Jakarta, majalahgaharu.com : Kita tak mungkin menapak ke masa depan yang sungguh-sungguh berbeda dengan kebiasaan-kebiasa an yang tak lagi relevan. Demikianlah apa yang diungkapkan oleh Gu ru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali PhD, di STT REM, KelapaGading, Jakarta Utara. (8/1).
STT REM (Sekolah Tinggi Teologia “Rahmat Emmanuel Ministry) menggelar kuliah umum pada Senin, 8 Januari 2018 di Kampus STT REM, Kelapa Gading. Selain Prof Rhenald Kasali PhD, dihadirkan pula motivator profesional manajemen perilaku yaitu Ir. William Wiguna MPd, CPHR, CBA, CPI (Ketua Umum Aspirasi, Direktur Program Pasca Sarjana STT REM). Kuliah umum yang dipandu oleh Johan Tumanduk, SH, MM, MMin, MPdK (Direktur Eksekutif Conrad Supit Supit Center) berjalan cukup baik dan dipenuhi undangan yang umumnya mewakili akademi dan praktisi bisnis. Ketua STT REM Dr Ariasa H Supit, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kuliah umum dengan mengundang berbagai pakar di bidang masing-masing akan tetap dilaksanakan secara rutin.
Rhenald Kasali membedah pengertian Disruption agar masyarakat tak salah menyamakannya sebagai cara kerja bisnis multilevel marketing (MLM). Di berbagai kesempatan Rhenald kerap memberi penjelasan terkait adanya pemahaman yang kurang pas karena menganggap Disruption seakan-akan melulu bisnis startup, dan hanya bermodalkan uang publik. Bahkan ada yang membatasinya sebagai trading, sehingga melihatnya sebagai usaha brokerage. Sebatas bisnis percaloan. “Jadi seakan-akan disruption melulu soal bisnis aplikasi yang digerakkan untuk mempertemukan supply dengan demand.” Jelasnya.
Disruption, menurut penerima lencana Karya Satya ini, sejatinya mengubah bukan hanya cara berbisnis, melainkan juga fundamental bisnisnya. Mulai dari struktur biaya sampai ke budaya, dan bahkan ideologi industri. Dibutuhkan perubahan cara berbisnis, “Dulunya sangat menekankan owning (kepemilikan) sekarang menjadi sharing, saling berbagi peran. Kalau dulu semua perlu dimiliki sendiri, dikuasai sendiri, sekarang tidak lagi. Sekarang kalau bisa justru saling berbagi peran. Konsepnya adalah gotong royong untuk membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan. Inilah eranya kita bekerja bersama-sama.”
Rhenald melanjutkan, Disruption telah mengubah banyak hal sehingga cara-cara bisnis lama menjadi obsolete (ketinggalan jaman – Red). Dicontohkannya, persis seperti sebagian besar bangunan pabrik es di tengah kota yang kini telah berubah menjadi “rumah hantu” karena hampir semua masyarakat di kota sudah punya lemari es. Awamnya pemahaman masyarakat dan para elit bisnis terhadap basic concept mengenai Disruption itu sendiri, dikarenakan malas membaca, sehingga menggunakan cara berpikirnya yang kemarin untuk melihat apa yang terjadi hari ini. Juga belum banyak yang menyadari bahwa pekerjaan-pekerjaan yang sekarang tengah digeluti para buruh, bankir, dan dosen, mungkin sebentar lagi akan beralih. Bahkan masih ada beranggapan bahwa disruption seakan- akan hanya masalah meng-online-kan layanan, menggunakan apli kasi dan mem-broker-kan hal-hal tertentu. “Disruption terjadi di mana-mana, dalam bidang industri apa pun. Ia bahkan mengubah landasan hubungan dari kepemilikan individu menjadi kolektif kolaboratif.” [RA]