Jakarta, majalahgaharu.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan optimismenya terhadap kondisi perekonomian Indonesia di tahun 2019 mendatang. Tanda-tanda yang menunjukkan optimisme kondisi ekonomi Indonesia sudah terlihat sejak semester II tahun 2017. “Tanda optimisme muncul dalam bentuk semester II tahun 2017 sudah menggambarkan pick up growth Indonesia muncul dari agregat demand dan supply. Kita lihat ekspor tumbuh positif, dan itu suatu perubahan,” ujar Sri Mulyani ketika memberikan sambutan dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2019. Namun adanya berbagai dinamika ekonomi yang muncul, pertumbuhan impor menjadi lebih cepat dibandingkan dengan ekspor. Menurut Sri Mulyani, naiknya ekspor Indonesia sebesar 4 hingga 5 persen tak sebanding dengan impor yang meningkat hingga 20 persen per tahun. Sehingga, posisi defisit transaksi berjalan Indonesia pada semester II 2018 ini mencapai 13,7 miliar dollar AS. Sementara arus modal masuk tahun ini pun tak sebesar tahun 2016 dan 2017 lalu.
Berbicara tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019, banyak yang memrediksi akan menjadi lebih baik, apalagi bila ditopang pertumbuhan konsumsi masyarakat. Semakin tinggi angka konsumsi masyarakat, ditengarai angka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi baik. Sebelumnya, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengan Nasional (RPJMN) 2020-2014 kisaran 5,4 hingga 6,0 persen, dengan nilai tengah 5,7 persen. Angka tersebut disampaikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) berdasarkan kajian bersama Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Asia Development Bank (ADB).
Optimisme senada disampaikan pula oleh Birger Poetiray, “Tahun 2019 merupakan tahun politik tapi mestinya prospek ekonomi Indonesia diperkirakan semakin membaik dengan pertumbuhan dan stabilitas yang tetap terjaga.” Menurut Birger, “Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan akan berada di kisaran 5,0%-5,4%. Adapun, inflasi 2019 tetap terkendali pada kisaran sasaran 2,5%-4,5% dengan terjaganya tekanan harga dari sisi permintaan, ekspektasi inflasi, dan stabilnya nilai tukar Rupiah.”
Diakuinya, “Defisit transaksi berjalan 2019 akan turun di bawah 3.0% dari PDB dengan langkah-langkah pengendalian impor serta peningkatan ekspor dan pariwisata. Lebih lanjut tahun depan masyarakat akan merasakan hasil dari pembangunan infrastruktur dan serangkaian kebijakan deregulasi yang di tempuh selama ini akan meningkatkan produktivitas perekonomian Indonesia terutama setelah hasil pemilu di bulan April 2019.” Adanya ketidakpastian ekonomi global tak mesti mematahkan optimisme, tinggal bagaimana memanfaatkan daya juang dan daya saing untuk tetap meningkatkan produktivitas. Dalam penjelasannya kepada majalahgaharu.com, Birger Poetiray memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh serangkaian kebijakan reformasi struktural yang difokuskan pada peningkatan, yaitu daya saing perekonomian, terutama aspek modal manusia dan produktivitas, kapasitas dan kapabilitas industri untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi defisit transaksi berjalan, pemanfaatan ekonomi digital untuk mendorong pemberdayaan ekonomi secara luas dan merata.
Menurut alumnus Leicester University Postgraduate School of Business yang kini dipercaya sebagai Head of Global Markets Bank Mega, “Kalau kita melihat ke belakang Indeks harga saham gabungan (IHSG) di sepanjang tahun 2018 telah melemah sekitar. Pelemahan IHSG pada tahun ini juga tidak lepas dari sejumlah pengaruh eksternal, termasuk banyaknya dana investor asing yang keluar dari emerging market akibat normalisasi perekonomian AS. Sejak awal tahun, jumlah penjualan bersih investor asing di Bursa Efek Indonesia telah mencapai sekitar Rp 48 triliun. Tapi secara keseluruhan di perkirakan kembali indeks pasar modal di tahun 2019 akan kembali bergerak dan naik menyentuh kisaran 6500-6700.”
Sepanjang tahun 2018 ini, jelas Birger, “Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin (bps). Suku bunga acuan Bank Indonesia mulai mengalami tren kenaikan pada Mei tahun 2018, seiring dengan prinsip BI yang pre-emptive, front loading dan ahead the curve. Saat ini suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate berada di level 6%. Kami melihat kalaupun BI menaikkan suku bunga tahun depan hanya akan naik sampai ke level 6.50% Kebijakan ini diterapkan dalam menghadapi pengetatan moneter di Amerika Serikat yang bank sentralnya cenderung tidak terlalu agresif di 2019 dengan target hanya akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 2 kali di tahun yang akan datang.” Harapan pria bernama lengkap Ralph Birger Poetiray ini, untuk tetap melihat sisi optimisme untuk dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang diprediksinya akan semakin membaik di tahun 2019, “Terutama setelah Pilpres di bulan April yang akan datang.” [RA]