Polres Tangerang Selatan BAP Juliana Liho Atas Laporannya Dugaan Penggelapan dan Penipuan

Ayo Bagikan:

MajalahGaharu.com- Penyidik Polres Tangerang Selatan melakukan Berita Acara Perkara (BAP) terhadap Juliana Liho yang dua pekan lalu melaporkan dugaan Penggelapan dan Penipuan yang dilakukan PT. Giantara terhadap dirinya, salah satu konsumennya, Senin (18/07) berlangsung di diskrimun Polres Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Ditemui usai pemeriksaan, Juliana Liho mengatakan terus terang bahwa poin-poin yang ditanyakan terlihat biasa saja seperti tidak menggali dalam-dalam unsur pidana, modusnya hanya seputaran alasan melapor, dan kebohongan apa dialami. Penyidik bicara kulit-kulit dan mengantar bukti-bukti.

“Jadi pertanyaan hanya seputaran uang yang tidak dikembalikan, tidak menggali modus developer bahkan niat jahat mereka saya berusaha menjelaskan saja. Karna pertanyaan-pertanyaan klarifikasi pelapor hanya berhubungan dengan uang,” ujarnya bernada kecewa karena penyidik terkesan mengarahkan terkait pengembalian uang saja.

Menurut Juliana tidak ada arahan eksplisit tetapi seperti hal-hal yang terkait administratif. Seperti perbedaan ukuran bangun di SPPT 90m2, di Price list 87m2, dan di aprissal bank 80,26m2 bahkan ukuran dalam IMB 202,38M2 untuk bangunan Lt1 dan bangunan Lt2 279,18m2 untuk enam rumah tanpa rincian. Sementara ukuran di pricelist berbeda-beda, dan ternyata, 6 unit tersebut tidak berjejer padahal itu bukan bangunan sekolah, RS atau apartemen tetapi rumah pribadi.

“Ini adalah hipotesis bagi perbankan mengapa rumah tersebut tidak dapat di KPR selain harga yang hanya apprisal 1.300.000.000 padahal disurat pesanan 2.500.000 Miliar dan NJOP dalam PBB 126.394.000. Jadi tidak singkronnya data-data ini bagi penyidik adalah administrasi yang perlu dikonfirmasi kepada developer. Polisi hanya fokus kepada pengelapan uangnya saja 560.731.848,” urainya panjang lebar.

Ditanya sudah sampaikan soal pemutusan listrik dan air ke penyidik? Dan apakah akan membuat laporan tambahan terkait itu? Juliana mengatakan belum kesana karna energinya sudah selesai waktu laporannya di SP3 oleh Polres Tanggerang Selatan. Menurut mereka mematikan listrik air adalah benar sesuai kewenangan developer.

“Sebagai masyarakat, saya kesulitan kalo polisi berat sebelah dan seperti mengikuti framing developer yang mengatakan karna tunggakan padahal saya sengaja menghentikan pembayaran mengingat kerugian yang lebih besar yang akan saya alami,” tutur Juliana.

Dari awal masalah ini, sambung Juliana, pihak pengembang (PT. Giantara tidak ada niat baik. Saat mengeluarkan SP1, SP2, dan SP3 selalu merujuk kepada perjanjian pinjam pakai dimana semua biaya yang dikeluarkan konsumen itu tidak dikembalikan. Padahal ini kasus berbeda, Nilai kelayakan properti dalam surat pesanan itu sama sekali melanggar Undang-undang No. 8 yaitu UU Perlindungan Konsumen.

“Selama berjuang saya awam yang tidak mengerti hukum tetapi developer bersama tim legal mereka, tidak mungkin tidak mengetahui persis hal ini sehingga kesengajaan merugikan 80% konsumen dengan isi klausal yang menjebak sehingga konsumen tidak punya pilihan selain menyerah di tengah keadaan. Itu adalah kesengajaan yang tersistem,” kritiknya tajam.

Selain itu, dalam daftar skema pembayaran, pengembang membuat daftar pembayaran dari 28 November 2021 yang ditanggal tersebut saya membayar booking fee 20.000.000,- Namun tidak tahu dikolom berikutnya, ternyata bukan bulan Januari 2022 tetapi dibuat Januari 2021 malah waktu diundur satu tahun. Apakah ini salah ketik atau modus?

