Anugrah Azma Bumi Dari GMRI Akan Diberikan Kepada Sejumlah Tokoh Penggerak Kebangkitan Kesadaran Spiritual Indonesia

Ayo Bagikan:

Jakarta majalahgaharu.Com|Manusia memiliki unsur-unsur Ilahi dalam dirinya. Manusia bagaikan bayang-bayang Tuhan yang menyejarah; yang hidup dalam ruang dan waktu. Manusia adalah mikrokosmos yang memiliki daya tampung yang luar biasa besar; melebihi makrokosmos yang ia tempati. Kata Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah. (Baca : Dimensi Spiritual Manusia, Banjarmasin Post Co.Id, Sabtu, 18 Mei 2019). Karena itu dalam adagium tasawuf disebutkan manusia ibarat seekor belalang kecil yang menempel pada dahan sebuah pohon, tapi pengetahuannya jauh melampaui luasnya hutan itu sendiri.

Percikan ruh Illahi pada manusia memberi kemiripan sifatSang Pencipta. Hanya saja Allah SWT itu Maha- Absolut, sedangkan sifat-sifat ilahi yang ada pada manusia sebagai anugerah Allah itu yang bersifat relatif. Dan menurut Kamaruddin Hidayat, unsur-unsur Ilahi ini sejatinya adalah instrumen yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia supaya manusia menginsafi hakikat dirinya, untuk selanjutnya mengenal, mendekati, dan menjalin hubungan dengan Tuhan.

“Agaknya, atas dasar pemahaman serupa inilah kaum sufi menjadi asyik menjalani laku spiritual yang diyakininya untuk berjalan menuju rumah Tuhan. “Unsur-unsur itu adalah instrumen yang ditanamkan dalam diri manusia sehingga dia mampu menerima pancaran cahaya Ilahi. Ketika manusia sudah mengenal, mendekat dan mencintai Tuhan, selanjutnya akan terjadi limpahan energi ilahi yang menggerakkan dan mengarahkan prilaku manusia”.

Pada dasarnya, menurut Kamarudin Hidayat, relasi antara Tuhan dan manusia ini bisa diilustrasikan dengan besi yang ditempelkan dan digosok-gosokkan pada magnet. Pada mulanya, besi itu hanyalah penerima yang secara pasif hanya bisa pasrah ditarik oleh magnet. Maka itu, pergesekan yang terjadi secara inens dan kuntinyu, maka partikel penyusun besi secara otomatis akan teratur seperti partikel magnet, sehingga besi yang tadinya hanya bersifat pasif, sekarang berubah menjadi aktif dan mampu menjadi magnet baru, walaupun kualitasnya tidak akan setara dengan magnet yang asli.

“Jadi pemahaman terhadap pengertian manunggaling kawulo lan gusti itu bisa dicerna dengan cara yang sederhana ini. Bahwa kedekatan manusia terhadap Tahun – bisa terkesan tidak lagi berjarak – sehinga dia dan Tuhan seakan melebur (manunggaling) bersama Tuhan. Artinya, toh tetap dapat disadari bahwa manusia itu – seperti pemikiran dangkal banyak orang terhadap Syek Siti Jenar – bahwa dia (manusia mana pun) tidak mungkin mempunyai kedudukan atau posisi seperti Tuhan Yang Maha Kuasa atas segenap yang ada di jagat raya ini, termasuk para Nabi dan Wali sekalipun. Atau dalam istilah Kamarudin Hidayat adalah Inilah Takhalluq bi akhlaqillah. Yaitu semacam upaya melakukan internalisasi sifat-sifat Ilahi ke dalam diri kita semata.

Adapun cara untuk meniru sifat-sifat Allah SWT itu memang perlu kerja keras, dan sifat-sifat Tuhan itu sulit masuk kalau tubuh kita masih kotor. Sebab kotoran itu, papar Kamarudin Hidayat menjadi semacam penyumbat, dan orang yang tertutup hati dan pikirannya itulah yang disebut kafir, sehingga cahaya kebenaran Ilahi sulit bekerja dan memancar dari dalam dirinya.

Cara lain – sebagai upaya antara atau perantara sebelum mampu mencapai Tuhan – bisasanya orang melakukannya dengan cara mendekatkan diri terlebih dahulu kepada para Ulama, Wali dan para Nabi.

“Nilai Spiritual dalam Bangunan Pemikiran Hukum di Indonesia misalnya menjadi sangat penting di bidang disiplin ilmu dan bidang pengetahuan yang lain. Karena menurut sejumlah peneliti, dominasi positivisme hukum telah menjebak hukum ke banyak hal yang kontra produktif, hal ini terjadi karena “hukum cita rasa” Indonesia tidak dijadikan sebagi fundamen kerangka teoritik hukum yang dibangun, karena itulah hukum kian hari terasa kehilangan rohnya.

