Majalahgaharu Jakarta Polemik sistem apa yang akan dipakai dalam pemilihan umum anggota legislative 2024 nanti, apakah sistem proporsional terbuka atau tertutup. Saat ini masih di tangan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penentunya, sekalipun sudah ada partai politik yang menolak tegas sistem proporsional tertutup tersebut.
Efraim Yerry Tawalujan ketua umum Gerkindo yang juga bakal calon legeslatif (caleg) Perindo dari daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Utara ketika di temui di sebuah Caffee di bilangan Jakarta Pusat Selasa 30/5/23 tegas mengatakan jika sistem pemilu memakai proporsional tertutup berarti setback ke belakang.
Dan jika itu diberlakukan berarti kemunduran yang luar biasa dalam perjalanan demokrasi bangsa ini. Kenapa, dikatakan kemunduran karena kalau sistem proporsional tertutup yang berkuasa itu partai berarti rakyat tidak memiliki hak politik, hak demokrasi untuk menentukan caleg mana yang mewakili mereka di Senayan karena sudah ditentukan oleh partai.
Lalu tandas Yerry bahwa sistem proporsional terbuka toh sudah dilakukan saat pemilu 2019 kalaupun ada kekurangan tinggal dibenahi misalnya pengalaman pemilu 2019 alasanya banyak menimbulkan korban petugas KPPS karena kelelahan ya ditambah saja petugasnya.
“Karena sistem proporsional terbuka ini partai sifatnya hanya fasilitator bukan penentu, dan partai hanya menyodorkan calegnya serta memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih calon yang dirasa mewakili kepentingannya”, tandasnya serius.
Dalam sistem terbuka caleg yang dicalonkan yang memiliki popularitas di tengah masyarakat tetapi juga memiliki kredibilitas. Karena tak mungkin juga populer tetapi dalam hal negative. Dengan demikian sistem proporsional terbuka itu sangat menghargai hak politik dan hak demokrasi rakyat.
Tetapi kalau nanti MK memaksakan serta memutuskan sistem proporsional tertutup padahal sudah ada delapan fraksi menolak dan hanya satu yang menyetujui, ya jangan mentang-mentang pemenang pemilulah. Artinya, MK harus progresif jangan malah balik ke belakang dengan alasan kalau proporsional tertutup akan menghargai kader partai yang sudah berjuang di partai.
“Kalau sampai memutuskan proporsional tertutup MK bisa dikatakan anti demokrasi”, terang Yerry serius. Tentang sistem pemilu ini jangan hanya kepentingan pihak tertentu lalu mengorbankan masyarakat luas.
Soal anggaran kalau sistem tertutup itu lebih hemat, dalam hal ini Yerry meminta mereka yang memakai alasan menghemat anggaran memberikan datanya. Sehingga masyarakat tahu besaran perbandingan anggaran tersebut.
Menurutnya sama saja mau memakai sistem terbuka maupun tertutup terkait anggaran ya janganlah yang hakiki itu dikorbankan karena adanya alasan sisi gelap dari pencalegkan yang konon harus memakai uang.
Pertimbangannya harusnya apa yang dikehendaki rakyat itulah yang harusnya diputuskan karena itu menyangkut hak hakiki masyarakat, jangan lalu memaksakan kehendaknya.
Sementara sudah ada juga survey tentang sistem pemilu yang dipakai apakah sistem proporsional terbuka atau tertutup dan rakyat 65 % memilih terbuka. Makanya kalau MK tidak memakai pertimbangan tersebut lalu tetap memutuskan proporsional tertutup bisa dikatakan MK mem aksakan kehendak atas paksaan dari pihak tertentu, pungkasnya.