JAKARTA, MAJALAHGAHARU.COM —Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia wilayah DKI kembali menggelar diskusi jelang Pilkada putaran ke dua dengan tema gereja masyarakat dan politik, Jakarta, 11/4/17 . Dalam diskusi yang dipandu Albert Siagian ini menghadirkan dua nara sumber pertama mantan bupati Belitung Timur Basuri Tjahaja Purnama adik dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pengamat politik Yunarta Wijaya.
Yunarta dalam kesempatan itu mengatakan bahwa saat ini trend pemilih Ahok naik sekalipun memang masih relatif rawan karena selisihnya hanya kecil sekali. Yunarta mengatakan bahwa masyarakat DKI 70 persen masyarakat puas atas kinerja Ahok namun bukan berarti mereka serta merta memilih Ahok kembali. Memang sambung Yunarto ini karena adanya isue yang terus menerus digoreng yang penting asal bukan Ahok. Padahal terang Yunarto sebelum memaparkan hasil survey pilkada DKI ini, memberikan tip sederhana cara memilih di mana ketika Pilkada itu masih diikuti petahana, lihat dan rasakan apa yang sudah dilakukan untuk kita.
Seperti yang dialaminya waktu tinggal di kawasan Pulomas banjir hingga harga tanah antara Pulomas dan Kelapa Gading beda jauh hal itu semata karena Pulomas banjir waktu itu, sehingga yang mau tinggal di sana berpikir ulang. Namun setelah dipimpin Petahana harga langsung melejeit naik karena banjir itu tidak ada lagi. Kalaupun ada cepat sekali surutnya. Demikian pula dengan enceng gondok yang menjadi momok bagi masyarakat yang ada di sekitar Pulomas kini dirubah menjadi danau yang bagus yang dikenal dengan danau Ria Rio. Selain itu ada kawasan pasar yang dikelola salah satu ormas dan itu sangat mengganggu masyakat dengan bau sampah yang menumpuk tetapi dengan ketegasan Ahok sebagai gubernur saat ini menjadi rapi dan teratur. Jadi sangat sederhana dalam menentukan pilihan apa yang sudah dapat kita rasakan keuntunganya itu saja.
Bicara pemimpin terang Yunarto harus berani hadir ditengah masyarakat, jangan pemimpin yang bergaul dengan kelompok-kelompok radikal yang akan mengantikan dasar negara. “Bagi saya pemimpin yang rela menjual diri dengan kelompok seperti ini adalah pemimpin sampah,”tandasnya.
Sementara Basuri yang berbagi pengalaman sewaktu mengikuti pilkada Belitung juga sama isue yang dimainkan pihak lawan karena tak ada program yang jelas makanya memakai isu agama. Mereka selalu mengatakan kalaupun program-program dirinya baik tetapi dengan mudah mereka bilang itu kan uang negara yang dipakai untuk membantu anak-anak sekolah dan lain-lain. Dan trend ini juga dilakukan di DKI kalaupun Ahok membantu sana sini mereka beralasan memakai uang negara. Tetapi nyatanya pengalamanya waktu di Belitung setelah lawannya itu terpilih tidak bisa melanjutkan program yang sudah dibuat dulu, ujar Basuri. Apa alasan mereka tak ada uang, persoalannya kenapa dulu bisa dilakukan sekarang kok kurang uang, sambungnya bertanya.
Jadi Basuri menganologikan sopir atau tukang kebon jangan percayakan sopir baru yang belum tentu bisa menjamin keselamatan kita sementara sopir lama sudah sangat kita kenal dan terbukti baik. Dan ini sama ibarat tukang kebon, kalau kita sudah tahu tukang kebon kita melakukan tugasnya dengan baik dengan menanam menyiram dan menjaga tanaman kita kenapa harus ganti tukang kebon baru, malah bisa-bisa tanaman kita tak terurus dan akan dicabut dengan yang lain yang belum tentu juga hasilnya.
Sedangkan Ferry Simanjuntak sekretaris umum PGIW ketika dimintai pendapatnya tentang alasan mengelar diskusi ini mengatakan bahwa jelang Pilkada saat ini suhu politik terasa sangat panas. Untuk itu PGIW dirasa perlu turut memainkan peran agar para pemimpin dan warga gereja memahami dan memperoleh penjelasan siapa yang layak dipilih nanti. Untuk itu dalam diskusi ini PGIW mendatangkan narasumber yang berkompenten dan sudah teruji pengalaman. Dengan demikian PGIW berharap apa yang disampaikan para narasumber bisa memberi pencerahan dalam memilih.
Kenapa, karena Pilkada DKI ini bukan Pilkada yang biasa tetapi Pilkada yang luar biasa sehingga masyarakat dan jemaat mengerti bahwa dalam Pilkada ini bukan mencari pemimpin umat tetapi mencari pemimpin daerah yang mampu mengadministrasi daerahnya. Dan pemimpin yang memiliki kompetensi dan kridibilitas serta mampu menjalankan amanahnya itu.
Jadi kalau diantara paslon ada yang kebetulan seiman bukan itu pertimbanganya tetapi semata ini hanya anugerah saja, yang penting pilihan itu harus berdasarkan hasil nyata yang dikerjakannya selama memimpin kota Jakarta. selain itu intergitas dan kejujuran juga point penting dalam memilih seorang pemimpin daerah. Pemimpin daerah yang anti korupsi karena uang itu harusnya bisa digunakan untuk membangun daerah.