Jakarta, majalahgaharu.com-RENTETAN KASUS KEJAHATAN DAN PEMBUNUHAN ATAS PENDETA DAN WARGA GEREJA YANG TIDAK BERSALAH DI INTAN JAYA PAPUA, ILAGA PAPUA, DAN LEWONU LEMBANTONGOA DAN TOKELENO SULAWESI TENGAH menjadi keprihatinan tersendiri bagi Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII)
Pdt. Dr Ronny Mandang ketua umum PGLLI mengecam keras atas berbagai persoalan yang menimpa umat Nasrani seperti beberapa rententan peristiwa dan yang terbaru pembunuhan disertai pembakaran rumah penduduk dan rumah ibadah yang terjadi di Lewonu, Lembantongoa, Takelano Sulawesi Tengah, Jumat 27/11/20.
Ronny lebih lanjut mengatakan di saat bangsa Indonesia sedang berada dalam perjuangan menghadapi pandemi covid19 dengan terus menerus bahu membahu membangun narasi kehidupan, namun hal yang sebaliknya terjadi, tebaran narasi kematian muncul, sebagian warga negara mati dan mengungsi, yang menciptakan rasa takut, dalam hal ini umat Kristen, yang sedang bertahan hidup dan berpotensi mengganggu kesatuan dan persatuan di bangsa yang multietnis dan multikultural.
Sebagaimana yang telah dipublikasikan secara luas dan pihak gereja; bahwa pada:
Tanggal 19 September 2020 telah terjadi penyiksaan dan pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani tokoh Gereja GKII sekaligus sebagai tokoh masyarakat di distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua, yang menyebabkan 7 jemaat melarikan diri ke hutan karena dilanda rasa takut. Hingga kini tidak begitu pasti keadaan 7 jemaat tersebut.
Pada tanggal 19 November 2020, terjadi lagi penembakan di puncak belantara Limbaga, Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, yang mengakibatkan 5 orang warga gereja yang hendak pulang libur Natal, 4 di antaranya anak sekolah meninggal dunia, dan 1 orang dalam keadaan kritis.
Dan pada tanggal 27 November 2020, terjadi penyerangan dan pembunuhan secara biadab atas gereja Bala Keselamatan dan rumah jemaat di wilayah Lewonu Lembantongoa dan Tokeleno, Sulawesi Tengah yang mengakibatkan: Gedung gereja Pos Pelayanan Gereja Bala Keselamatan dibakar; 6 rumah jemaat dibakar, 4 orang warga gereja meninggal dunia.
Rentetan peristiwa ini patut diselidiki lebih serius oleh aparat kepolisian dan khususnya Pemerintah, apakah berdiri secara sendiri-sendiri atau ada motif tertentu, sehingga pendeta, warga gereja yang sederhana, dan rumah ibadah secara beruntun telah menjadi korban dari berbagai kebiadaban.
Sebagai Ketua Umum PGLII menyatakan sangat mengecam dan prihatin, atas peristiwa demi peristiwa yang menjadi catatan kelam menjelang akhir tahun ini. Pemerintah diminta untuk segera bertindak sesuai dengan UUD 1945, demi menjamin keberlangsungan hidup dari setiap warganegara di manapun di bagian wilayah Indonesia.
Juga mendesak kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, untuk mengusut secara tuntas peristiwa-peristiwa seperti ini, yang menciptakan situasi intoleransi di masyarakat dan meminta dihentikannya kebiadaban-kebiadaban yang telah menimbulkan korban nyawa dari umat Kristen.
Dan secara khusus saya menghimbau kepada seluruh pimpinan dan warga gereja di Indonesia untuk tetap tenang, terus berdoa dalam keberserahan kepada Tuhan Yesus yang adalah Kepala Gereja, terus proaktif membangun koordinasi antara pimpinan dan warga gereja serta masyarakat setempat, bahkan dengan pihak keamanan di daerah masing-masing.
Kita tetap percaya bahwa kebenaran dan iman kepada Tuhan Yesus, sebagai Penebus dan Juruselamat kita, melalui Roh Kudus Penolong dan Penghibur, yang mengijinkan kita berjalan pada lembah kekelaman, tidak selalu membiarkan kita, apalagi tutup mata atas peristiwa ini.
PGLII bersimpati atas korban dan keluarga yang ditinggalkan, kiranya kekuatan dari Bapa di sorga terus menyertai dan tidak memudarkan pengharapan atas kehidupan yang patut dijunjung tinggi dan dirayakan. Harapan dari seluruh umat Kristen agar segala tindakan-tindakan yang mengarah kepada ancaman dan kuutuhan nasib Negara Kesatuan Republik Indonesia harus segera ditindak sesuai undang-undang. Tuhan Yesus mengasihani kita sekalian.
J