Api Dan Revolusi Kesadaran Pertama.

Ayo Bagikan:

Oleh: Merphin Panjaitan

Majalahgaharu Jakarta Perjumpaan bumi dan pendahulu manusia  membangkitkan Revolusi Kesadaran Pertama; Revolusi Kesadaran Pertama mengawali kemunculan manusia purba, sekitar 2 juta tahun lalu; barangkali revolusi ini berlangsung ribuan tahun; dan selama ribuan tahun itu otak manusia berkembang, bertambah besar dan kompleks; dan dengan fungsi yang semakin tinggi. Saya pikir, Revolusi Kesadaran Pertama yang terjadi sekitar 2 juta tahun lalu dipicu kejutan api, misalnya api akibat sambaran petir terhadap kayu di hutan, atau akibat aliran lahar panas yang membakar hutan disekitarnya; barangkali itulah sebabnya, mengapa di Nusantara ini, manusia purba muncul di Pulau Jawa, karena di Pulau Jawa banyak gunung berapi.

Kejutan api ini berlangsung berulang-ulang dan membangkitkan kesadaran manusia. Sehubungan dengan kehadiran api sebagai pencetus Revolusi Kesadaran Pertama, saya pikir, teknologi pertama yang digunakan manusia adalah teknologi api; dan salah satu pembeda utama manusia dengan hewan adalah: manusia mampu membuat dan menggunakan api, sementara hewan tidak; manusia memakan daging masak bakar, sementara hewan buas makan daging mentah; manusia purba tidak makan daging mentah yang berlumuran darah, seperti hewan buas.

Manusia purba adalah mahluk berkesadaran; dengan kesadarannya manusia mulai berpikir; mampu menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bersama; mampu berbahasa, walaupun masih sangat sederhana; mampu membuat dan mengendalikan api, dan kemampuan ini menjadi salah satu pembeda antara manusia dengan hewan.

Semua kemampuan di atas didukung oleh otak yang sudah cukup besar. Manusia mampu menyadari adanya bahaya, mencegah timbulnya bahaya, atau menghindar dari bahaya. Suatu waktu manusia memanjat pohon untuk menghindar  dari terkaman binatang buas, tetapi setelah bahaya berlalu, dia turun kembali; kemampuan lebih yang dimiliki manusia, sebagai hasil kerja keras dan inovasinya, membuat manusia tidak perlu hidup di atas pohon.  Manusia memiliki akal (reason) dan nurani (conscience); dengan akal dan nurani manusia berpikir. Manusia berpikir dan menyadari keberadaannya; dan mampu menjalani kehidupan bersama.

Manusia berpikir dan dengan kemampuan berpikir meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya; dan kemampuan seperti ini tidak dimiliki oleh mahluk hidup lainnya; manusia menjadi spesies paling berkuasa di antara semua spesies. Awalnya, manusia menjalani kehidupan komunal, tanpa keluarga inti; bekerjasama satu dengan yang lain, bantu-membantu dan tolong menolong, agar dapat bertahan hidup dan melanjutkan keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Manusia purba berdiri, berjalan,  dan berlari dengan kokoh di atas kedua kakinya; hidup di atas tanah, tidak bergelantungan di pohon; tangan bebas menjalankan fungsinya, antara lain membuat dan menggunakan berbagai macam alat; hidup secara komunal, belum ada keluarga inti; semua bertanggungjawab untuk kelangsungan hidup bersama.

Tungkai dan kaki manusia lebih besar dan lebih kuat dibanding dengan lengan dan tangannya, dan struktur ini terjadi karena manusia berjalan di atas ke dua kakinya; manusia purba, sejak pendahulunya telah berjalan di atas kedua kakinya, dan sikap ini membuat otak manusia  terletak di bagian paling atas tubuh, dan posisi ini membuat otak lebih mudah berkembang. Tangan bebas menjalankan fungsinya, antara lain dalam membuat dan menggunakan berbagai macam alat; dan perkembangan keterampilan tangan ini merangsang perkembangan otak.

Perkembangan manusia purba berlangsung  lambat, antara lain akibat: pertama, otak masih relatif kecil, dan oleh karena itu fungsinya masih sederhana; kedua, usia manusia masih pendek, akibatnya pengalaman setiap individu masih sangat sedikit, dan demikian pula dengan pengetahuannya; ketiga,  komunikasi dan bahasa masih sangat sederhana, yang mengakibatkan proses belajar mengajar terhambat; dan belum ada tulisan yang membuat pengalihan pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Di Indonesia, manusia purba diperkirakan telah muncul pada kala Plestosen Awal sekitar 1,9 juta tahun lalu, yaitu Pithecanthropus modjokertensis dan Meganthropus palaeojavanicus. Dimasa-masa berikutnya, di Indonesia hidup manusia yang lebih maju, yakni Pithecanthropus erectus dan Pithecanthropus soloensis pada Plestosen Tengah. Kala Plestosen berlangsung selama beberapa juta tahun, merupakan masa terpanjang yang dilalui manusia dalam sejarah kehidupannya.

Pada kala Plestosen terjadi berbagai peristiwa alam yang sangat besar pengaruhnya terhadap manusia, antara lain: keadaan alam tidak stabil; bentuk fisik dan iklim silih berganti; es meluas ke sebagian muka bumi; perubahan iklim; turun-naiknya permukaan laut; muncul tenggelamnya sebagian daratan; letusan gunung berapi; dan timbul tenggelamnya sungai dan danau.

Peristiwa alam ini menjadi tantangan bagi manusia, yang menjadi pendorong evolusi fisik dan akal budi. Peristiwa pengesan di kala Plestosen terjadi beberapa kali, dan diselingi oleh masa antarglasial, yaitu masa suhu bumi naik kembali dan menyebabkan es mencair. Manusia hidup mempertahankan diri di tengah alam yang penuh tantangan, dengan kemampuan yang serba terbatas; berburu dan mengumpulkan makanan menjadi kegiatan pokok sehari-hari.

Kehadiran manusia modern seperti sekarang ini, adalah kombinasi kerja evolusi dan revolusi secara bergantian; evolusi dan revolusi ini dimungkinkan akibat perjumpaan matahari dan bumi; bumi menerima siraman sinar matahari yang tidak pernah berhenti, yang menjadi sumber energi bagi bumi dan segala isinya.

Penulis adalah pengamat politik dan juga penulis buku gotong royong

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

STT LETS Berhasil Menghantar 8 Doktor Teologi Untuk Diwisuda

Fri Aug 4 , 2023
Majalahgaharu Balikpapan Delapan Mahasiswa STT LETS lulus dalam program doktoral, ada 2 (dua) mahasiswa lulus dengan predikat Magna Cumlaude yaitu Dr Mathinus Liur dan Dr. Nelson Panjaitan. Dan 6 (enam) mahasiswa dengan predikat Cummlaude yakni Dr. Harmoni Ezra Harianto, Dr Liong Freddy Winata, Dr Jhon Hendarson Samosir, Dr. Nanny Wihardjo, […]

You May Like