwa Kristen yang diwartaan oleh orang Eropa berpusat pada kultur yang mereka bawa saja,” jelas jemaat GITJ tersebut dengan tinjauan menurut 1 Korintus 9:20-23.

Persatuan Wartawan Nasrani (Pewarna) Indonesia sebagai inisiator bedah buku ini, turut menghadirkan Ketua Umum Pewarna Id Yusuf Mujiono sebagai salah satu narasumber. Penerbitan bu Sadrach ini merupakan karya intelektual yang juga menjadi pergerakan Pewarna Id untuk mengingatkan kembali peran misionaris lokal untuk mewartakan injil.

“Tunggul Wulung, Sadrack di tanah Jawa. Pontas Lumban Tobing di Tapanuli. Mereka adalah pribumi yang turut menjadi pewarta injil. Mereka menginjili dengan pendekatan budaya. Menggunakan simbol, seni, dan ornamen lokal agar injil lebih diterima masyarakat.”

Djasarmen Purba, Ketua Umum MUKI menegaskan bahwa kekristenan yang berbasis budaya adalah sesuatu yang penting dan perlu dipertahankan, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai iman Kristen. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indoneaia, Harsanto Adi, menggarisbawahi dampak kolonialisme Belanda yang lebih berorientasi pada kekuasaan dibandingkan penginjilan.

“Peluncuran buku ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan sejarah dan menjaga semangat penginjilan kontekstual,” ungkap Harsanto Adi.

Kehadiran buku ini dan diskusi seputar warisan Kiai Sadrach memberikan perspektif baru tentang bagaimana Injil dapat dikontekstualisasikan tanpa kehilangan esensinya. Di tengah tantangan zaman, penginjilan berbasis budaya bisa menjadi inspirasi bagi gereja masa kini untuk tetap relevan tanpa meninggalkan akar iman.

Setelah selesai paparan dari narasumber, diadakan sesi diskusi dan tanya jawab yang disambut sangat antusias peserta.

Grollus

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Jelang HUT PGI Ke 75 Gelar Rangkaian Acara di Pematangsiantar

Sat Mar 22 , 2025
Majalahgaharu.com Pematangsiantar Rangkaian kegiatan dalam rangka HUT ke-75 PGI yang mulai bergulir pada Kamis (20/3/2025), seminar Penjemaatan Dokumen Keesaan Gereja (DKG), Bakti Sosial, serta Ziarah Tokoh Oikoumenis, di Pematangsiantar dan Tapanuli Utara, Sumatera Utara, berjalan lancar. Ziarah ke makam tokoh oikoumenis Pdt. Dr. S.A.E. Nababan, di Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara […]

You May Like