Majalahgaharu-Jakarta Tindakan intoleransi terjadi di kota Solo dan yang sangat memprihatinkan pelakunya anak-anak usia 8-10 tahun masih duduk di sekolah dasar. Di mana anak-anak tersebut melakukan pengrusakan makam Nasrani berjumlah belasan makam di wilayah Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo dalam satu kompleks permakaman umum Cemoro Kembar
Menyikapi tindakan intoleransi tersebut advokat yang berani dan lantang ini yakni Kamaruddin Simanjuntak,S.H yang juga Ketua umum PDRIS , memberikan komentaranya sekaitan dentgan tindakan walikota solo Gibran Rakabuming yang akan menutup sekolah anak-anak tersebut.
Kamarudin sangat menyayangkan jika sekolah itu ditutup, menurut pria kelahiran Sumatera Utara ini, kalaupun ada tindakan intoleransi yang dilakukan anak-anak justru pihak pemerintah harus melakukan pembinaan bukan malah menutup sekolah.
Anak bak kertas putih yang isinya seperti apa tergantung yang mengajarinya, maka tandas Kamarudin yang harusnya di bina ataupun ditegus itu pihak sekolah yakni guru-gurunya. Karena kalau murid-muridnya masih kecil sudah melakukan tindakan seperti itu, maka perlu dipertanyakan pengajarnya mengajarkan apa kepada mereka.
Seharusnya sekolah adalah tempat untuk mencari ilmu dan menelurkan tunas bangsa di masa depan.
Dalam hal kasus pengrusakan makam Nasrani di Solo tersebut justru Kamarudin melihat bahwa kesalahan bukan dari anak karena prilaku itu mereka dapat dari ajaran yang diterima dari orang yang selalu menjadi panutannya seperti orang tua dan guru bila disekolah.
Agar ke depan tak terulang kasus seperrti ini Kamarudin bagi siapa saja termasuk orang tuanya atau gurunya harus diselidiki dengan benar dan pemerintah baik dari pusat maupun tingkat paling bawah harus juga bertanggung jawab dalam mendidik anak sehingga tidak terpapar paham radikalisme secara dini.
Dalam kontek hukum pasal yang bisa dipakai menjeret bagi pengerusakan Kuburan Dapat Dipidana Dengan antaranya Pasal 406 KUHP Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,merusakkan,membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, Sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah Ada juga Pasal 170 KUHP Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga Bersama menggunakkan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
Kemudian Pasal 179 KUHP: Barangsiapa dengan sengaja menodai kuburan, atau dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringatan di tempat kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
Sedangkan bagi anak -anak ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Penjara Anak (SPPA) merupakan pengganti dari UU RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Pasal 69 Ayat (2) UU SPPA disebutkan, pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yakni:
Pertaman, tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun dan Sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas
Pasal 82 UU SPPA disebutkan bahwa yang dimaksud sanksi Tindakan adalah dikembalikan kepada orang tua/wali,penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LKPS, kewajiban mengikuti Pendidikan formal/pelatihan yang diadakan pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi dan perbaikan akibat tindak pidana.
Pasal 71 UU SPPA yang terdiri dari: Pertama pidana Pokok yakni pidana peringatan,pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar Lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, pelatihan kerja, pembinaan dalam Lembaga hingga penjara dan Pidana tambahan terdiri dari perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan keawjiban adat.
Anak yang melakukan tindak pidana dapat ditahan dengan syarat anak tersebut telah berumur 14 tahun atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara 7 tahun atau lebih YM