Jakarta, majalahgaharu.comHari Minggu (11/8) lalu adalah salah satu hari bersejarah dalam catatan toleransi beragama dan kepastian beribadah bagi umat Khatolik yang memang sudah sepatutnya menurut konstitusi Republik Indonesia, bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agamanya. Selama 21 tahun umat Khatolik di Bekasi Utara berjuang untuk rumah ibadah yang layak dan selayaknya, yang pada akhirnya di bulan kemerdekaan Indonesia yang ke-74 akhirnya terwujud juga.
Walikota Bekasi Rahmat Efendi layak menerima dua jempol sebagai tanda apresiasi atas keteguhan hatinya dalam menjalankan amanah sebagai Kepala Daerah dan amanah konstitusi negara, sangat perlu menjadi teladan bagi oknum Kepala Daerah lain yang masih “memble”, ujar Tigor Mulo Horas Sinaga Ketua Pemuda Persekutuan Gereja-Gereja Dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Pengurus Wilayah DKI Jakarta.
Ketika desakan mencabut IMB Gereja St.Clara dari oknum-oknum intoleran Walikota Bekasi Rahmat Efendi berdiri teguh di atas konstitusi Republik Indonesia, bahkan menyatakan dirinya lebih baik menerima di tembak kepalanya daripada tidak bisa menjamin kebebasan beribadah.
Bapak Rahmat Efendi sungguh mengamalkan Pancasila dalam menjalankan kewajibannya sebagai aparatur negara dan benar-benar teguh dalam pendirian hukum yang benar, ini patut di contoh, perlu jadi inspirasi bagi beberapa oknum Kepala Daerah lain di Republik ini yang masih goyang untuk menjamin kebebasan beribadah bagi setiap umat beragama. Saya mewakiliki umat Kristen sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada Tuhan YME karena telah meneguhkan hati Pak Rahmat Efendi, pungkas Horas Sinaga dengan senyum berbinar penuh rasa syukur.
Pada kata sambutannya di hadapan para umat Santa Clara, Bapak Rahmat Efendi berkata, “Shalom. Assalamualaikum. Saya hampir tidak bisa berbicara. Selama 21 tahun sungguh penantian yang luar biasa. Warga saya, umat yang ada di Kota Bekasi bisa merasakan sebuah pelayanan pemerintah yang adil dalam konteks ketentuan, proporsional”.
“Saya, sebagai Walikota, secara tulus ingin memberikan dukungan terbaik kepada sesama umat. Seorang pemimpin tidak boleh menariknya ludahnya kembali”, sambung Rahmat.
Rakyat Indonesia masih bisa optimis, khususnya umat minoritas di Republik ini masih terus berharap dengan adanya Rahmat Efendi di Kota Bekasi akan menularkan nilai-nilai luhur yang terjamin oleh konstitusi. Bahwa seharusnya para Kepala Daerah tidak boleh ragu dalam menjalankan amanahnya dan tidak boleh toleran dengan bibit intoleransi. Masih banyak umat Kristen atau Khatolik yang belum memiliki rumah ibadah hanya karena penolakan-penolakan yang sebenarnya bertentangan dengan nafas negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
“Di Republik Indonesia seharusnya tidak boleh ada istilah minoritas dan apalagi intoleransi yang mengatasnamakan mayoritas, karena sesungguhnya kita adalah sama, kita adalah saudara sebangsa setanah-air Indonesia yang setara, kita adalah anak bangsa Indonesia!”, pungkas Horas Sinaga dengan optimis.