“Saya kira ini bukan salah ketik tapi merupakan modus apabila saya mengalami kendala pembayaran, bagi mereka itu adalah bukti untuk uang saya tidak kembali karna dianggap mengganggu proyek pembanguan padahal saya menempati rumah yang adalah rumah contoh yang sudah jadi dan dihuni Februari 2022,”bebernya lebih lanjut.

Lebih jauh terang Juliana, dalam daftar 36 bulan mengikuti administrasi mereka, seharusnya bulan November 2025 berakhir. Padahal jika jujur dari bayar booking fee dan membayar untuk langsung di tempati, maka harusnya berakhir di November 2026. Ada perbedaan saat menempati mundur satu tahun tetapi saat pembayaran justru maju satu tahun. Sekali lagi apakah ini modus atau jebakan, hanya mereka tahu. Ini jelas merugikan konsumen.

“Semua upaya melanjutkan kerjasama dengan minta diskon, serta mempertimbangkan tenor, bahkan secara pribadi meminta kepada direktur untuk menaikkan nilai rumah dan berakhir ditolak, itulah upaya saya sebagai konsumen. Sekarang saya berjuang, supaya tidak ada orang yang mengalami seperti saya. Framing tidak membayar dan menunggak itu kesengajaan yang membungkus modus mereka untuk uang saya tidak dikembalikan tetapi unit rumah kembali kepada mereka,” tukasnya.

Juliana menduga pelanggaran administrasi yang diselubungi niat untuk menggelapkan uangnya sebagai konsumen sudah dimulai dari perjanjian awal, yang tidak disadari. Bahkan Klausul uang hangus merupakan kuasa sepihak pasti sudah diketahui oleh Developer dan itu kesengajaan.

“Perlu saya tekankan bahwa mereka bekerja team dan ada legal perusahaan, amat sangat tidak mungkin apabila hal ini tidak diketahui. Berbeda dengan saya yang adalah awam tidak tahu semua kejelasan sehingga menurut saya keputusan mengakhiri kerja sama dengan mereka adalah hal yang paling tepat. Jika mereka mengatakan saya tidak bisa bayar, nanti akan saya buktikan di depan hakim dengan menunjukan posisi keuangan saya,” ujarnya tegas.

Perempuan tangguh adal Sulawesi Utara ini mengatakan butuh keadilan bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi kepada semua pelaku usaha di bawah bendera merah putih. Sama-sama rakyat Indonesia harusnya taat hukum dan tidak merugikan konsumen.

“Saya berharap pemerintah melihat kesulitan masyarakatnya. Bayangkan ada begitu banyak pelaku usaha yang ternyata menggunakan hukum, legalitas mereka juga untuk menipu secara administrasi bahkan terang-terangan. Termasuk surat somasi SP1 hingga SP3 saya selalu jawab lewat email. Tetapi pihak pengembang tidak merespon balik,” ungkapnya.

Juliana Liho bertekad akan terus berjuang mencari keadilan bahkan tidak tertutup membawa jalur gugatan perdata. “Sekarang bukan hanya soal pengembalian uang semata tapi pengembang telah bersikap “menindas” konsumen dengan memutus air dan listrik. Melaporkan pidana ke polisi dan berbagai teror. Saya akan berjuang terus untuk keadilan dan agar jangan terjadi lagi ke konsumen lainnya,”  pungkasnya.

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Kota Bekasi Bersatu: Fellowship Hamba Tuhan Sebekasi Menggebrak!

Tue Jul 29 , 2025
Majalahgaharu Bekasi, 28 Juli 2025 – Pertemuan Fellowship Hamba Tuhan Sebekasi yang perdana ini diselenggarakan di GBI Hope Galaxi, menjadi momen bersejarah bagi umat Kristen di Kota Bekasi. Dengan semangat kesatuan dan kebersamaan yang membara, berbagai Pimpinan Aras dan Ormas Kristen serta Lembaga Keumatan yang ada di kota Bekasi berkumpul […]

You May Like