Setidaknya Ridwan dan Gufran Sanusi, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima dan Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum (PDIH) Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta mengungkapkan dimensi spiritual sulit terjangkau oleh hukum yang dibangun di atas logika postivisme. Indonesia sesunguhnya memiliki potensi membangun kerangka teoritik hukum yang memiliki dimensi spiritual, yakni dengan memaksimalkan nilai-nilai lokal yang bertebaran. Peluang terakomodasinya nilai-nilai lokal tersebut sebagai jalan tengah sangat mungkin secara teoritik terakomodasi oleh hukum progresif.

“Spiritulitas itu bersifat tansenden dan integral, tidak memisahkan antara alam fisik dan alam metafisik. Dan secara etimologis kata “spirit” berasal dari kata Latin “spirtus” yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan serta nafas hidup dan nyawa”, kata Ridwan dan Gufran Sanusi yang memapar Dimensi Spiritual dalam Hukum: Mengartikulasi Nilai Spiritual dalam Bangunan Pemikiran Hukum Mainstream.

Dalam perkembangan selanjutnya, kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf mengonotasikan “spirit” dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitaz, kesucian atau keilahian.

Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ) Zihar dan Marshal mendefinsikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persolan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan seseorang lebih bermakna disbanding dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfugsikan kecerdasan intelektual (IQ) dam kecerdasan emosional (EQ) secara efektif. Sedangkan dalam ESQ kecerdasan spiritual adalah kemampun member makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu mensinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif.

“Jadi tak heran bila Eko Sriyanto Galgendu acap menyebut sudah pernah berjumpa secara ghaib dengan Bung Karno, Pangeran Samber Nyawa atau Raden Mas Said atau KKGPAA Mangkoenegoro I yang sangat perkasa itu.

Demikian juga dengan Nabi Chaidir dan Nabi Nuh Alaihisalam. Seperti ketika ziarah ke Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon sekitar bulan September 2021, ia sempat mengaku diterima Eyang Prabu Siliwangi dan juga oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati saat melakukan do’a khususnya ketika itu. Demikian juga keakrabannya dengan para leluhurnya dari trah Susuhunan Paku Buwono, hingga membuatnya relative dekat dengan Paku Buwono XII.

Setidaknya, Eko Sriyanto Galgendu merupakan satu-satu pemegang warisan Paku Buwono XII bersama Gus Dur (Abdurachman Wahid) akte otentik GMRI sejak beberapa tahun silam. Dan pada saatnya yang tepat, kata pengusaha kuliner yang terbilang sukses di Jakarta ini akan dijadikan koleksi Arsip Nasional Republik Indoneia (ANRI). Menurut Kepala Arsip Nasional, Drs. Imam Gunarto M.Hum, upaca resmi untuk menerima akte GMRI itu tinggal menunggu waktunya saja.

Dalam kesempatan itu pun GMRI akan menganugrahkan sejumlah penghargaan dalam bentuk Azma Bumi kepada para Tokoh, Aktivis Penggerak serta relawan GMRI yang telah ikut menggerakkan kesadaran kebangkitan spiritual bagi bangsa Indonesia guna menyambut peradaban baru manusia di bumi.

Azma Bumi yang akan dianugrahkan oleh GMRI kepada pera pejuang, pendukung dan para pemikir serta segenap pelaku gerakan kesadaran kebangkitan spiritual di Indonesia patut diberikan sebagai apresiasi dan penghormatan dari GMRI untuk membangun bangsa dan negara Indonesia lebih baik, lebih bermartabat dengan kepribadiannya kaut dan tangguh untuk untuk berkompetisi secara lebih sehat dan elegan sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan luhur, kata EkoSriyanto Galgendu saat diskusi informal Jum’at, 4 Februari 2022 di RM. Soto Gubeng Jl, Juanda 4 Jakarta Pusat.

Jacob Ereste

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Budi Arie Setiadi Wamendes sambut hangat PP dan Panitia Rakernas PEWARNA Indonesia

Wed Oct 12 , 2022
Jakarta majalahgaharu.com Di tengah kesibukan yang berjubel Budi Arie Setiadi Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes) masih menyempatkan waktu menerima kedatangan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia bersama panitia Rapat kerja nasional dan Apresiasi Pewarna Indonesia di kantornya, Selasa 11 Oktober 2022 di bilangan Kalibata Jakarta Selatan. […]

You May Like