Majalahgaharu Jakarta, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum Kementerian Hukum Republik Indonesia (Kemenkum RI) bekerja sama dengan Institut Leimena mengadakan Hybrid Upgrading Workshop Literasi Keagamaan Lintas Budaya: Pengembangan Program dan Perencanaan Pembelajaran yang Memperkukuh Kebebasan Beragama dan Supremasi Hukum di Jakarta, pada 19-21 September 2025.
Workshop bertujuan untuk memperkuat pemahaman kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam perspektif konstitusi dan hukum negara Indonesia khususnya di kalangan guru dan pendidik yang merupakan alumni program pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Para guru yang hadir berasal dari latar belakang agama berbeda dari berbagai provinsi di Indonesia antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Bali.
Program LKLB, dikembangkan oleh Institut Leimena sejak tahun 2021, telah meluluskan lebih dari 10.000 guru dan pendidik dari 38 provinsi di Indonesia. Program LKLB melatih para guru kompetensi praktis agar mampu membangun relasi dan kolaborasi dengan orang lain yang berbeda agama.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum Gusti Ayu Putu Suwardani mengatakan program LKLB mendukung perwujudan Asta Cita ke-1 Presiden dan Wakil Presiden RI untuk memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Di sisi lain, dia mengakui fenomena radikalisme agama, intoleransi, dan ideologi transnasional masih menjadi tantangan di dalam masyarakat.
“Kebebasan beragama bukanlah konsep yang berdiri sendiri. Ia harus dikawal oleh supremasi hukum agar tidak tereduksi menjadi sekadar slogan tanpa implementasi,” kata Gusti Ayu dalam sambutan pembukaan Hybrid Upgrading Workshop LKLB, Jumat (19/9/2025).
Gusti Ayu mengatakan penguatan pemahaman tentang kebebasan beragama sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang majemuk. Kebebasan beragama telah ditetapkan dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 UUD 1945 sebagai hak asasi fundamental yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights). Itu sebabnya, guru perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi kepada generasi penerus bangsa.
“Guru bukan hanya pengajar ilmu, tetapi juga penjaga nurani bangsa. Dengan mendidik dalam semangat kebebasan beragama dan menjunjung supremasi hukum, kita sedang menanamkan akar persatuan yang tak akan lekang oleh waktu guna menggapai Indonesia Emas 2045,” kata Gusti Ayu.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan literasi keagamaan lintas budaya, atau LKLB, sama halnya dengan literasi lainnya seperti literasi digital atau literasi keuangan. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, tanpa literasi keagamaan yang baik maka masyarakat bisa tersesat karena munculnya banyak kesalahpahaman dan prasangka.
Matius menjelaskan LKLB adalah kerangka sederhana untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan dalam berelasi dengan orang yang berbeda agama. Tiga kompetensi yang diajarkan adalah kompetensi pribadi (memahami apa yang dikatakan agama dan kitab sucinya sendiri tentang orang yang berbeda/liyan), kompetensi komparatif (memahami agama orang lain dari sudut pandang penganut agama itu sendiri), dan kompetensi kolaboratif (bekerja sama untuk kebaikan bersama).
“Melalui workshop ini, para guru dilatih untuk menerapkan ketiga kompetensi LKLB sekaligus menjadi ruang perjumpaan para guru yang berasal dari berbagai agama dan latar belakang berbeda,” katanya.
Matius menambahkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) menyoroti pentingnya solidaritas global dalam visi pendidikan dunia tahun 2050. Laporan UNESCO menyebut salah satu tantangan pendidikan global ke depan adalah dunia semakin terpolarisasi.
“Ini tampaknya menjadi keprihatinan tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri, sehingga LKLB bisa menjadi jembatan bagi orang-orang yang berbeda agama dan kepercayaan bisa saling bekerja sama untuk kebaikan bersama,” ujarnya.
Para guru yang hadir dalam workshop LKLB hari ini berasal dari berbagai sekolah antara lain MAN Insan Cendekia Aceh Timur, MTs Al Fatah Timika, MAN 1 Jakarta, sekolah di bawah Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur, Sekolah Narada, dan sejumlah SD, SMP, dan SMK Negeri.
Pelaksanaan workshop LKLB mencakup sesi-sesi lengkap mulai dari pemaparan materi, diskusi kelompok didampingi fasilitator, kunjungan ke rumah ibadah, dan praktik mengajar (micro teaching) agar guru bisa memasukan nilai-nilai LKLB dalam pembelajaran di kelas. Sejauh ini, workshop LKLB telah diadakan 21 kali di sejumlah kota di Indonesia bekerja sama dengan banyak institusi pendidikan dan keagamaan.