Jakarta, majalahgaharu.com Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA Indonesia)kembali menggelar diskusi daring yang kesepuluh kali, selasa (09/06/2020). Diskusi kali ini, peserta diajak untuk mendengar pernyataan, masukan, kritik dan harapan dari beberapa prespektif para tokoh lintas agama, baik dari Muslim, Hindu, Buda dan Konghucu berkenaan dengan apakah jika partai Kristen hadir sebagai ancaman dan mempertajam konfklik perbedaan atau justru bentuk dari keberagaman dan kebhinekaan itu sendiri.
Seperti biasanya dalam diskusi tersebut di pandu Rikardo Marbun jurnalis radio yang bergabung dengan PEWARNA Indonesia ini
Adapun para nara sumber yang berbagi pandangannya tersebut antara tokoh muda Hindu Bali yang saat ini menjadi anggota DPD RI utusan dari Pulau Dewata Dr. I Gusti Ngurah Arya Wedarkarna MWS III, S.E (M.tru) M.Si. Bagi figure muda yang mendapatkan penghargaan dari Persatuan Wartawan Nasrani kategori figure penjaga keberagaman ini, lugas bahwa tantangan berat, selalu ada golongan yang menyebut partai Kristen bakal sulit berdiri kembali. Kalau selalu mengingat partai era lalu.
Tetapi kalau melihat dari partai dengan basis agama lain, tetap ada malah bisa merangkul kader dari partai lain. Berbicara dari sisi jumlah umat Kristen Katholik sendiri sekityar 26 juta, itupun berdasarkan hasil sensus empat tahun yang lalu, seharusnya secara potensi ada. Sepenjanga mau belajar dari pengalaman.
Kemudian menyangkut apakah ancaman atau kebhinekaan, toh secara konsistusi sudah diatur bahkan menurutnya partai Kristen harus didorong untuk hadir kembali sebagai wujug menjahga keseimbangan dan kebinekaan itu sendiri.
Nah bicara masyarakat Hindu, Arya membaca cenderung ke partai nasionalis.
“Tapi kita harus pahami ke depan, kalau ada partai berbasis Kristen identitas dan platform partai sudah harus tuntas. Bagaimana dengan tokoh-tokoh yang mendirikan partai ini mampu merangkul umat-umat lain yang bisa menjadi segmen. program, komunikasi, dan propaganda bisa menjadi kunci.
Artinya kehadiran partai Kristen bukan tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Hal itu bisa mencontoh yang baik dari negara-negara lain.
Sedangkan Peter Lesmana sekjen Matakin seorang tokoh agama Konghuchu berpandangan Tidak ada masalah dengan pendirian partai dari agama apapun. Namun kalau dari Konghucu cenderung tidak terlalu memperhatikan politik. Karena itu ketika partai Kristen ini mampu tampil beda dan memperjuangkan semua kepentingan dalam tanda kutip kaum yang dianggap minoritas justru ini bisa menjadi celah masuk.
Sekali lagi tergantung pendekatan-pendekatan dengan kreatifitas. Lain dari yang lain. Peter menekankan bicara peluang pasti ada perkara ancaman mungkin ini tinggal melihat dari perspektif mana, kalaupun ada itu tak bisa dihindarkan namun justru sebisa mungikin ancaman itu dipakai kesempatan atau peluang untuk sebuah perjuangan.
Pembicara dari tokoh Budha Bhante Dharmmakaro berbicara kehadiran partai Kristen menurutnya tergantung visi dan misinya, sepanjang untuk memajukan Indonesia ini sangat penting. Sebagai tokoh buda Banthe cara langsung dan tidak langsung mendukung pendirian partai politik apapun namanya. Namun kalau berbicara dengan ancaman atau tantanga itu lazim kalau ada baik tantangan internal sendiri maupun eksternal.
Ada kebosanan, sehingga mencoba mencari tokoh alternatif. Partai politik Kristen tetap terbuka peluangnya. Yang penting, tinggalkan dulu dikotomi mayoritas dan minoritas. Jangan menghitung peluang berdasarkan jumlah. Apa peluang yang bisa diambil? harus mampu menampilkan identitas yang lain yaitu etika politik. Mampukah partai Kristen ini meramu dan merumuskan etika politik yang mampu diterima semua orang dari berbagai agama.
Etika Kristen yang merangkul semua umat beragama. Kalau mampu, dia akan berpeluang. Prinsipnya kehadiran partai Kristen harus menjadi berkat bagi bangsa ini.
Diskusi sepanjang dua jaman ini merupakan kegiatan PEWARNA yang sudah memasuki seri ketujuh untuk melihat dan menampung sejauh mana ketika partai Kristen itu ada, dengan tema dan perspektif yang ada. Para narasumber rata-rata bahwa peluang itu pasti ada tingal bagaimana meramu dan lahir sebagai sebuah partai yang berbada dengan menawarkan konsep yang bisa menjawab kebutuhan masa kini terutama kebutuhan minoritas yang belakangan ini semakin terabaikan.
KH Gus Nuril Arifin sendiri persoalan partai berbasis agama kalau dalam kondisi ini dibilang mempertajam pernedaan itu sangat mungkin, namun demikian bicara peluang hadirnya partai kristen atau berbasis Kristen silahkan saja kalau memang ada yang mau mendirikan, Karena seperti pengalamannya dulu sewaktu PDS akan menggelar rakernas di Jawa tengah ada penolakan, namun demikian pesantrenya justru memfasilitasi terselenggaranya rapat PDS.
“Mungkin itu pertama kali partai Krusten tetapi melakukan rapat kerjanya di Pesantren”, terang sosok pengagum pemikiran Gus Dur ini
Sekalipun ada tokoh-t-tokoh agama Kristen sendiri yang masih meragukan dan mengkuatirkan ketika partai Kristen hadir akan semakin mempertajam berbedaan, pertanyaan selanjutnya apakah dengan tidak adanya partai Kristen ini berbedaan yang tajam itu sudah tidak ada, atau justru sebaliknya. Tentu ini semua menjadi bahan pertimbangan.