PERMAAFAN BUAT JENDRAL SOEDIRMAN~

Ayo Bagikan:

Oleh : Yudhie Haryono

Majalahgaharu Jakarta Menutup kegiatan kita, menggali pikiran Soedirman, aku teringat penyair besar Chairil Anwar (1922-1949) yang menulis puisi ke Bung Karno. Kukutip dan kugubah menjadi ke Jendral Soedirman:

“Bung Dirman! Kau dan aku satu zat satu urat/Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar/Di uratmu di uratku kapal-kapal kita berlayar/Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh/Padamu permaafan kukirimkan.”

Ini jenis serdadu kuat yang jumlahnya sangat sedikit. Keikhlasannya dahsyat. Kalimat dan fatwanya memikat, “sakit dalam perjuangan itu hanyalah sementara, namun jika kita menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya.”

Ya. Sesungguhnya setiap orang pada dasarnya adalah serdadu. Mereka merupakan pribadi yang putih, cerdas, berakal, kuat dan berperilaku revolusioner berdasarkan ilmu pengetahuan serta mempunyai totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pertahanan hidup dan keamanan nasional.

Seorang serdadu harusnya adalah sosok yang dianugerahi bakat dan moral untuk membentuk hati-nurani manusia sekitarnya. Mereka bukanlah rakyat yang berdiam diri di rumah dan gedung-gedung, melainkan bergerak dan berjuang dengan hasrat metafisik dan prinsip keadilan serta kebenaran tanpa pamrih. Mereka mengutuk dan menghancurkan segala bentuk pengkhianatan, membela yang lemah, dan menentang kekuasaan otoriter dan menindas.

Adalah sah secara akademis dan moral, jika serdadu melakukan kritik atau protes atas situasi (ipoleksosbudhankam) yang diyakini tidak adil, menindas, dan serakah. Sebab, kritik atau protes merupakan salah satu fungsi kontrol mereka pada sesama.

Apa saja pikiran, gagasan dan laku Soedirman yang dapat kita pelajari kembali? Pertama, tentang menyempal dan crank. Kedua, tentang merdeka beneran. Ketiga, tentang gerilya. Keempat, tentang pertahanan rakyat semesta. Kelima, tentang tentara rakyat.

Bagi Soedirman, tak ada hidup mulia kecuali membebaskan negeri ini dari penjajah dan penjajahan. Keduanya harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Kesadaran ini adalah “mahal dan langka” plus menyempal serta crank. Inilah ontologi Soedirman yang kokoh bak batu karang. Tak banyak kawan seumurannya yang sampai pada kesadaran tersebut.

Inilah pondasi kemerdekaan beneran. Inilah argumentasi yang melahirkan oposisi awal pada elite yang mau kompromi. Bersama Tan Malaka, beliau mengkampanyekan merdeka 100% atau mati lewat organ PP (persatuan perjuangan). Ialah pemimpin yang menolak semua kekalahan dan penyerahan atas kelicikan penjajah. Inilah epistema Soedirman yang membuatnya “wanted” bagi penjajah dan masuk list untuk segera disingkirkan.

Lahirlah aksiologi gerilya. Ini taktik perang dalam rangka merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, zig-zag, penuh dengan kecepatan walau pasukan kecil, tetapi hasilnya lebih fokus dan efektif untuk menang. Inilah jalan keluar dari kebuntuan lobi, kompromi dan konfrensi.

Tetapi, gerilya tak akan efektif jika tak didukung oleh nalar pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Ini adalah pertahanan dan keamanan negara yang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI-Polri sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung serta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan kehormatan warganegara.

Dengan gerilya ini, penjajah via sekutu akhirnya “mati kutu.” Apalagi kekuatan utamanya ada di tentara rakyat, bukan gurka (bayaran) dan profesional (sesuai kepangkatan). Karenanya, fungsi utama serdadu kita menurut Soedirman ada tiga: 1)Menjaga konstitusi dan penjaga ideologi negara. 2)Memastikan seluruh kedaulatan negara dan warganya selalu di tangan kita. 3)Karena mereka dari rakyat, ia kembali pada rakyat, maka manunggal antara serdadu dan rakyat harus memastikan keadilan dan kesejahteraan, kesentosan serta kemartabatan, kepersatuan dan kemanusiaan.

Pikiran dan konsep ini memang makin ditinggalkan. Kini, banyak serdadu kita membela yang bayar sebagai antitesa membela yang benar. Memprihatinkan. Memang, di republik selokan ini, negara dan rakyatnya hanyalah mainan dan senda gurau belaka. Tak ada mukjizat apalagi ide yang berdentum dari elitenya. Semua masih golek upo lan rupo. Karenanya, kita harus terus mohon permaafan pada mereka. Terutama pada Soedirman agar tidak jadi pengkhianatnya.(*)

Penulis : Presidium Forum Negarawan

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

KGPM Wilayah Jawa Menggelar Seminar Kebangsaan Menghadirkan Menkumham

Sat Aug 19 , 2023
Majalahgaharu Jakarta Banyak cara bagaimana masyarakat atau lembaga menyambut dan memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) yang dikenal dengan gereja perjuangan  ini dengan menggelar seminar kebangsaan mengangkat tema gereja dalam tantangan kini dan nanti yang diadakan di Aula STT […]

You May Like